oleh : Husain Mazhahiri
Sesungguhnya manusia berjalan menuju Allah SWT di atas alam ini. Al-Quran Al-Karim telah berbicara tentang gerak dan perjalanan dalam wujud ini :
Ingatlah, bahwa kepada Allah lah semua urusan kembali (QS. Asy-Syura : 53)
Dan bahwasanya kepada Tuhanmu lah kesudahan segala sesesuatu (QS. An-Najm : 42)
Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmu lah kamu kembali (QS. Al-‘Alaq : 8)
Sesungguhnya kami ini kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami kembali (QS. Al-Baqarah :156)
Wahai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. (QS. Al-Insyiqaq : 6)
Sesungguhnya ayat-ayat di atas mencukupkan kita dari pembahasan-pembahasan filsafat dan irfan, karena Al-Quran Al-Karim telah berbicara dengan jelas mengenai masalah gerak dan perjalanan manusia ini, yang perjalanannya akan berakhir di hadapan Allah.
Manusia, di dalam perjalanannya menuju Allah dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok :
Ada kelompok manusia yang memilih jalan yang disebut dengan sebutan “jalan yang lurus” (shirat al-mustaqim). Dengan jalan inilah dia menuju Allah. Jalan ini adalah seutama-utamanya dan semudah-mudahnya jalan, dan dengan segera akan menyampaikan manusia kepada tujuannya.
Sesungguhnya pengutusan seluruh nabi bertujuan untuk menjelaskan jalan ini kepada manusia, Allah SWT berfirman, “Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya (QS. Al-An’am : 153)
Allah SWT telah menurunkan semua kitab langit kepada manusia dengan tujuan supaya manusia mengetahui jalan menuju kepada-Nya. Itulah jalan keselamatan dan kebahagiaan yang lurus, yang mana seorang manusia di dalam perjalanannya menuju Tuhannya tidak memerlukan jalan lain selain jalan ini. Karena, barangsiapa meniti jalan lain selain jalan ini maka dia akan tersesat dan menyimpang dari jalan yang lurus, dan oleh karena itu dia kan mendapat siksa yang pedih.
Wahai manusia, sesungguhnya di alam ini anda memiliki perjalanan dan gerak kesempurnaan, yang akan membawa anda kepada Allah SWT dan berjumpa dengan-Nya. Jika anda menginginkan kebahagiaan, maka ikutilah jalan yang lurus ini yang menuju kepada-Nya.
Banyak umat yang telah mendapat petunjuk ke jalan yang lurus ini, lalu mereka pun mengikutinya; dan di masa yang akan datang pun umat-umat yang lain akan mengikutinya. Akan tetapi, secara umum antara suatu umat dengan umat yang lain berbeda-beda di dalam kecepatan meniti jalan yang lurus ini. Sebagian dari mereka berloba-lomba di dalam gerak menuju Allah Azza Wajalla, sehingga anda dapat melihat kecepatan mereka melebihi kecepatan yang lainnya.
Kelompok inilah yang disebut oleh Al-Quran dengan julukan as-sabiqun, Allah SWT berfirman,“Dan orang-orang yang paling dahulu beriman (as-sabiqun), mereka itulah orang-orang yang didekatkan kepada Allah. (QS. Al-Waqi’ah : 10).
Selain kelompok as-sabiqun ini, juga terdapat kelompok lain dari manusia yang meniti jalan yang sama, yang oleh Al-Quran disebut dengan ashabul yamin (golongan kanan), Allah SWT berfirman, “Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Mereka berada di antara pohon bidara yang tidak berduri.” (QS. Al-Waqiah : 27-28).
Sesungguhnya kata al-yamin berasal dari kata al-yumn yang berarti keberkahan. Para filosof berkata bahwa kelompok ashabul yamin, di dalam meniti jalan yang lurus lebih lambat dibandingkan kelompok yang di atas. Akan tetapi, mereka semua bergerak dengan tekun dan sungguh-sungguh di jalan yang lurus. Mereka semua bekerja sama di dalam satu tujuan, yaitu bertemu Allah SWT.
“Shirat al-Mustaqim”, pada hakikatnya adalah dua jalan, yaitu jalan di dunia dan jalan di akhirat.
“Shirath al-mustaqim”, yang ada di dunia ialah jalan yang lebih rendah daripada sikap berlebih-lebihan (al-ghuluww) dan lebih tinggi daripada sikap melalaikan (at-taqshir), dan jalan yang lurus yang tidak condong kepada sesuatu yang batil.
Sebagian ulama mengatakan, sesungguhnya jalan yang lurus mempunyai sisi lahir dan sisi batin. Sisi lahirnya ialah dunia dan sisi batinnya ialah akhirat. Jika kita ingin memahami perjalanan menuju surga maka kita harus memperhatikan keadaan kita di dunia ini.
