Zakariya putra Ibrahim mengatakan : Aku adalah seorang pemeluk Kristen yang masuk Islam. Untuk menunaikan manasik haji, aku berangkat ke Mekkah. Di kota suci ini, aku bertemu dengan Imam Ja’far Ash-Shadiq. Dalam pertemuanku dengan beliau, terjadi dialog dan perbincangan antara diriku dengan beliau.
Imam bertanya kepadaku apa yang telah aku lihat dalam Islam yang membuatku tertarik kepada Islam. Dalam jawabanku, aku nyatakan bahwa ayat berikut inilah yang membuatku masuk Islam.
“Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Quran) dengan perintah kami, sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah kitab (Al-Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu.” (QS.Al-Syura [42]:52)
Ayat tersebut telah menyadarkanku bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan orang yang tak pernah sekolah dan belajar serta buta huruf, tidak mungkin mengeluarkan ucapan seindah ini kecuali semua itu adalah wahyu dari Tuhan semesta alam.
Beliau berkata, “Sesungguhnya Tuhan telah memberi petunjuk kepadamu.” Selanjutnya beliau berkata, “Tanyakanlah kepadaku tentang apa saja yang ingin engkau ketahui?”
“Ayah dan Ibuku, keduanya beragama Kristen, sementara ibuku buta, pertanyaanku bolehkah aku yang beragama Islam ini hidup bersama mereka dan makan dengan piring dan wadah mereka?, tanyaku.
Imam kembali bertanya, “Adakah kedua orang tuamu memakan daging babi? “sama sekali tidak,” jawabku.
Beliau berkata, “Kalau begitu tidak ada masalah.”
Ketika itu beliau menganjurkanku agar bersikap sayang kepada ibuku dan bila dia meninggal nanti hendaknya aku sendiri yang mengkafani dan menguburkannya, selain itu aku dilarang menceritakan pertemuan ini sampai berjumpa beliau di Mina.
Di Mina aku menemani beliau, beliau dikelilingi oleh muslimin dan mereka yang antri untuk bertanya. Tatkala aku sampai ke Kufah, aku sangat mengasihi ibuku. Aku suapi dia dan pakaian serta kepalanya aku yang bersihkan. Suatu hari ibuku berkata kepadaku, “Putraku! Ketika engkau beragama Kristen, engkau tidak sebaik ini denganku. Sekarang mengapa engkau jadi sebaik ini?”
Aku menjawab, ”Ibu, aku telah memeluk Islam dan seorang dari keturunan Rasul telah menganjurkanku untuk berbuat baik terhadap ibu.”
Ibuku berkata, “Adakah dia itu seorang Nabi ?”
Dia adalah putra Rasul SAW.”kataku
Ibuku berkata, “Tentunya dia sendiri juga Nabi. Karena anjuran-anjuran seperti ini (menghormati wanita) adalah tauladan para Nabi.”
“Tidak ibu! Setelah Nabi Muhammad tidak akan datang nabi baru, dia hanyalah putra Nabi,” jawabku lagi. “ Agamamu adalah agama terbaik, jelaskanlah kepadaku.” Pinta ibuku.
Maka akupun mengajarkan syahadatain kepada ibuku dan dia pun memeluk Islam dan belajar cara shalat serta sekaligus mengerjakan shalat dhuhur, ashar, maghrib dan isya’ hari itu juga. Tidak lama kemudian, ibuku jatuh sakit dan menjelang ajalnya ia berkata kepadaku, “Wahai pelita hatiku! Ulangilah apa yang telah engkau ajarkan kepadaku tentang Islam!”
Kemudian aku mengajarkan kalimat syahadat kepadanya dan setelah mengucapkan syahadat, beliau pun meninggal dunia. Pagi harinya, aku memandikan dan menshalati serta menguburkan jenazahnya dengan cara Islam.”