Dua orang ‘abid (bernama Ahmad dan Hamid) bersama-sama tinggal di sebuah gua di atas gunung. Keduanya sibuk beribadah kepada Allah. Hubungan persahabatan keduanya begitu dekat. Seolah-olah keduanya merupakan satu jiwa.
Suatu hari Hamid turun gunung menuju kota untuk membeli daging. Sesampainya di dekat penjual daging, ia melihat seorang wanita cantik berdiri di depan penjual daging. Pandangannya tertuju kepada wanita cantik itu. Ia kontan dikuasai hawa nafsu sehingga terjalinlah hubungan yang melanggar syariat. Sering kali ia keluar masuk rumah wanita itu.
Perbuatan tersebut berlangsung selama berhari-hari. ‘Abid lainnya Ahmad, menunggu kedatangan sahabatnya kembali ke gua untuk melanjutkan ibadahnya. Namun ia tidak mendapat kabar soal keadaan sahabatnya itu. Terpaksa ia pun turun ke kota untuk mencari sahabatnya yang sudah lama tidak kembali ke gua. Sewaktu memasuki kota dan menanyakan ke sana ke mari, ia tahu bahwa sahabatnya itu telah menyimpang dan berbuat dosa.
Ahmad seorang ‘abid yang tidak kaku. Namun punya hati yang hidup dan pikiran yang terang. Ketimbang menjauhi Hamid, ia memikirkan cara untuk menyelamatkan dari dosa. Ia memperoleh informasi bahwa Hamid berada di rumah wanita itu. Demi menjumpai Hamid, ia mendatangi rumah wanita itu. Benar, Hamid berada di rumahnya. Dengan penuh rasa gembira, ia mendekati Hamid dan memeluknya serta menanyakan keadaannya. Dengan penuh rasa malu, Hamid berkata, “Siapa kamu? Aku tidak mengenalmu?”
Ahmad menjawab, “Hai saudaraku, aku tahu peristiwa yang menimpamu. Aku amat menyukaimu dan kamu adalah orang yang paling mulia di hatiku. Bagaimana mungkin aku dapat berpisah darimu? Marilah kita kembali ke tempat kita semula.”
Hamid tertarik dengan ajakan Ahmad. Ia pun bersedia kembali bersama Ahmad ke gua untuk bertobat sebenar-benarnya dan menjauhi dosa.
Dengan demikian, Ahmad – dengan cara yang indah – telah melaksanakan tugasnya sebagai sahabat. Ia telah menyelamatkan sahabatnya itu. Apakah ada cara yang lebih baik dari ini? Ataukah Hamid dibiarkan tenggelam dan hanyut dalam dosa dan sengsara?