Pandangan Dunia

Risalah Pandangan Dunia (13)

Persoalan Wujud Tuhan dalam Al-Quran

Sejak dahulu hingga saat ini, para Ulama penafsir kita berbeda pandangan tentang apakah dalam Al-Quran terdapat ayat yang secara langsung membuktikan keberadaan Tuhan atau tidak? Sebagian dari penafsir kita menafikan setiap ayat di mana ayat tersebut secara langsung membuktikan keberadaan Tuhan. Penafsir lainnya mengangkat beberapa ayat yang membuktikan keberadaan Tuhan secara langsung. Jika kita ingin menjelaskan satu persatu kedua pandangan tersebut dan selanjutnya menyimpulkannya, tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama dan hal ini diluar dari tujuan tulisan ini. Namun ada hal menarik yang dapat diambil dari pandangan tersebut dan dapat dijadikan sebagai petunjuk. Hal tersebut yaitu : kita harus membedakan antara asumsi yang menyatakan bahwa terdapat ayat yang secara langsung membuktikan keberadaan Tuhan dengan asumsi yang menyatakan bahwa kita hanya mungkin mengistinbat dalil dari sebagian ayat yang ada (tidak secara langsung). Asumsi pertama sulit dibuktikan dan kami tidak menemukan ada ayat yang membuktikan secara langsung keberadaan Tuhan. Namun terdapat ayat yang dapat kita gunakan (perantara) dalam membuktikan keberadaan Tuhan :

  ﴿أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْ‏ءٍ أَمْ هُمُ الْخالِقُونَ﴾﴿أَمْ خَلَقُوا السَّماواتِ وَ الْأَرْضَ بَلْ لا يُوقِنُونَ﴾

Ayat 35. Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?

Ayat 36. Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).

Dalam surah At-Thur ; 35 – 36 di atas merupakan jawaban dari berbagai persoalan tentang keberadaan Tuhan yang diajukan oleh kaum musyrikin pada saat itu kepada Rasulullah SAW. Kedua ayat di atas merupakan ayat yang secara lahiriyah menjawab pertanyaan dari kaum musyrikin berkenaan dengan keberadaan Tuhan. Jika anda perhatikan ayat di atas, secara lahiriah pada ayat tersebut tidak terdapat bentuk argumentasi, bahkan pada ayat tersebut dijelaskan dalam bentuk ‘istifham inkari’ (sebuah proposisi dalam bentuk tanya dengan maksud pengingkaran). Ayat tersebut – secara pemahaman – ingin mengatakan , apakah Anda tercipta tanpa adanya pencipta?

Tentunya Anda tidak akan pernah menerima hal tersebut. Akan tetapi apakah Anda pencipta diri Anda sendiri ? Saya yakin Anda pun tidak akan pernah menerima hal ini dikarenakan Anda mengetahui dengan mudah alasannya. Karena itu Anda meyakini bahwa ada pencipta yang menciptakan Anda.

Berdasarkan hal tersebut, ayat di atas secara tidak langsung bisa diterjemahkan dalam bentuk argumentasi sebagai berikut : Anda mengetahui bahwa pada awalnya Anda tidak memiliki keberadaan (wujud), oleh karena itu Anda adalah mumkin wujud. Anda tidak mungkin mengingkari bahwa Anda ini adalah makhluk. Nah sekarang, apakah Anda adalah sebuah entitas tanpa adanya Pencipta? Anda tidak mungkin menjawabnya dengan “ ia “ dan Anda pun pasti mengingkarinya sebagaimana Anda mengingkari bahwa Anda yang menciptakan diri Anda sendiri. Oleh karena itu kita harus meyakini adanya Sang Pencipta yang dirinya tidak  diciptakan. Oleh karena pertanyaan ini pun mungkin saja ditanyakan pada diri-Nya dengan pertanyaan yang sama hingga sampai pada kesimpulan akhir bahwa harus ada Pencipta yang tak dicipta.

Ini adalah sebuah contoh dari ayat yang diyakini oleh sebagian penafsir sebagai ayat yang membuktikan keberadaan Tuhan. Namun ayat di atas proposisinya dalam bentuk ‘istifham inkari’ dalam menjawab pertanyaan orang-orang musyrik yang mengingkari kenabian Rasulullah SAW. Akan tetapi ayat ini dapat mengantarkan kita dalam bentuk argumentasi rasional.

Jika Anda bertanya mengapa Al-Quran tidak secara langsung membuktikan keberadaan Tuhan dan mengapa kita tidak menemukan bentuk argumentasi dalam pembuktian wujud Tuhan di dalam Al-Quran? Hal ini dikarenakan keberadaan Tuhan sebagai Pencipta langit dan bumi menurut pandangan Al-Quran sangatlah jelas dan hal ini diterima oleh seluruh pihak. Oleh karena itu Al-Quran menganggap hal-hal seperti ini sebagai perkara yang badihi. Jika ada pertanyaan berkenaan dengan hal ini, pertanyaan tersebut tidak akan membuat keragu-raguan dan persoalan yang baru. Dalam surah Ibrahim ayat 10, Al-Quran menjelaskan ; Apakah ada keragu-raguan tentang Allah, pencipta langit dan bumi?.