Gerak dan perjalanan yang kita lakukan di dunia yang hina ini, akan dapat kita lihat hakikat yang sesungguhnya pada hari kiamat kelak. Orang yang gerak perjalanannya di dunia cepat dan bersifat malakut. Demikian juga dengan orang yang gerak perjalanannya di dunia lambat, maka gerak perjalanannya di akhirat pun akan lambat.
Jika seorang manusia terpeleset di dalam perjalanannya di dunia maka dia pun akan terpeleset di dalam perjalanannya di kehidupan akhirat. Sebagaimana anda melihat bahwa manusia berbeda-beda di dalam perjalanan mereka di dunia maka anda pun akan melihat mereka berbeda-beda di dalam perjalanan mereka di akhirat.
Barang siapa yang geraknya berada pada jalan yang lurus maka di sana pun geraknya yang lurus, dan barang siapa yang di sini geraknya tidak lurus maka di sana dia akan jatuh ke dalam neraka jahanam.
Terdapat sebuah penafsiran mengenai firman Allah SWT yang berbunyi, “Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.” (QS. Al-Fajr : 14). penafsiran itu berbunyi, “Sebuah terowongan yang berada di atas jembatan shirath al-mustaqim, yang tidak dapat dilewati oleh seorang hamba dengan kegelapan.”
Berkenaan dengan ayat Al-Quran Al-Karim yang berbunyi, “Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus”. Terdapat sebuah penafsiran yang mengatakan, “Kekalkanlah taufik-Mu bagi kami, yang dengannya kami telah bisa menaati-Mu pada hari-hari kami yang lalu, sehingga kami pun bisa tetap menaati-Mu pada masa yang akan datang. Jalan yang lurus itu ada dua: jalan di dunia dan jalan di akhirat.”
Imam Ja’far ash-Shadiq berkata mengenai firman Allah SWT yang berbunyi, “Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus”, tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus, bimbinglah kami untuk berpegang kepada jalan yang akan mendorong kepada kecintaan-Mu, dan menyampaikan kepada surga-Mu.
Kata-kata “Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus” artinya ialah, “Ya Allah, sukseskanlah kami di dalam meniti jalan-Mu yang lurus. Dengan kata lain, tunjukkanlah kami kepada jalan yang pada kahirnya kami dapat berjumpa dengan-Mu, Ya Allah, sesungguhnya Rasul Engkau telah berkata, “Sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia” (QS. Al-An’am : 153), sungguh kami telah melakukan itu, akan tetapi Engkau harus meraih tangan kami supaya kami dapat sampai ke sisi-Mu, maka kekalkanlah perhatian, rahmat, dan keridhaan-Mu, sehingga kami bisa sampai kepada tujuan.
Singkatnya, sesungguhnya kita berusaha untuk sampai kepada tujuan melalui jalan yang lurus, dan jalan yang lurus ini terus berlanjut dan ada akhirnya. Akhirnya itu adalah perjumpaan dengan Allah yang Mahamulia dan juga dengan rahmat-Nya yang meliputi segala sesuatu.
Sesungguhnya jalan ini adalah jembatan shirath al-mustaqim, dan jembatan shirath al-mustaqim lebih halus daripada sehelai rambut dan lebih tajam daripada sebilah pedang. Dan sesungguhnya lahiriah jembatan shirath al-mustaqim ini ialah di sini (di dunia), sementara hakikatnya di sana (di akhirat). Barangsiapa tidak mengetahui kehalusan dan ketajamannya maka dia akan tersesat dan menyimpang dari jalan yang lurus, serta akan masuk ke dalam neraka jahanam yang menyala-nyala di hari akhirat kelak.
Sesungguhnya menjaga keistiqamahan perjalanan di dunia ini sangat sulit sekali. Yang dimaksud dengan keistiqamahan perjalanan di sini ialah berpegang teguh kepada agama yang lurus dan syariat yang benar. Seorang yang memegang teguh agamanya tidak ubahnya seperti orang yang menggenggam bara api. Mungkin, generasi yang akan datang sesudah kita akan menghadapi kesulitan yang lebih banyak dibandingkan kita sekarang ini dalam memegang ajaran agama.
Terkadang seorang manusia menyimpang dari jalan yang lurus di bawah slogan yang bermacam-macam, seperti slogan “revolusioner”, “pejuang”, “Mujahid”, dan slogan-slogan lain yang pada lahirnya mengandung arti yang bagus.
Terkadang beberapa ungkapan dapat menyimpangkan seorang manusia dari jalan yang lurus dan menjerumuskannya ke dalam kesesatan, dan ketika dia sadar akan hal itu dan bermaksud kembali ke jalan yang lurus dia melihat kesempatan telah berlalu. Kembali kepada keadaan yang pertama adalah sesuatu yang sulit meskipun tidak dikatakan mustahil. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dan sadar akan apa yang kita katakan, karena jika tidak maka kehancuran tengah menanti orang-orang yang lalai. Betapa banyak orang yang terjatuh selama bertahun-tahun hanya disebabkan satu kalimat yang diucapkannya bukan pada tempatnya.
Seekor semut yang mengangkat sebuah biji gandum dengan mulutnya untuk dibawa naik ke atas batu yang tinggi, karena lelah sekali dan sedikit lalai maka dia pun terjatuh sekaligus dengan biji gandum bawaannya ke bagian batu yang paling bawah.
Dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, ia berkata mengenai firman Allah SWT yang berbunyi,“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, Tuhan kami adalah Allah’ Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka” (QS. Fushsilat : 30), “Engkau telah mengatakan Tuhan kami adalah Allah”. Oleh karena itu beristiqamalah kamu pada Kitab-Nya, pada jalan perintah-Nya, dan pada jalan hamba-hamba-Nya yang saleh. Jadikanlah lisan itu sebagai sesuatu yang satu, dan hendaknya seseorang menyimpan lisannya. Karena, sesungguhnya lisan ini tidak ubahnya seperti kuda liar bagi si pemiliknya. Demi Allah, aku tidak melihat seorang hamba yang bertakwa dengan takwa yang memberikan manfaat kepada dirinya sehingga dia menjaga lisannya.
Rasulullah SAW telah bersabda, “Tidaklah lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tidaklah lurus hati seorang hamba sehingga lurus lisannya.”
Sesungguhnya jembatan shirath al-mustaqim adalah jalan yang sempit dan halus, dan melintasinya adalah bukan perkara yang mudah. Namun demikian, hal itu menjadi mudah bagi mereka yang mengetahui apa yang mereka lakukan, memahami apa yang mereka ketahui, dan mengetahui kedudukan mereka di dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, serta mengetahui kenapa mereka datang ke dunia; kemana mereka akan pergi; dan jalan apa yang harus mereka tempuh.
Sesungguhnya hal itu sesuatu yang mudah bagi mereka yang mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat mereka meskipun mereka tidak melihatnya. Mereka tahu bahwa Allah SWT selalu hadir baik pada saat sendiri maupun pada saat banyak orang, baik pada waktu malam maupun pada waktu siang; dan mereka tahu bahwa sesungguhnya Allah senantiasa melihat, mengawasi, menghitung, dan mencatat amal perbuatan mereka, Allah SWT berfirman,
Dia mengetehaui (pandangan) mata yang khianat dan apa disembunyikan oleh hati. (QS. Ghafir : 19)
Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (QS. Ali Imran : 119)
Sesungguhnya salah satu di antara kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya ialah Dia mengutus para nabi untuk menunjukkan jalan yang lurus kepada manusia. Para nabi telah menanggung berbagai penderitaan dan cobaan dengan dada yang lapang, supaya mereka bisa memberikan petunjuk kepada manusia ke jalan yang lurus.
Banyak riwayat yang menceritakan bahwa Nabi Zakaria as telah menyeru kaumnya siang dan malam supaya mereka beristiqamah di jalan yang lurus. Akan tetapi kaumnya malah bermaksud membunuhnya. Nabi zakaria pun lari dari tengah-tengah mereka dan berlindung ke sebuah pohon, lalu pohon itu terbuka baginya, dan Nabi Zakaria pun masuk ke dalam perut pohon, kemudian pohon itu merapat kembali. Setan memberitahukan kepada mereka tempat persembunyian Nabi Zakaria, dan memerintahkan mereka untuk menggergaji pohon itu. Mereka pun melaksanakan apa yang diperintahkan oleh setan, sehingga tubuh Nabi Zakaria terbelah menjadi dua.
Allah SWT mengutus rasul demi rasul ke dunia, hingga jumlah mereka mencapai 124 ribu orang rasul. Itu semua merupakan rahmat dan kasih sayang dari-Nya, dan juga untuk menyempurnakan hujah atas seluruh alam.
Sekiranya tidak ada para nabi, para rasul, atau para wali maka kita tidak akan mendapat petunjuk ke jalan yang lurus. Kita harus berhati-hati dari kelalaian yang akan menyebabkan kita jatuh dan menyimpang dari jalan yang lurus, yaitu berbicara bukan pada tempatnya, mengumpat seorang Muslim, berhura-hura, atau hal-hal lainnya yang akan menyebabkan terjerumusnya kita ke dalam kehinaan di dunia dan ke dalam neraka Jahannam di akhirat kelak.
Sebagian orang telah mendapat petunjuk ke jalan menuju Allah dan mereka telah benar-benar mengetahuinya. Akan tetapi mereka berpaling dari jalan itu dikarenakan pembangkangan dan kekeraskepalaan mereka. Pembangkangan mereka menuntun mereka ke jalan-jalan lain yang tidak lurus, meskipun mereka mengetahui benar jalan yang lurus. Dengan mudah mereka mengingkari kebenaraan dan terus menerus berada di dalam kelaliman.
Ketika bertemu Allah, mereka akan dijerumuskan ke dalam tempat yang paling rendah. Sebaliknya, orang-orang yang mendapat petunjuk ke jalan yang lurus, dan kemudian mereka beristiqamah di jalan itu, mereka akan mendapatkan rahmat Allah yang luas, dengan demikian, perjumpaan dengan Allah bagi orang-orang yang saleh adalah berarti rahmat, sedangkan bagi orang-orang yang durhaka adalah berarti bencana. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya menetapkan hukum hanyalah hak Allah” (QS. Al-An’am : 57).
Sesungguhnya orang-orang yang membangkang dan menyimpang dari jalan yang lurus setelah mereka mendapat petunjuk jumlahnya banyak sekali.
Tidaklah penyimpangan dan kesesatan itu melainkan hasil buah tangan mereka sendiri. Dengan begitu, kekuasaan setan atas hati mereka menjadi semakin besar, sebagai ganti dari kekuasaan Allah atas hati mereka. Allah SWT berfirman, “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya.” (QS. Al-Jatsiyah : 23).
Al-Quran Al-Karim telah banyak menceritakan kepada kita peristiwa-peristiwa yang menunjukkan pengetahuan orang-orang yang menyimpang terhadap jalan yang benar, namun demikian mereka enggan menerimanya dan malah mengikuti kesesatan. Contohnya putra Nabi Nuh as yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Dia tidak mau mengikuti perintah Nabi Nuh as, ayahnya.
Nabi Nuh as membuat sebuah perahu, lalu dia berkata kepada kaumnya, “Naiklah kamu ke dalam perahu”. Dan salah seorang dari mereka ialah anaknya, Nabi Nuh as memahamkan kepada kaumnya bahwa tidak ada tempat berlindung dari Allah kecuali kepada-Nya Kaumnya, secara berkelompok-kelompok mengejek Nabi Nuh as, namun Nabi Nuh berkata kepada mereka :
“Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami pun mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek kami. Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa oleh azab yang kekal. (QS. Hud : 37-38)
Hingga apabila perintah, Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman, “Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.” Dan tidaklah beriman bersama dengan Nuh itu kecuali hanya sedikit. (QS. Hud : 40).
Dan Nuh memanggil anaknya, sedangkan anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata, “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah saja Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang yang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud : 42)
Allah SWT telah berbicara kepada kita di dalam Kitab-Nya yang mulia mengenai banyak orang yang berilmu, orang yang kaya, dan para penguasa, yang mengetahui jalan yang lurus namun dikarenakan pembangkangan yang ada di dalam diri mereka, mereka enggan mengikuti jalan kecuali jalan yang sesat dan menyimpang. Allah SWT berfirman, “Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” (QS. Saba : 34)
Janganlah anda mengira wahai para pembaca yang mulia bahwa para pembesar-pembesar itu bodoh dan tidak tahu.
Tidak, sama sekali tidak. Akan tetapi pembangkangan dan kesombongan mereka itulah yang telah mencegah mereka untuk mengira para rasul yang datang dengan membawa petunjuk dan kebenaran. Pada masa sekarang pun kita dapat menyaksikan hal itu dengan jelas.
Sesungguhnya orang-orang yang menghalang-halangi para nabi dan para rasul serta risalah-risalah Ilahiyyah yang mereka bawa, kebanyakannya berasal dari kalangan orang yang berilmu, politikus, atau orang-orang yang kepentingan materi mereka tidak sejalan dengan tujuan yang dibawa oleh para nabi. Jika kita meneliti tentang siapa-siapa saja yang mendustakan dan menentang 124 ribu nabi yang diutus oleh Allah SWT, niscaya kita dapat melihat hal itu dengan jelas. Sebaliknya, kita dapat melihat bahwa kebanyakan pengikut para nabi atau orang-orang yang membenarkan mereka tatkala mereka datang adalah berasal dari orang-orang miskin dan orang-orang yang tertindas. Saya tidak ingin menjadikan hal itu sebagai dalil tidak adanya para pembangkang dan para penentang yang berasal dari kalangan orang miskin dan orang-orang yang tertindas. Akan tetapi, saya bisa mengatakan bahwa penentangan dan permusuhan yang berasal dari kalangan orang miskin dan orang tertindas jauh lebih kecil dibandingkan penentangan dan permusuhan yang ditunjukkan oleh kalangan orang kaya dan para penguasa.
Dari sini kita dapat mengetahui bahwa perkara seperti ini telah terjadi sejak zaman Nabi Adam as, dan akan terus berlanjut hingga hari kiamat.