Oleh : Shavin Iravani
Pengantar
Dunia maju mempunyai keyakinan bahwa merekalah satu-satunya penemu konsep “hak-hak perempuan.” Dengan dipersenjatai praduga ini, mereka kemudian berusaha menjajakan hak-hak tersebut pada kaum perempuan dari “dunia terbelakang.” Islam selalu mempunyai definisinya sendiri tentang hak-hak perempuan, juga sebuah definisi yang jelas mengenai posisi perempuan. Namun demikian, posisi ini terselubung dalam hijab-hijab ambiguitas, dan karena inilah, kami akan berusaha menyingkap posisi dan sikap Islam terhadap perempuan.
Metode terbaik bagi telaahan semacam itu adalah dengan merujuk kembali pada perempuan-perempuan teladan yang ditampilkan dalam Al-Quran dan hadis-hadis. Hal ini akan menyajikan kepada kita sebuah pandangan yang lebih luas mengenai posisi perempuan dalam Islam. Ia juga akan menyingkap makna kesalehan dan kebaikan yang telah menjadikan perempuan-perempuan tersebut begitu bernilai dan bagaimana kejahatan-kejahatan harus dihapuskan dari karakter seseorang. Akhirnya, ia juga mampu mendorong kita untuk melihat apakah terdapat pembedaan antara pria dan perempuan dalam citra Islam mengenai kesempurnaan manusia.
Metode Teladan Al-Quran
Pertama kali, haruslah dipahami metode Al-Quran dalam menciptakan manusia-manusia teladan. Setiap manusia memiliki sebuah dorongan alamiah untuk mengikuti dan mencontoh seorang manusia yang dipandang istimewa dan pantas menjadi teladan. Dorongan ini, yang berakar pada jiwa manusia, membuat seseorang begitu berhasrat menggapai kesempurnaan. Setiap manusia memiliki beberapa bakat yang mesti ditemukan dan dikembangkan dalam satu skema hubungan dan konflik dengan lingkungan mereka. Namun, untuk membentuk dan mengembangkan bakat-bakat tertentu, diperlukan teladan atau contoh yang dijadikan rujukan seseorang, sebagai sebuah personifikasi yang hidup dari ideal-idealnya, semua manusia, baik secara sadar maupun tidak, mengikuti contoh-contoh yang mereka temukan dalam lingkungan hidupnya. Mereka mencari suatu citra ideal hingga mampu menemukan jalan kehidupannya sendiri. Namun demikian, pilihan terhadap teladan mana yang akan diikuti sangat dipengaruhi oleh keyakinan dasar, sudut pandang, dan nilai-nilai yang dianut seseorang.
Salah satu metode pendidikan terbaik adalah menampilkan karakter-karakter teladan yang mungkin untuk dihargai dan diteladani. Karena memiliki efektivitas, setiap institusi sosial dan budaya menggunakan metode ini. Kita menemukan penggunaanya yang ekstensif dalam media massa, termasuk majalah, surat kabar, televisi, radio, dan film. Dalam realitasnya, metode ini menjadi arus utama untuk melakukan pewarisan keyakinan-keyakinan budaya dari negara-negara Barat kepada bangsa-bangsa dari “dunia berkembang.”
Al-Quran juga menggunakan metode ini tetapi dengan prinsip-prinsip dan kriteria-kriteria tersendiri dalam proses seleksinya. Kata teladan atau contoh seringkali digunakan dalam Al-Quran.
Kata orisinalnya, uswah, menunjuk pada beberapa macam personifikasi atau teladan. Menurut Al-Quran, terminologi ini merujuk pada seseorang yang harus diteladani dalam hal kesalehan dan perilakunya. Karena manusia mungkin melakukan kesalahan dalam memilih contoh, Al-Quran menekankan pentingnya mengikuti uswah hasanah atau contoh yang benar para utusan Allah bukan hanya contoh yang diberikan Al-Quran. Para pengikut sejati mereka juga diajukan sebagai uswah secara eksplisit (dalam Al-Quran).
Metode Al-Quran merupakan suatu pengantar tidak langsung. Pertama-tama, ia mengingatkan manusia tentang para utusan Allah dan karakter-karakter mereka kemudian, dengan mengulang-ulang pujian, tak hanya menunjukkan persetujuannya terhadap perilaku mereka tapi juga memotivasi seluruh manusia untuk meneladaninya. Ia juga menciptakan dalam hati pembacanya sebuah hasrat untuk menjadi seorang teladan yang hidup bagi kesempurnaan manusia. Kita membaca dalam Al-Quran doa seperti berikut :“Wahai Tuhan kami…jadikanlah kami imam (teladan) bagi orang-orang yang bertakwa.”(QS. Al-Furqan : 74). Dalam sebuah tafsir termasyhur, Tafsir al-Mizan, Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i menyatakan, “Sebuah doa orang-orang yang beriman adalah agar (mereka) menjadi teladan bagi kesalehan dan ketakwaan.”
Ayat tersebut meerupakan sebuah doa, ketika seseorang memohon kepada Tuhannya untuk memberinya kesempatan agar dapat melampaui semua manusia lain dari sisi pencapaian amal-amal saleh. Seseorang memohon agar dianugerahi sebuah berkah istimewa agar orang-orang lain dapat mencintai kebaikan melalui perbuatannya.
Contoh, bagaimanapun, seringkali tidaklah cukup dan rentan untuk disalahpahami. Al-Quran secara jelas menjelaskan kriterianya dalam memilih contoh atau teladan. Sebagai contoh adalah saat berbicara tentang para nabi, Al-Quran memerinci kesalehan-kesalehan khusus mereka :
“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Zulkifli, semua termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anbiya : 85).
Dan, mengenai Zakaria, istrinya, dan Yahya as :
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya : 90).
Kita melihat proses pemberian teladan yang sama pada sejarah Ibrahim as. Dan para pengikutnya, yang secara kolektif dilukiskan sebagai uswah. Para pembaca dengan segera diingatkan bahwa gelarnya merupakan hasil dari resistensi mereka terhadap kekafiran dan politeisme.
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dari apa yang kalian sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya hingga kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun bagimu (siksaan) Allah.”(Ibrahim berkata, “Wahai Tuhan kami! Hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.”
Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami wahai Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Mumtahanah : 4-6).
Namun, adakalanya bahkan jenis contoh ini tidaklah cukup karena manusia mungkin mengambil jalan yang salah meskipun dengan kriteria terbaik, Mereka mungkin melakukan kesalahan ketika hendak melakukan implementasi praktis dari kesalehan-kesalehan tersebut. Di sini, satu-satunya jalan menuju pilihan yang benar adalah kekuatan seseorang untuk mempersepsi. Al-Quran menuntut manusia untuk secara konstan melakukan perenungan, seraya pula sangat memuji mereka yang dianugerahi kebijaksanaan.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirikan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Wahai Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Wahai Tuhan kami! Sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun.
Wahai Tuhan kami! Sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu), “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu,”maka kami pun beriman. Wahai Tuhan kami! Ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.
Wahai Tuhan kami! Berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan jangalah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.”
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” (QS. Ali Imrah : 190-195).
Al-Quran juga secara eksplisit menyatakan bahwa manusia dilarang mengikuti segala sesuatu tanpa disertai kepemilikan pengetahuan tentangnya.
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Isra : 36).
Kurangnya kriteria yang akurat mengenai keteladanan serta minimnya daya persepsi akan mengarah pada penghambaan, pengultusan, dan pemberhalaan.
Gender dan Pengenalan para Teladan dalam al-Quran
AlQuran menerapkan dua metode dalam menampilkan kebaikan-kebaikan yang dikehendakinya; spesifikasi sederhanan mengenai kesalehan-kesalehan secara umum dan pengenalan terhadap karakter-karakter teladan.
Spesifikasi Umum Kesalehan-kesalehan
Suatu telaah terhadap ayat-ayat Al-Quran menunjukkan bahwa dalam kedua metode tersebut, perempuan-pria sama-sama penting.
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Ahzab : 35)
Perlakuan yang sama dapat dilihat pada pengenalan manusia-manusia teladan.
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya….(QS. Al-Mumtahanah : 4).
Sesungguhnya Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan ia banyak menyebut Allah (QS. Al-Ahzab:21).
Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata, “Wahai Tuhanku! Bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu di dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”
Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan ia membenarkan kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang taat.” (QS. At-Tahrim : 11-12)
Dari ayat-ayat diatas, jelaslah bahwa gender tidaklah relevan. Perempuan dan pria, keduanya, dapat mengembangkan kesalehan yang dikehendaki dan menjadi manusia teladan. Lebih jauh, tak ada batasan di antara gender. Perempuan-perempuan teladan diperkenalkan sebagai model-model, bukan hanya bagi perempuan, tapi juga bagi seluruh orang beriman. Hal yang sama juga berlaku bagi pria-pria teladan, mereka juga teladan bagi siapa saja yang mengharap keberkahan Tuhan di hari kiamat.
Pilihan dan pengenalan pada karakter-karakter teladan dalam Al-Quran, dengan demikian, disampaikan tanpa sedikit pun perhatian pada persoalan gender. Bukti terakhir berikut adalah yang paling gamblang.
Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan (QS. An-Nahl : 99).
Sebuah Telaah tentang Perempuan-perempuan Teladan
Perempuan-perempuan yang dimaksud dapat dimasukkan dalam dua kelompok utama, yakni perempuan teladan dalam Al-Quran dan perempuan teladan dari lingkungan, tempat Islam secara bertahap berkembang.
Semua perempuan teladan yang disebutkan Al-Quran, kecuali seorang, hidup dalam umat-umat terdahulu, yang sejarahnya begitu akrab di kalangan Yahudi, Nasrani, dan Islam. Perempuan-perempuan ini dapat dibagi ke dalam dua sub kelompok; yang saleh dan yang sangat dipuji, serta yang jahat dan yang dikutuk. Mereka yang termasuk saleh adalah Maryam as, ibunda maryam, ibunda Nabi Yahya as, ibunda Nabi Musa as, istri Firaun, istri Ibrahim as, istri Ayyub as, dan ratu negeri shaba. Contoh-contoh yang jahat adalah istri Nuh, istri Luth, istri gubernur Mesir, dan istri Abu Lahab (yang suaminya merupakan figur utama di kota Mekkah pada masa awal Islam).
Para teladan yang hidup di tahun-tahun pertama Islam terdiri dari perempuan-perempuan dari keluarga Rasulullah SAW, beberapa pengikut perempuan, serta para istri dan putri beberapa imam.
Perempuan Teladan dalam Al-Quran
Pertama kali, haruslah dipahami bahwa riwayat yang disampaikan Al-Quran sangatlah berbeda dengan yang diberitakan manusia. Apapun yang disampaikan dalam Al-Quran merupakan representasi spesifik dari sebuah prinsip universal dan abadi, serta bukan merupakan sebuah representasi faktual tentang suatu peristiwa tertentu yang kebenarannya hanya bagi kasus tertentu itu. Dengan demikian, setiap kesalehan yang disebutkan bagi perempuan-perempuan teladan dalam Al-Quran merupakan sebuah penjelasan tentang karakteristik-karakteristik potensial dan eksistensial dari semua perempuan.
Figur perempuan paling terkenal dalam Al-Quran adalah Maryam. Dia merupakan satu-saunya perempuan yang nama dan latar belakang keluarganya disebutkan dalam Al-Quran. Karakter-karakter lain disebutkan dengan referensi kepada relasi-relasinya. Maryam as disebutkan dalam Al-Quran dengan penghormatan dan diagungkan melebihi batas imajinasi.
- Maryam as adalah ayat dan tanda kehadiran Tuhan di dunia ini. Ayat adalah sebuah tanda suatu eksistensi dari sesuatu yang dapat membimbing pikiran menuju pemahaman tentang Tuhan dan keagungan-Nya. (QS. Al-Anbiya : 9 dan Al-Mu’minun : 50).
- Maryam as merupakan salah seorang yang terpilih. Pada surah Ali Imran, Allah berbicara tentang keluarga Imran sebagai salah satu keluarga terpilih. Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan kelurga Imran melebihi segala umat… (QS.Ali Imran : 33)
- Maryam as merupakan teladan sempurna yang digunakan Tuhan untuk menolak ide tentang gender sebagai sebuah kriteria kebernilaian manusia. Selama masa kehamilannya, ibunda Maryam bersumpah untuk mempersembahkan anaknya kelak agar berdedikasi pada Tuhan. Namun, ketika Maryam lahir, sang ibu sadar bahwa anaknya adalah perempuan sehingga tak tahu apa yang harus dilakukan. Al-Quran melukiskan sebagai berikut : Maka tatkala Istri Imran melahirkan anaknya, ia pun berkata, ”Wahai Tuhanku! Sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan (QS. Ali Imran : 36). Ayat di atas menekankan kebernilaian dan keutamaan seorang anak perempuan di atas setiap anak laki-laki seraya menolak gender sebagai sebuah kriteria kebernilaian.
- Berdasarkan riwayat Imam Shadiq dari Rasulullah SAW, Maryam as memiliki status spiritual sebagai seorang nabi. Dinyatakan dalam teks-teks agama bahwa seorang nabi dapat melihat para malaikat secara personal dan mendengarkan mereka menyampaikan firman Tuhan. Merujuk pada Al-Quran, Maryam as melihat malaikat sebagai sosok yang berbicara kepadanya dan mengabarkannya kehendak Tuhan bahwa ”ia akan memiliki seorang anak” (QS. Ali Imran dan Maryam). Ini merupakan status spiritual tertinggi yang pernah dicapai seorang manusia. Namun demikian, Maryam as tidaklah diberi tanggung jawab untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada umatnya. Alasan mengenai hal ini akan dijelaskan kemudian.
- Maryam merupakan salah seorang yang beriman (QS. Al-Maidah : 75 dan At-Tahrim : 11). Orang-orang yang beriman adalah mereka yang berada bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syahid dari kelompok orang-orang saleh terdepan.
- Maryam as merupakan personifikasi kemanusiaan dan sebuah simbol keimanan. Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yanag beriman, ketika ia berkata, ”Wahai Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim. Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) kami, dan ia membenarkan kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang taat. (QS. At-Tahrim : 11-12)
- Tuhan menganugerahi Maryam as semua berkah-Nya dalam tahap-tahap kehidupan yang berbeda-beda; ketika tinggal di mihrab (QS. Ali Imran : 37); ketika hamil dan selama masa kelahiran, Allah menumbuhkan kurma-kurma segar dan menjadikan sebuah anak sungai untuk menyegarkan matanya (QS. Maryam : 23-26); kemudian ketika merawat Isa as, Allah menyediakan baginya sebuah tempat yang tenang dan air yang segar (QS. Al-Mu’minun : 50).
Dapat dilihat bahwa Maryam as memiliki sebuah derajat tinggi dalam Al-Quran. Pandangan Al-Quran tentang Maryam dan potensinya, merefleksikan kemungkinan-kemungkinan potensial dan eksistensial bagi kaum perempuan, yang dalam kasus Maryam as, dapat dicapai dengan kecerdasan dan pengabdian.
Memang benar, Maryam as merupakan anggota sebuah keluarga terpilih. Namun demikian, sebuah perbandingan sederhana antara Maryam dengan putra Nabi Nuh as menunjukkan bahwa menjadi seorang anggota keluarga yang saleh tidaklah cukup pada dirinya sendiri menjamin adanya perkembangan dan keselamatan spiritual. Perlakuan Al-Quran kepada Maryam as dan terminologi yang digunakannya untuk melukiskan karakternya membuktikan bahwa Allah mengapresiasi usaha-usaha kaum perempuan untuk meraih kesempurnaan.
(Bersambung)