Istifham dalam ayat tersebut dijelaskan dalam bentuk ‘pengingkaran’. Jika kita memperhatikan penggunaan ‘istifham inkari’ dalam proposisi, maka mafhum dari ayat di atas ; Anda juga mengetahui bahwa dalam persoalan ini tidak ada sama sekali keraguan. Akan tetapi di saat Al-Quran tidak menjelaskan pembuktian wujud Tuhan secara langsung hal ini tidak berarti bahwa Al-Quran sama sekali tidak memperhatikan pertanyaan atau persoalan yang timbul dalam benak mereka. Bahkan sebagaimana yang kami isyaratkan sebelumnya bahwa kita dapat membuat sebuah argumentasi melalui beberapa ayat dalam menjawab persoalan yang ada.

Namun apapun itu, baik secara langsung dalam membuktikan keberadaan Tuhan maupun tidak secara langsung, argumentasi tersebut akan menjadi sempurna jika ditambahkan padanya proposisi eksternal kaitannya dengan ayat tersebut dalam membuktikan persoalan yang dimaksud. Apa yang dihasilkan dari argumentasi ini bahwa sebagaimana argumentasi-argumentasi lainnya yang dihasilkan hanyalah sebuah konsep universal dan tidak akan mungkin mengantarkan kita sampai pada Zat Tuhan. Namun memang seperti inilah ciri dari argumentasi akal yaitu keuniversalan. Namun telah kami jelaskan sebelumnya bahwa Al-Quran juga menunjukkan kepada kita pengetahuan hudhuri terhadap Allah SWT, inilah yang dimaksud dengan pengetahuan fitri terhadap Tuhan. Sekarang kami akan membahas pengetahuan ini.

Tuhan dalam  Inti Manusia

Penakbiran Fitrah kaitannya dengan Tuhan memiliki beberapa makna. Diantaranya ;

1) Fitrah Ilahi ; maksudnya bahwa kebertuhanan merupakan sebuah kecenderungan fitrawi dalam diri manusia. Bukti dari asumsi ini bisa kita saksikan pencarian terus menerus manusia kepada Tuhan dalam sepanjang sejarah manusia. Selain dari keanekaragaman budaya, geografis, suku dan bangsa, akan tetapi kepercayaan kepada Tuhan sebagai pencipta alam semesta ini senantiasa ada dalam diri manusia. Para psikolog meyakini bahwa dalam diri manusia terdapat  4 aspek internal :

a. Etika

b. Estetika

c. Pengetahuan

d. Spiritual (menyembah)

Sebagian Ilmuan seperti Paskal, William James, Bergson dan Enstein sangat menekankan pada aspek keempat dan bahkan mereka meyakini bahwa hal tersebut tidak mungkin dipisahkan dengan diri manusia.

2) Fitrah Ilahi bermakna bahwa tauhid itu bersifat fitri

3) Fitrah Ilahi bermakna bahwa Tauhid adalah sebuah kecenderungan fitrawi dan bersifat internal. Manusia melakukan ritual penyembahan berdasarkan fitrah tersebut dan dirinya tunduk dalam berhadapan dengan diri-Nya. Penakbiran fitrah pada istilah pertama dan , ketiga bersumber dari kecendrungan internal, sedangkan pada istilah kedua sejenis pengetahuan.

Pengetahuan fitrawi terhadap Tuhan

Ada beragam istilah mengenai pengetahuan fitrawi. Kira-kira ada sekitar sepuluh istilah berkenaan dengan pengetahuan fitrawi. Seperti logika fitrawi, fitrah dalam istilah Descartes, fitrah dalam istilah Kant, dst.

Ketika kita ingin menggunakan istilah fitrah berkenaan dengan Tuhan. Kita bisa menggunakan dua istilah berikut ini ;

  1. Maksud dari pengetahuan fitrawi terhadap Tuhan  yaitu bahwa pengetahuan tersebut bersifat badihi dan tidak membutuhkan usaha keras dari akal manusia dalam mentashdiq keberadaan Tuhan. Dengan sangat mudah dapat dipahami bahwa keberadaan alam ini terbatas serta bergantung, sehingga butuh pada sebuah keberadaan yang tak bergantung pada apapun yang akan menciptakan dirinya. Akan tetapi pengetahuan ini adalah sebuah pengetahuan hushuli namun argumentasinya sangat jelas dan tidak terlalu membutuhkan eksplorasi akal. Pengetahuan ini disebut dengan pengetahuan fitrawi.

2. Maksud dari pengetahuan fitrawi terhadap Tuhan adalah bahwa manusia memiliki ilmu hudhuri terhadap Pencipta yang menciptakan dirinya. Setiap manusia diciptakan dengan fitrah ini (yaitu dengan ilmu hudhuri). Ilmu hudhuri ini adalah amanah Ilahi yang telah diletakkan dalam diri manusia. Inilah yang dimaksud dengan hadis ‘setiap anak dilahirkan dengan fitrah’. Dalam hadis yang lain ditambahkan dengan atas fitrah tauhid. Maksudnya bahwa setiap anak dilahirkan dengan fitrah tauhid.

Komentari Artikel Ini

comments

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
%d blogger menyukai ini: