Dalam menjalani kehidupan keummatan, permasalahan demi permasalahan silih berganti hadir di tengah-tengah kita. Persoalannya kemudian, bagaimana kita menyikapinya. Sekelompok orang dalam menanggapi sebuah masalah umat, seringkali menggunakan ‘logika kekuatan’. Dengan hanya berlandaskan pada dugaan-dugaan semata dan sejumlah prasangka mereka lalu memojokkan seseorang atau kelompok tertentu yang dianggap berbeda dengannya. Lewat situasi seperti itu, hampir bisa dipastikan ruang komunikasi dan dialog tidak terjadi lagi. Karena satu pihak merasa paling layak menyandang atribut kebenaran, sementara di pihak lain pada posisi yang salah. Komunikasi dan dialog baru bisa terjalin bila berada pada keadaan yang setara dan berimbang, sehingga tidak ada yang paling benar dan tidak ada yang terhukumi. Tapi sebagian lainnya di kalangan umat ini, dalam melihat problem umat masih mengedepankan ‘kekuatan logika’. Artinya segala sesuatunya tidak dengan pendekatan emosionalitas tapi melalui proses penalaran rasionalitas dengan menggunakan akal sehat dalam melihat berbagai macam persoalan yang ada. Dengan begitu, jalinan persaudaraan antara sesama kaum muslimin menuju ukhuwah Islamiah yang hakiki akan lebih mudah terwujud. Perpecahan umat baru akan muncul bila kita senantiasa mencarikan solusi dari setiap persoalan dengan menggunakan logika kekuatan. Kita semua tentu tidak menghendaki sejarah kelam masa lalu melanda kembali kaum muslimin sekarang ini. Bila perpecahan demi perpecahan datang lagi, rasanya mungkin kita perlu bertanya ; benarkah perpecahan itu merupakan takdir? Wallahu a’lam bisshawab.
Wassalam