Oleh: M. Luthfi al-Anshori
Allamah Sayyed Muhammad Husain at-Thabathaba’i lahir pada tahun 1892 di Azerbaijani, sebutan dari kota Tabriz, sebuah kawasan di sebelah barat laut Iran. Thabathaba’i dilahirkan dari lingkungan keluarga religius dan pecinta ilmu. Ia telah menempuh proses belajarnya di kota Najaf, di bawah pengajaran para guru besarnya seperti Mirza ‘Ali Qadi (dalam bidang Gnosis), Mirza Muhammad Husain Na’ini dan Syeikh Muhammad Husain Isfahani (dalam bidang fikh dan syari’ah), Sayyed Abu’l Qasim Khawansari (dalam ilmu matematik), sebagaimana ia juga belajar standar teks pada buku as-Shifa karya Ibn Sina, The Asfar milik Sadr al-Din Shirazi, dan kitab Tamhid al-Qawa’id milik ibn Turkah, dengan Sayyid Husain Badkuba’i, dan ia sendiri adalah murid dari dua guru kondang pada masa itu, Sayyid Abu’l-Hasan Jilwah dan Aqa’ ‘Ali Mudarris Zinuni.
Pada tahun-tahun selanjutnya, ia lebih konsen untuk belajar dengan Henry Corbin dan Nasr. Mereka bukan hanya telah mendiskusikan teks-teks klasik dari wakyu ke-Tuhan-an dan gnosis, namun juga keseluruhan disiplin yang di sebut oleh Nasr sebagai gnosis komparatif, yang mana pada setiap satu sesi teks sakral dari agama-agama utama mengandung ajaran mistik dan pengetahuan spiritual; seperti Tao Te Ching, Upanishads (salah satu seri teks sakral Hindu), Gospel of John, yang telah didiskusikan dan di komparasikan dengan sufisme dan doktrin-doktrin pengetahuan islam secara umum.
Thabathaba’i adalah seorang Filusuf, penulis yang produktif, dan guru inspirator bagi para muridnya, yang telah mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk studi islam non-politik. Banyak dari muridnya yang diantaranya menjadi penggagas ideologi di Republik Islam Iran, seperti Morteza Motahhari, Dr. Beheshti, dan Dr. Muhammad Mofatteh. Sementara yang lainnya, seperti Nasr dan Hasanzadeh Amuli masih tetap meneruskan studinya pada lingkup intelektual non-politik.
Ketika berada di Najaf, Thabathaba’i mengembangkan kontribusi utamanya dalam bidang tafsir (interpretation), filsafat, dan sejarah madzhab Shi’ah. Dalam bidang filsafat, ia mempunyai sebuah karya penting, Usul-i falsafeh va ravesh-e-realism (The Principles of Philosophy and The method of Realism), yang mana telah diterbitkan dalam 5 jilid dengan catatan penjelas dan komentar oleh Morteza Motahhari. Deal-deal penerbitan tersebut dengan disertakannya islamic outlook dunia, tidak hanya dihadapkan pada idealisme yang mengingkari realitas wujud dunia, namun juga dihadapkan pada konsep materialisme dunia, dengan mereduksi semua realitas menuju ambiguitas konsep mitos-mitos materialisme serta pemalsuannya. Poin tersebut menjadi mapan ketika sudut pandang dunia islam adalah realitas, sementara keduanya (pandangan idealistis dan materialistis) adalah tidak realistis.
Karya utama lainnya dalam bidang filsafat adalah ulasan luasnya terhadap Asfar al-Arba’ah, magnum opus karya Mulla Sadra, yang merupakan seorang pemikir muslim besar Persia terakhir pada abad pertengahan. Di samping itu dia juga menulis secara ekstensif seputar tema-tema dalam filsafat. Pendekatannya secara humanis dapat terlihat dari ketiga karyanya; the nature of man – before the world, in this world, and after this world. Filsafatnya terfokus pada pendekatan sosiologis guna menemukan solusi atas problem-problem kemanusiaan. Dua hasil karyanya yang lain adalah kitab Bidayat al-Hikmah dan Nihayat al-Hikmah, yang terhitung sebagai karya besar dalam bidang filsafat islam.
Beberapa pernyataan serta risalahnya seputar doktrin-doktrin dan sejarah Shi’ah masih tetap tersimpan secara rapi. Satu dari beberapa risalahnya tersebut meliputi klarifikasi serta eksposisinya tentang madzhab Shi’ah dalam jawabannya atas pertanyaan yang dilemparkan oleh orientalis Perancis terkenal, Henry Cobin. Bukunya yang lain dalam tema ini adalah Shi’ah dar Islam yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa inggris oleh Sayyed Husain Nasr dalam judul Shi’ite Islam, yang dibantu oleh William Chittick sebagai sebuah proyek dari Colgate University, Hamilton, New York, Amerika. Buku tersebut disajikan sebagai ikhtiar baik untuk meluruskan miss-konsepsi populer seputar Shi’ah yang juga dapat membuka jalan untuk memperbaiki pemahaman inter-sektarian antar sekolah-sekolah islam di Amerika.
Diantara karya Thabathaba’i yang paling terkemuka adalah al-Mizan fi Tafsiri al-Qur’an yang lebih dikenal dengan Tafsir al-Mizan, yang merupakan hasil dari kerja kerasnya yang cukup lama dalam ruang lingkup studi Qur’an. Metode, gaya, serta pendekatannya yang unik sangat berbeda dengan para mufassif besar lainnya. Tafsir al-Mizan pertama kali dicetak dalam bahasa arab sebanyak 20 jilid. Edisi pertama al-Mizan dalam bahasa arab telah dicetak di Iran dan selanjutnya dicetak pula di Bairut, Lebanon. Hingga sekarang, lebih dari tiga edisinya dalam bahasa arab telah dicetak di Iran dan Beirut dalam bentuk besar. Dalam kitab tafsir tersebut, untuk pertama kalinya dunia tafsir dikenalkan dengan metodologi tafsir baru yaitu penafsiran ayat dengan ayat.
Allamah Thabathaba’i juga seorang penyair mahir. Dia telah menyusun sebagian besar syair-syairnya dalam bahasa Persia, namun adakalanya pula dalam bahasa arab yang indah. Di samping itu ia juga seorang penulis diberbagai rubrik artikel dan essai.
Secara keseluruhan, buku-buku hasil karya tulisnya berkisar 44 judul. Tiga diantaranya adalah hasil kumpulan dari koleksi makalah-makalahnya dalam berbagai aspek keislaman dan al-Qur’an.
Pada tanggal 15 November 1982 Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i meninggal dunia dalam usianya yang ke-80. Demikianlah Allamah Thabathaba’i dikenal sebagai ulama yang memberikan warna kesegaran dalam dunia pengajaran keagamaan di hauzah ilmiah Iran.