Irfan & Akhlak

Kesempatan – Kesempatan Emas (2)

Oleh : Syaikh MT. Misbah Yazdi

 

Musafir Tanpa Bekal Takwa di Dunia Tidak akan Pernah Sampai di Tujuan 

Sang Amirul Kalam dalam lanjutan nasihatnya berkata, “Minal fasadi idha’atuzzad, Membuang-buang bekal adalah penyebab kehancuran.” Apabila seseorang membuang-buang serta menghamburkan bekal perjalanannya dengan dalih dapat memperolehnya kembali, perbuatannya sama dengan menjatuhkan diri sendiri ke dalam sumur. Membuang-buang bekal perjalanan sama halnya dengan memosisikan diri dalam bahaya. Mengingat bahwa dalam Al-Quran serta riwayat-riwayat yang sampai dari para insan suci, bahwa bekal perjalanan orang-orang beriman adalah ketakwaan, Imam Ali hendak mengatakan bahwa jangan pernah meninggalkan takwa dalam kehidupan dunia. Manusia yang kehilangan ketakwaan tak ubahnya seperti pengembara dan musafir yang kehilangan bekal, dan dapat dipastikan bahwa hilangnya bekal akan berakibat pada kematian serta kebinasaan.

Beliau juga berkata, “Rubba yasirin anma min katsir, Adakalanya sesuatu yang sedikit berkembang lebih pesat daripada yang banyak.” Terkadang alasan penundaan sebuah pekerjaan serta tidak dipakainya kesempatan yang ada adalah anggapan bahwa bila dikerjakan sekarang maka hasilnya  kurang maksimal. Seseorang kemudian menanti sebuah kesempatan di kemudian hari yang diawali dengan berbagai persiapan matang dengan harapan dicapainya hasil yang lebih banyak. Pemikiran yang seperti itu membuat seseorang mengabaikan hasil yang sedikit pada saat ini, demi hasil yang lebih banyak di masa mendatang. Dia beranggapan bahwa sebuah pekerjaan bila dilakukan dengan persiapan-persiapan yang panjang pasti akan memberikan hasil yang lebih banyak dan lebih maksimal, namun dia tidak menyadari bahwa pemikiran itu tidak bersifat menyeluruh dan universal. Tentu, apabila hitung-hitungan pasti mengatakan bahwa bila sebuah pekerjaan ditunda akan memberikan hasil yang lebih baik dan bila dilakukan sekarang akan menghambat serta menghalangi hasil yang lebih baik itu, maka boleh saja seseorang menundanya, (akan tetapi bila sama-sama tidak pasti, maka tidak benar bila pekerjaan hari ini ditunda dan diundur).

Sebagai misal, apabila anda mempunyai modal yang bila digunakan hari ini pada pekerjaan tertentu akan memberikan keuntungan sepuluh persen, namun bila anda bersabar satu dua hari modal tersebut bisa digunakan dalam sebuah transaksi yang memberikan keuntungan dua puluh persen, tentu dalam hal ini sebaiknya anda bersabar dan menunggu beberapa waktu untuk laba yang lebih baik. Dengan demikian, apabila investasi hari ini menyebabkan kita tidak bisa berinvestasi di kemudian hari dengan kepastian keuntungan yang lebih banyak, maka langkah yang rasional adalah menunda investasi hari ini untuk berinvestasi dikemudian hari dengan keuntungan yang lebih besar. Dalam hal ini seorang yang berakal akan berkata kepada dirinya, “Mengapa modal ini saya investasikan untuk sebuah pekerjaan dengan sepuluh persen keuntungan? Bukankah lebih baik aku tunda besok untuk sebuah pekerjaan dengan keuntungan dua puluh persen.” Ketika di antara dua investasi di atas hanya satu yang bisa dipilih, tentu yang seharusnya dipilih adalah yang presentase keuntungannya lebih besar. Namun bila keduanya bisa dilakukan bersama-sama, maka seharusnya kedua investasi itu dijalankan. Yakni, bila investasi pertama dengan keuntungan sepuluh persen tidak mengganggu investasi kedua dengan keuntungan dua puluh persen, sebaiknya dua kesempatan itu diambil sehingga ia dapat meraih dua keuntungan sekaligus.

