Syahid Muthahhari mengatakan dalam sebuah kenangannya: Semoga Tuhan merahmati almarhum Ayatullah udzma Aqa Hujjat , saya pernah dalam sebuah situasi dimana saya dengan seseorang yang mahsyur , lelaki ini adalah ustad saya dan bertahun-tahun lamanya saya berkhidmat belajar darinya dan bahkan saya mendapat hadiah, saya telah mengghibahnya. Tiba-tiba saya merasakan bahwa ini adalah tidak benar. Mengapa saya berada dalam keadaan begini? Sehingga tibalah pada waktu musim panas saya mengunjungi hadhrat Abdul ‘Adzim, suatu hari setelah dhuhur saya pergi mengetuk rumah beliau, saya katakan kepada beliau bahwa si fulan datang. Beliau sedang berada di ruang tengah, dan memberikan izin.
Saya ingat waktu itu, saya masuk ke ruang tengah. Sebuah topi terletak di kepalanya dan bersandar pada bantal. Saya berkata: Aqa saya datang ingin mengatakan sebuah tema kepada anda, adapun saya telah mendengar banyak ghibah dan saya menyesal dengan semua perbuatan ini dimana mengapa di dalam sebuah pertemuan mereka mengghibah anda, saya hadir dan mendengar dan akhirnya saya juga mengghibah anda dengan mulut saya sendiri dan karena saya memutuskan untuk tidak lagi mendengar dari orang lain yang mengghibah anda, saya datang untuk mengatakan kepada anda bahwa maafkan dan ampunilah saya.
Lelaki ini dengan kebesaran jiwanya berkata kepada saya: “Mengghibah orang seperti saya terdapat dua bentuk: Satu waktu berbentuk kepada penghinaan kepada Islam. Satu waktu bisa juga berhubungan dengan diri kita.” Saya tahu apa maksud beliau. Saya berkata: “Tidak, saya tidak mengatakan sesuatu dan saya tidak berani dan lancang untuk menghina kepada Islam, apa yang dahulu terjadi berhubungan dengan diri anda sendiri.” Beliau berkata: “Saya maafkan.”
{******* }