Lebih dari 70 tahun rakyat tak berdosa, perempuan dan anak-anak Palestina menderita akibat kekejaman dan kejahatan rezim Zionis Israel. Kecongkakan dan kejahatan Israel yang merajalela menunjukkan pelanggaran sistematis Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap bangsa Palestina. Kebijakan zalim dan di luar batas kemanusiaan serta tidak dijaganya perimbangan HAM selama perang, membuat sejumlah pengamat dan pakar internasional menyimpulkan bahwa kejahatan Israel dan pembunuhan sistematis perempuan dan anak-anak ditujukan untuk menyukseskan proyek genosida di bumi Palestina.
Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan menghadapi bahaya di sebuah masyarakat dan di kondisi perang serta situasi yang tak stabil sebuah negara, dan biasanya mereka menjadi korban utama. Anak-anak Palestina pun tak terkecualikan dari kaidah ini. Sejak mereka dilahirkan telah menghadapi beragam kendala dan tidak memperoleh hak-hak dasar.
Angka kematian anak merupakan parameter utama untuk menentukan kondisi keselamatan sebuah masyarakat. Parameter kesehatan sebuah masyarakat diperoleh melalui pembagian antara jumlah kematian balita berusia kurang dari satu tahun sepanjang satu tahun penuh di banding dengan total kelahiran anak di tahun tersebut yang kemudian dikalikan dengan angka seribu. Indeks ini menunjukkan bahwa dari setiap 1000 bayi yang lahir dalam kondisi hidup selama satu tahun, beberapa dari mereka meninggal sebelum berusia satu tahun.
Organisasi PBB untuk Bantuan Pengungsi Palestina (UNRWA) setiap lima tahun sekali melakukan jajak pendapat kematian bayi di seluruh kawasan. Hasil jajak pendapat yang diterima tahun 2013 secara resmi dirilis pada 10 Agustus 2015. Dr. Akihiro Seita, direktur UNRWA program kesehatan dan penempatan pengungsi Palestina mengatakan, “Angka tinggi kematian bayi selama beberapa dekade lalu di bumi Palestina dan Jalur Gaza berkurang secara perlahan. Namun data terbaru yang kami peroleh terkait kematian anak-anak di Jalur Gaza di tahun 2013 mengungkap eskalasi kematian anak-anak. Data yang dirilis UNRWA ini supaya dunia merasa dalam bahaya.”
Lebih lanjut ia mengungkapkan, “Oleh karena itu, kami bersama tim penyidik asing yang independen mulai mengkaji data dan informasi yang ada, supaya dicapai keyakinan atas jumlah sejati kematian bayi. Hal ini pula yang menyebabkan perilisan laporan tertunda hingga hari ini.”
Penyidikan terbaru UNRWA menunjukkan bahwa angka kematian bayi di Jalur Gaza untuk pertama kalinya sejak 50 tahun lalu mengalami peningkatan. Salah satu faktor utamanya adalah berlanjutnya blokade terhadap Jalur Gaza oleh rezim Zionis Israel. Dr. Akihiro Seita mengatakan, “Angka kematian anak merupakan salah satu indeks untuk menentukan keselamatan sebuah masyarakat. Kematian anak tergantung pada kesehatan ibu dan bayi. Oleh karena itu hal ini merupakan salah satu indeks vital bagi program Pembangunan Milenium PBB (MDGs).”
Angka kematian bayi sebelum usia satu tahun secara kontinyu di beberapa dekade lalu terus menurun. Di Gaza dari 1000 bayi di tahun 1960, sebanyak 130 di antaranya meninggal. Angka ini di tahun 2008 hanya mencapai 20 orang. Berdasarkan sensus terbaru, di tahun 2013, angka kematian dari 1000 bayi yang dilahirkan mencapai 22 orang.
Di sisi lain, angka kematian bayi sebelum berusia genap satu bulan mengalami peningkatan signifikan. Berdasarkan data yang berikan UNRWA tahun 2008, jumlah kematian bayi sebelum berusia satu bulan mencapai 12 orang dari 1000 bayi yang dilahirkan. Namun di tahun 2013, angka tersebut naik menjadi 20 bayi.
Dr. Seita terkait laju tak wajar angka kematian anak-anak Gaza mengatakan, “Kemajuan program memerangi kematian bayi biasanya di setiap belahan dunia tidak menghasilkan sebaliknya. Ini untuk pertama kalinya kami menyaksikan kenaikan angka kematian dalam bentuk seperti ini. Mungkin kondisi yang sama dapat ditemukan di negara-negara Afrika, ketika terjadi penyebaran wabah menular HIV/AIDS secara mendadak.”
