Salah satu hal yang selalu ada dalam diri manusia adalah kecenderungan untuk mencari Tuhan dan menyembah-Nya. Fitrah manusia cenderung kepada perbuatan-perbuatan baik dan perilaku yang diridhai oleh Allah SWT. Namun terkadang manusia tenggelam dalam bisikan-bisikan setan dan memilih jalan yang sesat. Dalam kondisi tersebut manusia tidak akan mentaati perintah Tuhan dan tergelincir ke dalam lembah dosa. Meski demikian, Allah SWT tidak akan membiarkan manusia dalam kondisi seperti itu dan Dia telah menunjukkan jalan kepada manusia untuk kembali ke jalan yang lurus.
Taubat adalah salah satu jalan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan masa lalu dan mencapai ketenangan dalam diri manusia. Taubat secara harfiah bermakna kembali, dan menurut istilah, taubat adalah kembali dari melakukan maksiat dan dosa atau meninggalkan perbuatan dosa itu. Artinya, ruh dan jiwa manusia yang sebelumnya telahmelewati kehidupan dengan serangkaian sifat-sifat dan kebiasaan buruk, namun setelah terjadi perubahan dalam dirinya, ia meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk itu dan kembali ke jalan yang benar. Imam Ali Kw berkata, “Setiap engkau melakukan dosa segeralah bertaubat untuk menghapusnya.”
Akhlak yang buruk dan dosa akan membuat hati manusia menjadi gelap dan menghalangi jalannya untuk mencapai kesempurnaan yang merupakan tujuan penciptaan manusia. Akal dan fitrah manusia mengatakan bahwa untuk menjauhi dosa, manusia harus bergerak dan berusaha semaksimal mungkin. Jika tidak, maka titik-titik hitam dosa tersebut sedikit demi sedikit akan menutupi hati manusia dan ia akan jauh dari fitrah sucinya dan bahkan terperangkap ke dalam kegelapan.
Jika manusia tidak berusaha untuk menghilangkan kegelapan yang menyelimutinya maka keburukan akan mendominasi hatinya,dan tentunya secara bertahap ia akan jauh dari hakikat keberadaan dan sifat kemanusiaannya. Allah SWT dalam Surat Al-Muthaffifin Ayat 14 berfirman, “Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya telah menodai (menutupi) atas hati mereka apa yang selalu mereka usahakan itu.”
Salah satu penyebab sebagian manusia tidak melihat dan menerima kebenaran agama adalah dikarenakan hati mereka diselimuti oleh kegelapan dan noda akibat perbuatan dosa mereka. Cermin yang terkena debu tidak akan pernah dapat memantulkan cahaya kebenaran, bahkan tidak akan mampu menunjukkan sesuatu apapun. Oleh karena itu, sebelum noda tersebut menutupi hati manusia, ia harus berusaha untuk menghapusnya.
Taubat adalah kembali dari dosa dan bergerak menuju Tuhan. Ketika orang yang berbuat dosa menyadari bahwa pintu taubat terbuka dan ada jalan untuk kembali maka ia tidak akan berputus asa dari rahmat Allah SWT. Taubat dalam Al-Quran memiliki posisi khusus, dimana banyak ayat Al-Quran yang mengisyaratkan tentang taubat dan manfaatnya.
Allah SWT telah memberikan harapan pengampunan dan rahmat-Nya bagi mereka yang telah melakukan dosa. Hal itu dijelaskan dalam banyak ayat Al-Quran. Dalam Surat Az-Zumar Ayat 53, Allah SWT berfirman, “Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya (bagi orang yang bertobat).` Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam ayat tersebut, Allah SWT menyebut dosa sebagai sebuah penindasan yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya terhadap diri mereka sendiri. Allah SWT menegaskan bahwa orang-orang yang berbuat dosa tidak seharusnya berputus asa terhadap rahmat dan ampunan-Nya, sebab putus asa terhadap rahmat Allah SWT adalah sebuah dosa besar. Oleh karena itu, pandangan tentang harapan dan pengampunan sangat luas di dalam Islam.
Meski Allah SWT membuka selebar-lebarnya pintu taubat, namun taubat mempunyai tahapan. Dalam riyawat Imam Ali Kw yang tertera di Kitab Nahjul Balaghah disebutkan tentang tahap-tahap bertaubat dan syaratnya. Tahap pertama dalam bertaubat adalah menyesali dengan sebenarnya atas dosa yang telah dilakukan. Rasulullah SAW bersabda, “Penyesalan adalah penebus dosa.” Jelas bahwa ketika seseorang bertaubat dan menyesali perbuatan dosanya, maka dalam dirinya akan terjadi sebuah revolusi batin dan bergerak menuju jalan kembali. Taubat yang sejati adalah ketika seseorang mengingat pekerjaan buruknya itu, ia akan merasa sedih dan menyesalinya.
Tahap kedua adalah orang yang bertaubat itu harus memutuskan untuk tidak melakukan dan mengulangi perbuatan-perbuatan dosanya. Penyesalan sejati seseorang adalah ketika ia berjanji untuk tidak melakukan perbuatan dosanya di masa lalu. Langkah selanjutnya dalam bertaubat adalah mengkompensasi kerugian dan akibat dari perbuatan dosanya. Jika perbuatan buruk seseorang telah merugikan masyarakat, misalnya merugikan harta, nyawa dan martabat seseorang atau melanggar hak-hak orang lain maka ia harus mengembalikan dan menggantinya.
Hal tersebut sama seperti orang yang telah meninggalkan hal-hal yang wajib dalam syariatnya maka ia harus melaksanakannya di lain waktu. Singkatnya, orang yang bertaubat harus semaksimal mungkin menggantikan kerugian-kerugian akibat kesalahannya di masa lalu. Jika perbuatan buruknya di masa lalu menimbulkan dampak buruk di masyarakat, ia harus berusaha untuk menghilangkan dampak tersebut. Selain itu, ia harus membersihkan fisik dan jiwanya dengan beribadah dan meningkatkan takwa kepada Allah SWT.
Sebagian orang mengira bahwa taubat hanya sekedar meminta ampunan dari Tuhan dan tidak diperlukan untuk meninggalkan dosa serta mengganti akibat-akibat yang ditimbulkan dari perbuatan dosa mereka. Mereka mengira taubat hanya sekedar menyesali perbuatan dosa mereka dan hal itu sudah cukup. Padahal taubat sejati adalah tidak ingin mengulang kembali perbuatan dosanya dan bertekad untuk menjadi hamba yang layak di sisi Allah SWT.
Al-Quranul Karim telah menjelaskan tentang taubat sejati atau disebut dengan “Taubatan Nasuha.” Dalam Surat At-Tahrim Ayat 8, Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kalian akan menutupi kesalahan-kesalahan kalian, dan memasukkan kalian ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dia; sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka. Mereka berkata: Ya Rabb kami! Sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dengan demikian, orang yang bertaubat seperti orang yang terlahir kembali. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang bertaubat dari dosanya maka ia seperti tidak melakukan dosa. Ia seperti orang yang baru lahir dari ibunya.” Taubat akan mengosongkan jiwa orang yang bertaubat dari tekanan dosa dan mengembalikan kesucian yang dimilikinya ketika lahir sehingga penyesalan tersebut akan menimbulkan ketenangan dalam jiwanya. Ketika ketenangan jiwa telah ada dalam diri manusia maka ia akan menemukan kesuksesan besar dalam hidupnya.
Dewasa ini, para psikolog meyakini bahwa dosa dan perbuatan buruk akan menimbulkan tekanan dan stress bagi para pelakunya, sementara meninggalkan perbuatan dosa akan membuat hati manusia menjadi tenang dan tenteram. Mereka menasihati orang-orang yang tekadnya lemah dalam meninggalkan kebiasaan buruk untuk menjauhi perbuatan buruk itu secara perlahan dan bertahap. Nasihat tersebut sama seperti yang dinasihatkan oleh Islam kepada orang-orang yang sulit melakukan taubat Nasuha.
Mungkin saja ada orang yang bertaubat dari perbuatan dosanya dan dalam waktu tertentu ia tidak melakukan dosa tersebut hingga pada akhirnya ia kembali melakukan dosa itu lagi, namun jika orang itu tidak berputus asa atas rahmat Allah SWT maka ia akan bertaubat lagi. Mungkin orang itu kelak akan berulang kali berbuat dosa dan berulang kali pula bertaubat, namun pada akhirnya ia benar-benar bertaubat dengan taubatan Nasuha.
Di sisi lain, mungkin saja ada seseorang yang telah melakukan dosa namun sayangnya ia juga putus asa dari rahmat Allah SWT dan tidak berpikir untuk kembali ke jalan yang benar. Akhirnya orang tersebut akan terus terjerumus ke dalam dosanya dan bahkan melakukan dosa yang lebih besar karena mengikuti bisikan-bisikan setan.
Imam Khomeini, Pendiri Republik Islam Iran dalam bukunya berjudul “40 Hadist” menulis, “Wahai saudaraku, jangan sampai setan dan nafsu amarah masuk dalam dirimu, membisikkan dan membesarkan masalah dosa, dan mencegahmu untuk bertaubat … ketahuilah bahwa dalam hal ini seberapa pun ukurannya walaupun sedikit, bertaubat adalah lebih baik.”
Dalam agama Samawi khususnya Islam terdapat ajaran dan perintah untuk meninggalkan dosa. Islam menasihatkan manusia untuk menjaga perkataan dan perbuatannya. Manusia harus memerangi pikiran untuk melakukan dosa, sebab, pikiran buruk akan mendorong perbuatan dan perilaku dosa. Imam Ali Kw berkata, “Orang yang banyak berpikir untuk melakukan dosa maka ia akan terseret untuk melakukannya.”
Berpikir untuk melakukan dosa juga dilarang dalam agama Kristen. Nabi Isa as berkata, “Musa telah melarang kalian berbuat dosa dan aku melarang kalian untuk berpikir melakukan dosa.” Dengan demikian, taubat dan menjauhi dosa akan mengantarkan manusia kepada kesempurnaan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.