Contoh lain, seandainya hari ini adalah tanggal 12 Rajab, seseorang berkata kepada dirinya, “Baiklah, saya tidak puasa hari ini, tapi saya akan puasa pada tanggal 13 Rajab karena termasul dalam Ayyamul Bidh” dan pahala puasa di Ayyamul Bidh lebih besar dibandingkan hari-hari biasa.” Di sini  juga harus dilihat, apakah dia hanya bisa puasa satu hari atau dua hari, nah apabila dia tidak berhalangan untuk berpuasa selama dua hari, maka sebaiknya dia berpuasa dua hari, karena sungguh tidak masuk akal seseorang berdiam diri dan melepas sebuah amalan kecil dengan pahala yang sedikit demi melakukan sebuah amalan dengan pahala yang lebih besar, kecuali memang dia hanya berkesempatan untuk berpuasa satu hari di antara dua hari tersebut. Rumusan ini berlaku dan bisa diterapkan pada segala urusan dan aktivitas baik duniawi maupun ukhrawi. Dengan demikian, adakalanya manusia harus berpuas diri dengan keuntungan yang sedikit, karena terkadang sesuatu  yang sedikit itu lebih cepat perkembangannya daripada sesuatu yang banyak, dan sedikit keuntungan yang pasti jauh lebih baik daripada keuntungan banyak yang tidak pasti.

Sebagian pensyarah Nahj al-Balaghah memberikan makna lain terhadap ungkapan rubba yasirin anma min katsir dan berkata, “Sedikit yang halal jauh lebih baik daripada banyak yang haram.” Yakni keuntungan halal yang sedikit jauh lebih baik daripada keuntungan banyak yang dihasilkan dari jalan yang haram. Karenanya, tidak benar apabila seseorang mengabaikan sedikit keuntungan halal hari ini demi keuntungan haram yang banyak pada hari mendatang. Akan tetapi, penafsiran ini terasa kurang tepat, karena lebih menekankan pada perbedaan antara  yang halal dan yang haram, bukan antara yang sedikit dan yang banyak. 

Permintaan Maaf adalah Sesuatu yang Harus Segera Dilakukan 

Di antara nasihat penting yang sangat ditekankan dalam kalimat-kalimat singkat ini adalah :                  “Berusahalah untuk segera meminta maaf dan bertanggungjawab atas kesalahan yang telah dibuat dan jangan pernah menunda atau mengulur-ngulurnya.” Banyak orang yang terkena penyakit ini, yakni dia tidak sudi untuk meminta maaf dan bertanggungjawab atas kesalahan yang telah diperbuatnya atau menunda-nundanya. Apabila kita telah melakukan sebuah kesalahan dan bisa segera meminta maaf serta bertanggung jawab kepada orang yang haknya kita abaikan atau mendapat perlakuan yang tidak sopan dari kita, hendaknya segera kita lakukan. Sebagai contoh, apabila karena kelalaian, kita melakukan sesuatu yang merugikan orang lain, maka apabila kita mampu mengganti kerugian tersebut, kita harus segera melakukannya yang tidak boleh ditunda. Imam Ali telah menegaskan, “Dan janganlah engkau lalui malam dengan beban tanggung jawab yang belum terselesaikan.” Yakni, jangan tidur di malam hari sebelum engkau menyelesaikan tugas dan tanggung jawabmu! Apabila engkau berutang “minta maaf” kepada seseorang, lakukanlah dan setelah itu pergilah tidur! Apabila engkau berusaha menebus kelalaianmu dan meraih kembali semua keuntungan yang terlewatkan, janganlah engkau tunda sampai besok, tetapi bersegeralah untuk menebusnya! Karena bila ditunda sampai besok, Anda belum tentu sempat.

Semakin lama anda menanggung perbuatan buruk, hati kita akan semakin kotor, bila hati semakin kotor, proses pembersihannya akan semakin sulit. Sebagai misal, apabila keluar sebuah ucapan tak senonoh dari mulut kita dan kita segera meminta maaf, ucapan itu tidak akan terlalu menyakiti hati orang yang bersangkutan. Namun, apabila kita biarkan tanpa meminta maaf hingga berhari-hari dan baru meminta maaf beberapa hari kemudian, dalam beberapa hari tersebut, si korban akan semakin sakit hati setiap kali mengingatnya dan sakit hatinya akan terus bertambah dari waktu ke waktu. Kita sebenarnya bisa mencoba dan merasakan keadaan yang seperti ini ketika ada seseorang yang melontarkan ungkapan yang tidak pantas terhadap diri kita, lalu dia tidak segera meminta maaf, maka seakan-akan ungkapan berulang secara terus menerus dan dari waktu ke waktu hati kita semakin sakit. Namun apabila dia segera mengucapkan kata maaf, akan lebih mudah buat kita untuk memaafkannya. Oleh sebab itu, jangan pernah menunda permintaan maaf. Kita harus segera meminta maaf atas segala kekhilafan, kesilapan dan kesalahan yang kita perbuat.

Masalah ini (yakni bersegera dalam meminta maaf) akan menjadi lebih penting dan urgen bila dikaitkan dengan dosa-dosa serta kesalahan-kesalahan yang kita lakukan dalam perjalanan penghambaan kepada Allah SWT. Pada kesempatan lain, Imam Ali juga menyinggung hal ini. beliau berkata, “Bersegeralah memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan dan jangan menunda pertobatan!”

Berdasarkan keterangan Imam Ali, masalah ini selain berguna dalam urusan dunia juga berguna untuk urusan akhirat. Ketika beliau mengatakan, “Janganlah kalian menunda permintaan maaf,” maksudnya, “Janganlah kalian menunda untuk meminta maaf kepada sesama hamba Allah dalam urusan dunia sebagaimana janganlah pula kalian menunda untuk bertobat kepada Allah atas dosa-dosa yang telah kalian perbuat.” Baik kesalahan terhadap sesama manusia maupun kesalahan terhadap Allah SWT, keduanya meminta kita untuk segera meminta maaf dan memohon ampunan sesegera mungkin. Oleh sebab itu, apabila ada kesalahan yang kita perbuat, kita harus segera meminta maaf dan mengganti atau membayar kesalahan tersebut. Jangan biarkan waktu terus berlalu tanpa permohonan maaf, karena itu akan semakin mengotori hati dan memberatkan azab ukhrawi.

Keseimbangan dalam Menikmati Fasilitas yang Ada 

Dalam lanjutan nasihatnya, Imam Ali memberikan sebuah perumpamaan yang sangat indah, beliau berkata, “Saahil al-dahra maa dzalla laka quu’uduh,” yakni selama kendaraan dunia bersikap jinak, maka tunggangilah! Dalam kalimat samawi yang indah ini, beliau mengumpamakan dunia seperti binatang unta yang manusia dapat menungganginya dalam langka-langka yang tidak terlalu cepat namun dapat sampai pada tujuan. Meski mungkin saja terjadi, onta itu menjadi liar dan tidak lagi bisa dikendalikan, kita bisa menunggangi dan memanfaatkannya. Apabila hal ini hendak dikaitkan dengan kendaraan-kendaraan besi pada masa kini, bisa dikatakan boleh jadi mobil, pesawat atau kereta api yang kita naiki mengalami kerusakan atau kecelakaan hingga tidak lagi dapat mengantar kita pada tujuan. Nah, selama semua fasilitas itu masih bisa digunakan, maka pergunakanlah sebaik-baiknya. Dunia adalah ibarat onta, yang bisa ditunggangi selama masih bersikap jinak, namun adakalanya ia menjadi liar dan tak mungkin lagi ditunggangi. Maka selama ia jinak, manfaatkanlah sebaik mungkin dan jangan lakukan hal-hal yang membuatnya liar dan tak terkendali hingga menghempaskanmu ke tanah. Perlakukan ia dengan baik dan benar hingga engkau dapat mengambil manfaat yang sebanyak-banyaknya.

Keterangan ini pada kesan pertamanya adalah nasihat yang sederhana. Namun, bila direnungkan lebih jauh, sesungguhnya mengandung poin-poin yang sangat penting. Apa yang telah beliau nasihatkan, sebenarnya sering kita temui dan alami dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai misal, tubuh kita tak ubahnya sebagai kendaraan yang selalu kita tunggangi, walau kita jarang menyadari bahwa kemampuan tubuh kita itu terbatas. Kita seringkali mengabaikan apa yang menjadi kebutuhan tubuh kita, seperti makanannya, waktu istirahatnya, kesehatannya dan lain-lain. Kita perlu menyadari bahwa kemampuan tubuh kita sangat terbatas. Dengan menyadari keterbatasannya, kita akan lebih menghargai kesempatan serta fasilitas sosio-ekonomi yang tersedia dan memanfaatkannya secara maksimal dan proporsional, karena kemampuan serta kesempatan itu tidak selalu ada. Oleh sebab itu, semaksimal mungkin gunakan kesempatan serta fasilitas yang ada di jalan Allah SWT dalam rangka berkhidmat kepada sesama dengan menjauhi sikap ifrath dan tafrith (baca: berlebihan).

Sebagai misal, kelas, guru, sekolah, teman dan tetangga yang baik adalah nikmat-nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita. Kita harusnya mampu menghargai serta menggunakan semua nikmat itu secara ideal dan sebaik-baiknya. Karena akan datang suatu masa yang mungkin kita tidak bisa lagi menggunakan semua anugerah tersebut. Apalagi nikmat serta anugerah yang tidak dimanfaatkan bisa berubah menjadi sesuatu yang mendatangkan bahaya serta kerugian. Seperti halnya onta, ketika ia berubah menjadi liar, maka ia bukan hanya tidak akan mengantar kita pada tujuan, namun ia juga bisa menghempaskan kita ke tanah dan membahayakan jiwa kita. Nah, sebelum beragam anugerah dan nikmat itu berubah menjadi sesuatu yang membahayakan, maka manfaatkan serta pergunakanlah secara proporsional dan sebaik-baiknya.

Komentari Artikel Ini

comments

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
%d blogger menyukai ini: