(Pemuda Berilmu Luas, Hakim Rasulullah SAW di Yaman)
Mu’adz bin Jabal berasal dari keluarga terpandang di kalangan suku Khazraj. Dalam lembaran sejarah, nama Mu’adz bin Jabl tertulis dengan tinta emas sejajar dengan para pemuda brilian Islam lainnya. Sebagai penduduk Madinah, Mu’adz bin Jabal menerima ajaran Islam dari Mush’ab bin Umair yang ditugaskan menyebarkan agama Islam di kota tersebut. Mu’adz adalah orang yang berada di barisan terdepan ketika menghancurkan berhala-berhala yang disembah sukunya dulu.
Mu’adz bin Jabal memiliki kemampuan yang tidak umum. Kecemerlangan akalnya sudah lekat dengannya sejak masa mudanya. Dia bukan hanya tanggap terhadap segala keadaan dan cerdas ketika melakukan analisis masalah sosial, tapi juga sangat saleh dan jujur. Kelebihan inilah yang membuat Mu’adz bin Jabal menjadi salah seorang pemuda kebanggaan Islam.
Usai berdakwah di Madinah, Mush’ab bin Umair berniat kembali ke Madinah, Mu’adz bin Jabal menyertainya. Di sebuah tempat yang disebut uqbah, Mu’adz bin Jabal bertemu dengan Rasulullah SAW. Pada saat terjadinya Perang Badar, Mu’adz bin Jabal baru berusia dua puluh satu tahun. Mu’adz juga ikut serta dalam pertempuran-pertempuran lainnya demi menegakkan agama Islam di bawah komando Rasulullah SAW. Sebagai pemuda yang cakap dalam banyak hal, Mu’adz bin Jabal mendapat tugas dari Rasulullah SAW untuk menyebarkan agama Islam.
Mu’adz termasuk dalam salah seorang sahabat setia Rasulullah SAW. Dikalangan masyarakat Arab, Mu’adz bin Jabal adalah pemuda yang sangat dihormati karena kecerdasannya yang mengagumkan, pengetahuannya luas dan kesalehannya yang tak dapat ditakar.
Penampilannya elegan, perangainya luhur dan hatinya pemurah. Tentu kemuliaan ini semakin menambah pesona dan daya pikat kepribadian Mu’adz bin Jabal. Gigi-gerigi Mu’adz bak mutiara yang putih berkilauan. Kulitnya berwarna terang dan lembut. Mu’adz pemuda yang sangat dermawan. Dia selalu menolong siapa pun yang membutuhkan bantuannya. Tak heran jika Mu’adz memiliki banyak teman dan namanya sangat dikenal dan dihormati masyarakat.
Ketika itu, masyarakat dan tentara Muslim membutuhkan seseorang untuk dikirim ke Yaman demi menyebarkan agama Islam dan menegakkan hukum-hukum Islam di Negeri itu. Orang yang dibutuhkan itu tentu orang yang mampu menunaikan kebutuhan masyarakat Yaman. Dia harus berpengetahuan luas, cerdas dan memenuhi syarat-syarat lain. Karenanya Nabi Muhammad SAW pun menunjuk Mu’adz bin Jabal sebagai pengemban tugas berat namun mulia tersebut. Tugas yang harus ditunaikan oleh Mu’adz bin Jabal adalah menyebarkan agama Islam dan menarik seperti zakat serta khumus yang telah ditetapkan sesuai hukum Islam terhadap masyarakat Yaman. Kemudian dana umat itu dikelola untuk memenuhi kebutuhan kaum fakir-miskin.
Mu’adz bin Jabal adalah pemuda yang sangat beruntung, selama tinggal di Madinah, Mu’adz selalu hadir di Masjid sebelum azan dikumandangkan. Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, Mu’adz selalu mendapat kesempatan untuk shalat di belakang beliau. Ketika berada di tengah-tengah keluarganya, Mu’adz selalu menyelenggarakan shalat berjamaah bersama mereka. Di kalangan sukunya, Khazraj, Mu’adz bin Jabal menjadi Imam Shalat Jamaah.
Atas perintah Rasulullah, Mu’adz bin Jabal berangkat ke Yaman. Mu’adz mengemban dua tugas, yakni sebagai gubernur yang mewakili Rasulullah SAW dan sebagai hakim. Kini, di Yaman Mu’adz bin Jabal menjadi penguasa sekaligus cendekiawan. Nabi Muhammad SAW mengamanatkan kepada Mu’adz bin Jabal agar selalu mengajari tentara Muslim tentang pentingnya agama Islam dan Al-Quran. Mu’adz juga harus mengumpulkan zakat dan mengalokasikannya untuk kepentingan dan kebutuhan umat Islam. Waktu itu, usia Mu’adz bin Jabal menginjak dua puluh sembilan tahun.
Ketika Mu’adz hendak diberangkatkan ke Yaman, Nabi Muhammad SAW bertanya, “Wahai Mu’adz bin Jabal, apabila ada seseorang yang datang dengan suatu perkara kepadamu dan meminta keadilanmu, keputusan apakah yang akan engkau berikan kepadanya?”
Mu’adz menjawab, “Aku akan mengadilinya sesuai tuntunan Al-Quran.” Lalu Nabi Muhammad SAW bertanya lagi, “Apa yang akan engkau lakukan apabila ternyata hukumnya tidak ada di dalam Al-Quran?” Mu’adz menjawab, “Aku akan bertindak atas dasar apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan mengambil keputusan atas dasar itu.” Sekali lagi Nabi Muhammad SAW bertanya, “Apa solusinya apabila ternyata dalam tindakanku engkau tidak menemukan penyelesaiannya?” Mu’adz menjawab, “Dalam situasi semacam ini, aku sendiri yang akan melakukan ijtihad (menentukan hukum yang tidak ditemukan hukumnya setelah menelusuri dan mempelajari berbagai sumber hukum Islam).”
Maka Rasulullah SAW pun menepuk dada Mu’adz bin Jabal dan berkata, “Aku bersyukur kepada Allah karena jawaban Mu’adz memuaskanku.”
Ketika Nabi Muhammad SAW wafat, Mu’adz bin Jabal masih berada di Yaman. Namun demikian, Abu Bakar yang menduduki kursi kekhalifahan tetap menugaskan Mu’adz bin Jabal sebagai deputi kekhalifahan Islam sekaligus hakim di sana. Tapi ketika Umar bin Khathtab menjadi khalifah, Mu’adz ditugaskan ke negeri Syam. Pada Tahun 18 Hijriah, Mu’adz meninggal dunia di Syam.
Hal yang pantas dijadikan teladan dari Mu’adz bin Jabal semasa hidupnya adalah ketika dia ditunjuk menjadi gubernur Yaman sekaligus hakim. Tanggung jawab penting itu diemban Mu’adz pada usia yang sangat muda. Ketika Rasulullah SAW menanyakan kepadanya tentang tindakan-tindakan hukum yang akan dilakukannya sehubungan dengan tugasnya sebagai seorang hakim, Mu’adz selalu memberikan jawaban yang layak untuk menjadi acuan bagi para penegak hukum selanjutnya, sepanjang masa. Inilah bukti valid atas kebaikan dan jasa-jasa Mu’adz bin Jabal berpengetahuan luas dalam ilmu hukum Islam yang layak dijadikan teladan.