Oleh : Abbas Rahimi
Faktor-faktor Lain Yang Mempengaruhi Keamanan Dalam Masyarakat
Tidak di ragukan bahwa apabila masyarakat menginginkan keselamatan dan kebersihan tetap tinggal di dalamnya dan tidak terjebak dengan alamat-alamat berbahaya akan kerusakan akhlak dan sosial, maka semuanya harus mengenal secara baik faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan masyarakat dan dengan memberikan kekuatan satu sama lain di semua sektor, sehingga dapat meraih suatu masyarakat yang bersih dan sehat. Mendidik masyarakat dengan pengajaran dan pendidikan insani dan akhlak, dan yang berkaitan dengan itu dapat memperkuat keimanan seseorang yang dalam bagian ini kami akan isyaratkan sebahagian dari faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi keamanan masyarakat.
A. Iman
Faktor penting dan penghalang yang dapat menahan semua kerusakan dan merubah seorang manusia menjadi seorang malaikat adalah iman dan kepercayaan pada suatu agama. Seseorang yang berkeyakinan pada hari kiamat, pahala dan dosa dan mengetahui bahwa berbuat dosa adalah mencoreng kehinaan bagi masa depan manusia dan bagaimana dosa itu membuat nama tercemar dan mempersembahkan penyesalan abadi bagi manusia, maka dia tidak akan pernah menyentuh dosa, menjual diri dan menarik hati lawan jenisnya, sehingga menjerumuskan ribuan pemuda suci pada perbuatan dosa; dalam hal ini kekuatan iman dan kepercayaan pada satu agama adalah suatu kebutuhan; demikian pada zaman Rezakhan keluarga-keluarga yang beragama dan beriman, mereka berdiri tegak untuk mempertahankan hijabnya dari maksud-maksud buruk penjajah yang memalukan sampai mereka selangkah lebih maju dan mencapai batas kesyahidan.
B. Harga Diri Lelaki, Pelindung Kehormatan Keluarga
Bagi seorang lelaki, harga diri adalah salah satu dari faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan masyarakat. Tuhan meletakkan tanggung jawab kepada lelaki sebagai pelindung kehormatan dan air muka keluarga dan harga diri ini tersimpan dalam wujud dirinya dan itu merupakan suatu nilai lebih bagi seorang lelaki, demikian pula apabila harga diri ini tidak ada pada dirinya maka semangat dan kelemahan iman akan meliputinya. Islam menginginkan dari lelaki untuk menjaga air muka dan kehormatannya dan tidak kurang lebih dari seekor ayam pejantan yang tidak membiarkan ayam pejantan lain memasuki batas-batas kehormatan dia, demikian pula ditegaskan bahwa lelaki harus menyarankan istri dan putri-putrinya memakai pakaian yang pantas dan menjauhkan mereka dari permainan nafsu. Oleh karena itu sebagai seorang suami dan seorang ayah yang perkasa dan memiiliki harga diri, tidak akan rela menanti istri atau putri-putrinya yang berhijab buruk atau tidak berhijab, terlihat di mata lelaki non muhrim atau menghias dirinya untuk mereka dan suami atau ayah juga tidak akan rela melihat ribuan mata rakus dan bernafsu memandang pada air muka istri dan putri-putrinya, dan menyalahgunakan mereka.
Rasulullah SAW berkata: “Memliki harga diri adalah persyaratan dari iman.” (Mizan al-Hikmah)
Imam Ali Kw berkata: “Harga diri yang dimiliki oleh lelaki adalah dari Tuhan.”
Demikian juga berkata: “Orang yang memiliki harga diri, tidak akan pernah melakukan perbuatan zina.”
Rasulullah SAW berkata: Innallaha ta’ala yujibbu min ‘ibaadihilgayuru; Tuhan menyukai orang yang memiliki harga diri.
Demikian juga beliau berkata: Inni lagayuurun wallahu ‘azzawajalla agaerun minni; Saya adalah berharga diri dan Tuhan yang Maha Besar lebih berharga diri.
Rasulullah SAW berkata: “Tidak ada seorangpun yang lebih memiliki harga diri selain Tuhan, dengan dalil ini seluruh dosa-dosa yang nampak dan tidak nampak diketahui sebagai dosa.”
C. Kesucian Umum, Hak Umum
Dalam masyarakat, manusia harus menjaga kesucian umum dan tidak seorangpun yang keberatan terhadap hak ini. Untuk menjaga kesucian umum ini, Islam membuat pelarangan terhadap semua masalah yang akan merusak hak ini dan salah satunya adalah tidak berhijab. Al-Quran Karim menjelaskan dengan perumpamaan dan penuh adab tentang semua masalah yang menyangkut dengan suami istri (hubungan suami istri) yang dimana jangan sampai asas pokok sosial (kesuciaan menyeluruh) ini tercoreng dan terhapus. Diwajibkan menghadirkan empat saksi dalam memutuskan suatu perkara pemerkosaan, mendesak untuk menyembunyikan masalah yang berhubungan dengan jenis kelamin jangan sampai anak-anak mengetahuinya, desakan atas model berpakaian dan menjauhi pakaian-pakaian yang tipis, merangsang dan menampakkan badan, menekankan wanita dan lelaki non muhrim agar tidak berkhalwat, menjauhi sendagurau atau bercanda wanita dan lelaki non muhrim bahkan sangat dilarang memberikan salam kepada wanita muda, dan haram menuduh khususnya tuduhan berzina dan wajibnya cambuk sebanyak delapan puluh kali kepada orang yang menuduh, menjauh dari permusuhan khususnya kata-kata tidak sopan tentang kelamin, pengharaman hubungan kelamin yang tidak sah (bagaimanapun bentuknya), melarang wanita dan lelaki non muhrim berjabat tangan, dilarang mencium anak lelaki tujuh tahun keatas dengan wanita non muhrim dan dilarang mencium anak perempuan tujuh tahun keatas dengan anak lelaki dan lelaki dewasa non muhrim, menulis dan merancang kisah-kisah percintaan, melarang musik-musik dan nyanyian-nyanyian yang merangsang, melarang film-film dan peragaan-peragaan percintaan, melarang penyanyi wanita menyanyi di hadapan para lelaki, melarang berjoget dan menari yang mengumbar syahwat, kesemuanya ini adalah untuk menjaga kesucian umum dan kehormatan manusia agar supaya kehormatan dan harga diri tidak hilang dan punah, agar supaya tirai-tirai tidak menipis, agar supaya tidak mengarah kepada perbuatan dosa, agar supaya tidak terbiasa melakukan dan berbuat dosa dan tidak merubah masyarakat manusia menjadi masyarakat binatang. Kehormatan, identitas, keselamatan dan kebahagiaan masyarakat adalah hal-hal yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara. Olehnya itu dalam menjaga batasan-batasan kehormatan, identitas dan lain sebagainya merupakan tugas masing-masing manusia.
Al-Quran menyayangkan tentang berbagai perkara yang berkaitan dengan orang-orang yang melanggar batas dengan perantaraan manusia dan menyarankan agar semuanya menjaga batas dan peniadaan penyalahgunaan pada batas-batas tersebut dan juga diketahui bahwa orang-orang yang melanggar batas adalah orang yang zalim .
“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. Al-Baqarah : 229)
Orang Yang Tidak Memiliki Harga Diri adalah Rendah
Seperti yang telah dijelaskan dan disarankan kepada orang yang memiliki harga diri dan yang tidak, bahwa orang yang tidak memiliki harga diri dan juga orang yang tidak mampu membedakan sesuatu adalah orang yang telah menjadi bahan makian dan cercaan. Imam Ali Kw berkata: “Tuhan menjadi pengawas bagi orang mukmin dikarenakan harga dirinya; olehnya itu orang mukmin harus berusaha menjadi orang yang memiliki harga diri; sebab orang yang tidak memiliki harga diri adalah orang yang rendah.”
Kekhawatiran Imam Ali Kw Terhadap Masyarakat Pada Zamannya
Imam Shadiq menukil hadis dari Imam Ali Kw yang berbunyi: Tuhan membenci orang yang tidak memliki harga diri. Wahai masyarakat Irak! Telah sampai berita kepada saya bahwa wanita-wanita yang kamu miliki saling bahu membahu dengan lelaki diperjalanan (di lorong dan di jalanan). Apakah kamu tidak merasa malu? La’anallahu man laa yugaaru; Tuhan melaknat orang yang tidak memiliki harga diri.
Demikian juga dalam hadis lain dikatakan: Apakah kamu tidak malu? Apakah kamu tidak memiliki harga diri, di mana wanita-wanita kamu memasuki pasar dan bercampur baur dengan para lelaki?
Harga Diri Tidak Pada Tempatnya
Demikian halnya bahwa lelaki yang tidak memilki harga diri, dengan mudah akan menempatkan air mukanya di mata orang lain dan terkadang ditemukan dalam perjamuan sebuah pesta dan terkadang pula dengan mengatasnamakan seni seperti percampuran binatang dan juga berbangga-bangga, dan mereka menamakan itu sebagai pembaharuan dan pemikiran baru, adalah mungkin seseorang juga dikarenakan ingin berlebih-lebihan dan menjadikan air mukanya lebih dari batas sehingga menekan ruh dan psikologinya dan bahkan tidak mengizinkan dirinya berdialog dan berbicara dengan sesama muhrimnya, kegemaran yang demikian ini juga telah menjadi cacian dan cercaan; yakni tidak boleh melanggar batas yang telah menjadi urf (pemberlakuan).
Imam Ali dalam pesan beliau kepada anaknya Imam Hasan yang berbicara tentang harga diri tidak pada tempatnya beliau mengatakan: “Berhati-hatilah dari pengawasan harga diri yang tidak pada tempatnya sendiri; sebab dampaknya akan berbalik ke tempatnya semula dan juga dapat menyebabkan wanita-wanita suci terperangkap dan terjerumus ke dalam fitnah.”
Oleh karena itu tidak boleh menganggap remeh keseimbangan, dan lelaki disamping mengawasi kepemilikan dan keluarganya serta kebutuhan akan pakaian penutup (Hijab) dan menghindar dari jangkauan mata-mata rakus dan hati-hati yang berpenyakit, lelaki juga tidak boleh menekan keluarganya lebih dari semestinya dan mengarahkan pada keterbatasan-keterbatasan yang berlebihan.
D. Kesucian Wanita, Bendungan Baja.
Kesucian (sifat malu) adalah juga faktor lain dalam membantu menjaga kesucian seseorang dan masyarakat. Seperti yang Tuhan hiaskan pada lelaki dengan hiasan kepemilikan harga diri dan kesempurnaannya diketahui berada dalam harga dirinya, wanita juga telah dihiasi dengan hiasan kesucian (malu); meskipun setiap manusia apakah wanita dan lelaki harus senang dan gembira menerima karakter ini, akan tetapi sifat ini lebih banyak diberikan perhatian khusus pada wanita. Dalam hadis di katakan: “Al hayaau hasanun wa huwa minannisaai ahsanu”Kesucian (malu) adalah baik; tetapi kesuciannya seorang wanita adalah lebih baik.
Al-Quran memuji putri-putri Nabi Syu’aib as dikarenakan sewaktu bertemu dengan Nabi Musa as mereka malu-malu.
Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu dan menyampaikan pesan ayahnya kepada dia.
Imam Ali Kw mengetahui bahwa malu dan sifat malu adalah wadah seluruh kebaikan-kebaikan dan mengatakan: “Al hayaau sababun ila kulli jamiilin” Malu adalah wadah untuk mencapai seluruh keindahan-keindahan.
Demikian pula beliau berkata: “Al hayaau miftaahun kulli khaerin” Malu adalah kunci segala kebaikan.
Dan juga berkata: “Al hayaau ahsanu malaabisi addunyaa” Malu, adalah paling baiknya pakaian dunia.
Rasulullah SAW berkata: “Al hayaau khaerun kulluhu” Malu adalah seluruh kebaikan (berkumpul pada dirinya).
Malu, Mencegah Kerusakan
Secara alami, seorang yang memiliki rasa malu akan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Seorang yang memiliki rasa malu dia tidak akan melewati bahkan berjalan di depan pengadilan, penjara atau pusat-pusat yang semacamnya itu, seorang yang memiliki rasa malu kepada saudara laki-lakinya dan ayahnya dia tidak akan berjalan di hadapan mereka dengan pakaian mini dan pakaian yang semacam itu, dia tidak akan menginjakkan kakinya di pasar dengan berhias (make up) dan potongan kepala dan rambut yang tidak tertutup.
Dari sisi lain seorang yang tidak memiliki malu dan sifat malu, dia akan melakukan berbagai macam penyimpangan.
Imam Ali berkata: “Malu dan sifat malu akan mencegah dari perbuatan-perbuatan buruk.”
Demikian pula berkata: “‘Ala qadri alhayaai takuunul’iffatu” Suci dan kesucian setiap orangsetara dengan malu dan sifat malu yang di milikinya.
Imam Shadiq as berkata: “La imaana liman la hayaaa lahu” Seseorang yang tidak memiliki rasa malu, dia tidak memiliki iman.
Yakni sifat malu dan iman saling membahu satu sama lain dan tidak akan pernah saling berpisah. Oleh karena itu orang yang mendakwa dirinya memiliki iman dan agama berarti dia tidak boleh tidak memiliki rasa malu dan orang yang mendapat sifat insani ini, tidak akan pernah menyentuh perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai.
Adalah tidak mungkin seorang perempuan dengan sifat malu yang dimilikinya bersedia keluar rumah dengan berdandan atau memakai pakaian yang menampakkan lekuk tubuh dan merangsang atau menggunakan minyak wangi dan harum-haruman di depan non muhrim dan berjalan di hadapan mereka atau berbicara dan bercanda dengan non muhrim atau menulis surat cinta untuk anak lelaki non muhrim atau berteman (pacaran) dengan lelaki atau bersedia berkeliling di jalanan pada sebuah pesta perkawinan dengan keadaan yang tidak sepantasnya dan ribuan mata rakus mengintai dirinya.
Seorang wanita muda dengan sifat malu yang dimilikinya dan juga seorang lelaki dengan harga diri yang dimilikinya, mereka tidak akan mungkin melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang serupa di atas.
Larangan Mematahkan Dinding Sifat Malu
Adanya pelarangan untuk tidak mematahkan sifat malu ini, dikarenakan dalil bahwa betapa pentingnya dampak dari sifat malu di mana setiap perkara dapat dilakukan oleh wanita dan lelaki yang tidak memiliki sifat malu; seperti membaca roman-roman dan cerita-cerita percintaan, menjalin hubungan dengan non muhrim dan ikut dalam pertemuan-pertemuan mereka, menonton film-film yang dapat membangkitkan dan merangsang bahkan pada masa kanak-kanak, mendengar musik-musik yang dapat berefek kurang baik, dan dalam konteks ini ayah dan ibu juga harus menjauhkan dari pandangan dan penglihatan anak-anaknya mengenai masalah-masalah hubungan suami istri yang apabila tidak dijaga dan anak-anak mendengar nafas mereka, maka akan memberikan dampak pada masa depan dia. Membaca puisi-puisi cinta dan nyanyian-nyanyian ringan dalam pesta perkawinan dan pesta ulang tahun anak-anak, kesemuanya ini adalah perbuatan yang tidak benar, bahkan lelaki non muhrim dilarang untuk segera duduk apabila seorang wanita duduk di sebuah tempat dan bangkit dari tempatnya (sebab tempat duduk wanita itu masih hangat).
Rasulullah SAW berkata: “Wa idza qaamati almar’atu min majlisihaa falaa yajuzu lirajuli an yajlisa fiihi hatta yabruda” Kapan saja seorang wanita bangkit dari tempat duduknya, tidak bolehkan lelaki non muhrim duduk di tempat dia sampai tempat itu dingin.
Anda lihat bahwa pada dasarnya Islam memberikan perhatian untuk tidak mengada-adakan suatu masalah bahkan berkhayal untuk merusak. Pertanyaannya di sini bahwa apakah perbuatan dan kelakuan wanita dan lelaki pada hari ini adalah Islami? Wallahu a’lam bisshawab