Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran telah bertemu dengan jajaran pimpinan berbagai universitas, pusat dan lembaga pendidikan tinggi, pusat sains dan teknologi dan pusat-pusat riset Iran pada Rabu, 12 November 2015. Dalam pertemuan ini, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menjelaskan sejarah dan pengalaman ilmiah Iran pada periode-periode sebelum dan sesudah Islam serta posisi dan peran perguruan tinggi dalam sejarah kontemporer Iran.
Rahbar menekankan pentingnya agenda perguruan tinggi dan pusat-pusat ilmiah untuk berperan dalam menciptakan “peradaban baru Islam.” Ayatullah Khamenei juga menyinggung posisi ilmu sebagai alat untuk mencapai kemajuan dan kekuatan. Pemimpin Besar Revolusi Islam ini mengatakan, “Perguruan tinggi adalah pusat terpenting pelatihan bagi para pemimpin negara di masa depan sehingga kinerja yang tepat atau tidak tepat dari perguruan-perguruan tinggi akan mempengaruhi masa depan negara.”
Ayatullah Khamenei juga menyinggung sejarah panjang pendidikan tokoh-tokoh besar seperti Ibnu Sina, al-Farabi, Zakaria al-Razi, al-Khwarizmi dan banyak tokoh lainnya yang memiliki reputasi ilmiah terbaik di Iran. Rahbar menuturkan, “Sepanjang sejarah, Iran merupakan puncak produksi pemikiran dan ilmu. Proses ini berlanjut hingga sebelum masa dinasti Qajar dan Pahlevi. Sayangnya, di masa dinasti Qajar dan Pahlevi, pergerakan ilmiah negara terhenti dengan alasan-alasan tertentu. Di periode perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa, kita juga tidak bisa memanfaatkan bakat-bakat, ilmu pengetahuan dan etika ilmu kita. Oleh karena itu, kita tertinggal dari gerakan ilmiah dunia.”
Ajaran Islam telah menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan upaya untuk memajukannya, bahkan kata “ilmu” selalu bersama dengan kesucian. Rasululah Saw bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap manusia seperti halnya Allah (Swt) mencintai orang-orang yang menuntut ilmu.” Nabi Muhammad Saw juga bersabda, “Barang siapa menuntut ilmu, maka ia seperti seseorang yang menghabiskan harinya dengan puasa dan menghabiskan malamnya untuk beribadah. Jika seseorang belajar satu bab ilmu, maka baginya itu lebih baik daripada gunung emas Abu Qubais yang ia infakkan di jalan Alllah.”
Pendekatan terhadap ilmu dan alim dalam Islam telah menyebabkan kaum Muslimin di abad-abad pertama Islam mencapai berbagai kemajuan ilmiah. Pendidikan tokoh-tokoh terkemuka seperti Ibnu Sina, al-Farabi, Zakaria al-Razi dan al-Khwarizmi di Iran juga dialami di periode tersebut. Namun sayangnya, karena berbagai alasan seperti kelalaian, pengetahuan rendah sebagian penguasa, kolonialisme dan eksploitasi, maka gerakan ilmiah di dunia Islam menurun. Iran, terutama di masa periode dinasti Qajar dan Pahlevi, juga mengalami penurunan dan kemandekan di sektor sains dan teknologi.
Pasca kemenangan Revolusi Islam di Iran, sains dan teknologi kembali menjadi fokus perhatian para pejabat dan rakyat revolusioner negara ini. Rasa percaya diri dan upaya untuk terbebas dari perbudakan asing telah mendorong para pemuda Muslim Iran mampu menunjukkan dan membuktikan bakat-bakat dan kemampuan mereka di berbagai sektor ilmu pengetahuan kepada dunia.
Berdasarkan bukti ilmiah yang tercatat dalam situs ISI, saham Iran dalam produksi ilmu dunia mengalami pertumbuhan signifikan dalam 15 tahun lalu. Disebutkan pula bahwa Iran menempati posisi 31 di dunia di tahun 2001 untuk kategori produksi sains bidang teknik kimia. Posisi tersebut naik ke peringkat 11 di tahun 2010 dan berada di posisi ketiga pada tahun 2014.
Pada tahun 2012, data yang tercatat dalam Scopus; yaitu sebuah pusat data terbesar dunia mencakup puluhan juta literatur ilmiah yang terdiri dari jurnal internasional, buku, makalah konferensi dan paten, menunjukkan bahwa Iran menempati posisi 16 dunia dan berada di peringkat pertama regional dari sisi ini. Sementara sekarang ini, Iran mampu memproduksi 1,5 persen ilmu dunia.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menilai stabilitas percepatan kemajuan ilmiah di Iran untuk mengimbangi ketertinggalan sebagai hal yang sangat penting dan mendasar. Ayatullah Khamenei lebih lanjut menyinggung ketertinggalan ilmiah yang dipaksakan terhadap Iran selama 10 tahun lalu. Ia mengatakan, “Jika laju kemajuan ilmiah negara lambat, maka jarak kita dengan gerakan ilmiah dunia akan bertambah jauh. Oleh karena itu, kita harus menjaga laju kemajuan ini.” Selama dua tahun terakhir ini, percepatan ilmiah di Iran sedikit mengalami penurunan sehingga Rahbar menindaklanjutinya dengan serius untuk tetap menjaga laju pergerakan ilmiah di negara ini.
Menurut Ayatullah Khamenei, Barat berusaha untuk mendidik para pemimpin di berbagai negara “Dunia Ketiga” berdasarkan pemikiran dan gaya hidup mereka melalui perguruan tinggi. Melalui jalan ini, Barat berharap akan mampu mencapai tujuan-tujuan dominatifnya. Rahbar menjelaskan, “Dalam realisasi rencana tersebut di Iran, Barat menghadapi kesulitan disebabkan identitas rakyat negara ini dan dikarenakan luas dan dalamnya pemikiran Islam dan agama di kalangan para mahasiswa Iran. Kemenangan revolusi Islam memiliki pengaruh besar di perguruan tinggi, di mana sebagian besar pendukung revolusi berasal dari perguruan tinggi.”
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran lebih lanjut menegaskan, semua agenda dan jalur gerakan perguruan tinggi harus diarahkan untuk berperan dalam menciptakan peradaban baru Islam. Ayatullah Khamenei menandaskan, “Pertanyaan terpenting sekarang adalah bagaimana perguruan tinggi bisa berperan dalam membentuk “peradaban baru Islam” yaitu sebuah “Masyarakat Islam Ideal,” dengan memanfaatkan warisan sejarah, ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman berharga Revolusi Islam?”
Rahbar menilai adanya potensi dan kekuatan berbakat dalam gerakan ilmiah sebagai penting, namun ia menegaskan bahwa ilmu yang dibarengi dengan moral dan spiritualitas juga lebih penting. Ayatullah Khamenei menuturkan, “kolonialisme” dan “bom atom” merupakan dua contoh historis hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berada dalam arah yang salah. Oleh karena itu, kita harus hati-hati supaya moral dan spiritualitas selalu tetap membarengi kemajuan sains dan teknologi.
Penegasan Rahbar bahwa ilmu harus selalu bersama dengan moral dan spiritual bersumber dari ajaran agung Islam. Ilmu dalam Islam adalah sebuah sarana penting bagi manusia untuk mencapai tujuan-tujuan mulia penciptaan; yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan menggapai kesempurnaan serta kebahagiaan abadi. Oleh sebab itu, ketika umat Islam berada di periode perkembangan ilmu, sementara Barat teperosok dalam kegelapan di abad pertengahan, mereka tidak menggunakan ilmu tersebut untuk merampas kekayaan negara-negara lain.
Hal ini berbeda dengan Barat. Ketika Barat menggapai perkembangan ilmu termasuk teknologi pelayaran, mereka menggunakan teknologi tersebut untuk menjajah dan menjarah kekayaan negara-negara lain. Produksi dan penggunaan bom nuklir juga menjadi salah satu contoh dari sikap imoralitas Barat dalam memanfaatkan sains dan teknologi dikarenakan kemajuan ini tidak disertai dengan akhlak dan spiritualitas.
Di bagian lain penjelasannya, Ayatullah Khamenei menyebut “kebutuhan penilaian ilmiah” untuk hari ini dan di masa mendatang sebagai sangat penting. Ia menegaskan, keperluan-keperluan negara saat ini dan di masa depan harus menjadi perhatikan dalam gerakan ilmiah, dan juga harus ada investasi di setiap bidang yang diperlukan negara.
Rahbar menuturkan, “Ilmu nuklir termasuk dari hal-hal yang diperlukan negara, di mana sejak bertahun-tahun lalu telah ada investasi terkait hal ini. Sebab, jika tidak ada kemungkinan untuk menggunakan minyak atau cadangan minyak habis, maka Kami pasti membutuhkan energi penggantinya.”
Pemimpin Besar Revolusi Islam juga menyinggung kembali produksi uranium 20 persen oleh para ilmuwan muda Iran. Ia menuturkan, “Di masa ketika bahan bakar reaktor Tehran yang memproduksi radiofarmasi akan habis dan Barat mengajukan syarat yang menghinakan untuk menyerahkan bahan bakar ini, para ilmuwan muda dengan bakat dan keimanan mereka yang bekerja siang malam, telah mampu memproduksi uranium 20 persen dan memenuhi kebutuhan negara.”
Menurut Ayatullah Khamenei, menumbuhkan rasa percaya diri dan harapan untuk masa depan dalam diri para pemuda merupakan pekerjaan budaya yang diperlukan di perguruan tinggi. Ia menyebut sikap rendah diri sebagai bahaya terbesar. Rahbar menegaskan, “Hari ini, perguruan tinggi dan mahasiswa merupakan target konspirasi terbesar. Musuh-musuh Iran ketakutan dengan kehadiran para mahasiswa yang memiliki semangat revolusi, agresif, mengacaukan garis merah-garis merah mereka dan mengibarkan bendera ilmu serta menonjolkan slogan-slogan revolusi. Barat merancang agenda dan mengalokasikan dana besar untuk menghadapi gerakan tersebut.”
Pemimpin Besar Revolusi Islam lebih lanjut menyinggung perubahan dalam metode para penjajah dalam periode sekarang ini. Ia mengatakan, “Sekarang para arogan dunia tengah berupaya untuk mengubah pemikiran elemen-elemen aktif, cerdas dan para elit sebuah negara supaya bersedia memenuhi ambisi-ambisi mereka.”
Ayatullah Khamenei juga mengkritik sejumlah langkah yang diambil di perguruan tinggi dengan dalih kegiatan budaya. Ia menjelaskan, “Sejumlah pihak salah dalam memahami karya budaya. Mereka mengisi kegiatan ini dengan konser dan wisata (yang bercampur antara mahasiswa dan mahasiswi). Bukankah Barat tidak memperoleh manfaat dari bercampurnya laki-laki dan perempuan kecuali kejahatan seksual? Apakah kita akan mengikuti cara dan jejak mereka?”
Rahbar menegaskan bahwa karya budaya memiliki arti dan sifat lain. Menurutnya, karya budaya yang benar adalah mendidik manusia Mukmin dan revolusioner yang meyakini cita-cita, mencintai negara dan pemerintahan Islam serta memiliki wawasan luas dan kedalaman politik.
Al-Quran dan ajaran Islam selalu memberikan nasihat tentang ilmu yang disertai dengan pendidikan manusia. Tazkiyah adalah pembersihan dan penyucian diri manusia dari kerusakan dan sifat-sifat tercela serta menghiasai diri dengan sifat-sifat terpuji dan kesempurnaan. Penegasan bahwa belajar harus dibarengi dengan tazkiyahdisebabkan ilmu tanpa tazkiyah akan menjadi alat kerusakan dan kehancuran manusia. Oleh karena itu, kegiatan budaya di perguruan tinggi selalu menjadi perhatian serius Ayatullah Khamenei.
Dalam al-Quran disebutkan bahwa di antara tujuan pengutusan para Nabi khususnya Nabi Muhammad Saw adalah untuk pendidikan dan penyucian diri manusia serta menyempurnakan akhlaknya.
Sumber : www.indonesian.irib.ir