Dr. Seita mengungkapkan, “Sangat sulit bagi kami menentukan secara pasti faktor kenaikan angka kematian bayi. Sebaliknya yang tampak bagi kami adalah proses kenaikan kematian bayi. UNRWA khawatir atas dampak menyedihkan blokade Gaza dan untuk jangka panjang, aksi zalim ini menimbulkan pengaruh buruk pada infrastruktur kesehatan, suplai obat-obatan dan peralatan medis di kawasan ini.”
Rezim Zionis Israel sejak tahun 2007 hingga kini, menerapkan blokade darat dan laut terhadap Jalur Gaza. Kondisi ini menimbulkan kerugian dan ancaman serius pada warga Gaza. Warga Jalur Gaza kini menghadapi kelangkaan bahan pangan, peralatan medis, obat-obatan dan kebutuhan mendasar yang dibutuhkan bagi kehidupan akibat blokade zalim Israel. Sangat jelas dalam kondisi blokade zalim seperti ini yang paling banyak menderita adalah anak-anak. Anak usia di bawah 14 tahun menempati 45 persen dari total populasi Gaza dan juru bicara Departemen Kesehatan daerah ini mengumumkan, blokade Jalur Gaza menimbulkan dampak kesehatan mengiriskan bagi warga, khususnya anak-anak.”
Aksi pemboman kawasan pemukiman, tabrak lari, penembakan terhadap anak secara langsung dan pembakaran rumah termasuk kejahatan yang dilakukan rezim Zionis Israel. Aksi sadis tersebut mengakibatkan anak-anak Palestina meninggal dan merupakan kejahatan luar biasa sepanjang sejarah umat manusia.
Militer Israel tak segan-segan membantai anak-anak Palestina yang tengah berjalan, bermain bola, tengah berenang di pantai atau tengah menyaksikan tentara Israel di balik jendela rumah mereka. Zionis menyadari bahwa pertumbuhan populasi Palestina akan berujung pada tumbangnya rezim ilegal ini. Oleh karena itu, dengan beragam dalih mereka berusaha mengurangi jumlah penduduk Palestina.
Pembantaian anak-anak, pengobaran perang, pembangunan distrik Zionis, pengusiran paksa warga Palestina ke wilayah lain, penyerbuan rumah-rumah warga serta bentrokan dengan warga terzalimi ini termasuk langkah-langkah Zionis untuk membantai warga Palestina secara massal atau mengurangi populasinya.
Berdasarkan dokumen dan laporan lembaga swadaya masyarakat, di perang Gaza lebih dari 2140 warga Palestina meninggal, di antaranya terdapat 551 anak-anak dan 299 perempuan sipil. Padahal lebih dari 11 ribu warga Palestina termasuk 3540 perempuan dan 3436 anak-anak selama agresi Israel terluka. Jumlah korban di pihak Israel pun dilaporkan hanya 73 orang yang mayoritasnya adalah tentara. Penembakan roket ke berbagai wilayah pemukiman dan pembunuhan warga sipil dilakukan sesuai dengan kebijakan Tel Aviv.
Berdasarkan laporan komite independen penyidik PBB 22 Juni 2015, tentara Israel di perang musim panas tahun lalu di Gaza melancarkan lebih dari 6000 serangan udara dan selama itu, kompleks pemukiman warga serta bangunan sipil lainnya menjadi target. Laporan komite penyidik PBB mengindikasikan bahwa serangan militer Israel kebanyakan dilakukan malam hari, ketika warga tengah terlelap tidur atau ketika warga shalat, buka puasa atau sahur yang biasanya seluruh anggota keluarga berkumpul.
Komite penyidik PBB di berbagai kasus atas penyidikan mereka atau berdasarkan laporan yang dikirim oleh lembaga lokal serta internasional mencapai kesimpulan bahwa penargetan rumah penduduk oleh Israel adalah disengaja dan rumah warga menjadi prioritas target rezim ilegal ini.
Komite penyidik PBB di laporannya menyebutkan, “Realitanya adalah Israel ketika terbukti dampak merusak dan parah serangan udaranya terhadap warga sipil, belum juga bersedia mengubah kebijakannya. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah masalah ini bukannya menjadi bagian dari kebijakan yang lebih luas dan secara tersirat dibenarkan oleh kabinet Tel Aviv?”
Langkah zalim terbaru Israel yang membangkitkan kemarahan masyarakat dunia adalah pembakaran bayi Palestina bersama keluarganya. Akibat aksi pembakaran sebuah rumah warga Palestina di kota Nablus, Tepi Barat, seorang bayi berusia 18 bulan bernama Ali Dawabsheh meninggal terpanggang api. Sementara ayah dan ibunya beberapa hari kemudian menyusul Ali akibat luka bakar serius yang mereka derita.
Sejatinya rezim ini terkenal sebagai rezim pembantai anak Palestina dan pelaku genosida anak. Menurut salah satu penulis di Koran The Independent, pembantaian anak Palestina senantiasa menjadi noktah hitam bagi rezim penjajah dan ilegal Israel.
Sumber : www.Indonesian.irib.ir