Oleh : Syaikh Jawadi Amuli
Kualitas Siksaan Sesuai dengan “Mutu” Dosa
Kemudian Rasulullah SAW meneruskan nasihatnya dengan mengacu pada ayat, “Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab. Sungguh Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana,” (QS. An-Nisa : 56). Kepekaan kulit lebih kuat dibandingkan dengan anggota badan yang lain. Tentang pergantian kulit para penghuni neraka, Allah SWT mengatakan, “Bahwa api neraka jahanam terus-terus dinyalakan agar siksaan itu semakin menyakitkan mereka.” (QS. Al-Isra : 97)
Mengapa nyala api neraka itu kembali dinyalakan? Jawabnya, agar orang-orang yang berdosa kembali merasakan siksaan yang baru, karena mereka juga selalu memperbaharui dosa-dosanya. Pada hari kiamat siksaan yang bermacam-macam disiapkan untuk dosa-dosa yang bermacam-macam.
Salah satu yang menyebabkan nyala api neraka dinyalakan kembali karena konon orang-orang yang melakukan dosa itu kadang-kadang tersentak oleh nasihat-nasihat yang baik, sehingga timbul keinginan mereka untuk meninggalkan dosa tapi entah mengapa mereka kembali melakukan dosa itu. Bahkan yang lebih buruk lagi. Maka itu, perbuatan yang buruk itu muncul kembali di hari kiamat (dalam bentuk kobaran api yang lebih panas—peny.).
Napas Neraka
Rasulullah SAW kemudian membacakan ayat ini, “Maka adapun orang-orang yang sengsara, maka (tempatnya) di dalam neraka, di sana mereka mengeluarkan dan menarik napas dengan merintih.” (QS. Hud : 106)
Manusia dalam kondisi yang normal mengeluarkan napas secara teratur. Setiap tarikan napas, artinya setiap kali itu ia menarik kehidupan. Namun kala sulit bernapas maka napasnya menjadi tidak biasa lagi.
“Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya akan mendapatkan azab jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak.” (QS. Al-Mulk : 6-7)
Orang-orang yang melakukan dosa hakikatnya meracuni jiwanya sendiri. Karena itu, jeritan akan keluar dari dalam jiwa mereka. Itulah jeritan yang menyakitkan diri mereka namun dosa-dosa telah membuat mereka mabuk, lupa diri sehingga mereka tidak mendengarkan jeritan-jeritan tersebut.
“Mereka merintih dan menjerit di dalamnya (neraka), dan mereka di dalamnya tidak dapat mendengar.” (QS. Al-Anbiya : 100)
Mereka yang Lalai Karibnya Setan
Rasulullah SAW memperingatkan tentang ancaman-ancaman Allah SWT,
Siapa saja yang lalai akan peringatan Kami dan barangsiapa berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al-Quran), Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya. (QS. Az-Zukhruf : 36)
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib juga memiliki aforisme tentang hal ini bahwa konon orang-orang yang melakukan maksiat mengira bahwa itu keputusan diri mereka sendiri, padahal yang mengaturnya adalah setan. Saat itu ia menjadi anak buah setan yang mejalankan perintah-perintahnya. Allah SWT selalu memberi kesempatan dan waktu agar orang itu menyadari kesalahan dan segera bertobat. Namun ketika orang itu tidak mau bertobat, artinya ia lebih memilih pilihan yang buruk. Dengan kata lain, ia lebih memilih setan menjadi pelindungnya.
Alim yang Tak Beramal
Kemudian Rasulullah SAW juga membacakan ayat, “Dan (alangkah mengerikan) sekiranya engkau melihat mereka (orang-orang kafir) ketika terperanjat ketakutan (pada hari kiamat); lalu mereka tidak dapat melepaskan diri dan mereka ditangkap dari tempat yang dekat (untuk dibawa ke neraka),” (QS. Saba : 51). Menurut Rasulullah SAW, orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya adalah orang-orang yang akan ditangkap dan dibawa ke neraka. Tidak ada yang bisa melepaskan diri dari hukuman Tuhan, “Dia bersama kalian di mana saja kalian berada.” (QS. Al-Hadid : 4)
Allah SWT meliputi semuanya. Semua dekat dengan-Nya dan tidak ada yang jauh dari-Nya. Dia juga mendengar jeritan orang-orang teraniaya yang mengiba-iba berdoa kepada-Nya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran. (QS. Al-Baqarah : 186)
Memusatkan Perhatian pada Allah
Rasulullah SAW meminta agar Ibnu Mas’ud tidak lalai akan nikmat-nikmat Allah SWT. Kemudian beliau membacakan ayat, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada hari yang (ketika itu) seorang ayah tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong ayahnya sedikit pun. Sungguh janji Allah pasti benar, maka janganlah kamu sekali-kali terperdaya oleh kehidupan dunia, dan janganlah sampai kamu terperdaya oleh penipu dalam (menaati) Allah. (QS. Lukman : 33)
”Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkan.” (QS. Abasa : 37). Karena itu, setiap orang harus menyelesaikan urusan dunianya secepat mungkin. Melakukan hal-hal yang bermanfaat dan meninggalkan hal-hal yang tidak perlu. Lakukanlah urusan yang akan bermanfaat. Hadis mengatakan, “Tinggalkanlah apa yang tidak bermanfaat bagimu dan lakukanlah apa yang bermanfaat bagimu.”
Kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat, “Apakah kalian menyangka bahwa Kami menciptakan kalian sia-sia dan kalian tidak akan kembali?” (QS. Al-Mukminun : 115). Manusia akan kembali kepada Tuhannya lewat pintu kematian. Ia akan menemui jalaliyah atau jamaliyah Allah.
Perbedaan Cinta Diri dan Pengenalan Diri
Rasulullah SAW kemudian membacakan ayat tentang neraka jahanam, “Kemudian akibat perbuatan buruk adalah mendustakan ayat-ayat Allah,” (QS. Ar-Rum : 10). Artinya, dosa yang biasa-biasa itu kalau dilakukan secara terus-menerus akan menjadi dosa teologis alias kekufuran.
Awal dari seluruh makrifat adalah makrifat terhadap nafsi, pengenalan diri. Seseorang yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya. Sumber dan asal-usul dosa adalah cinta kedudukan. Dalam riwayat-riwayat dijelaskan, yang dimaksud dengan cinta dunia adalah cinta pada diri sendiri. Cinta pada kedudukan, yaitu cinta dunia, adalah pangkal seluruh dosa.
Perbedaan antara gila jabatan dan mengenal diri sangatlah dalam. Karena dalam spektrum pencerahan diri, seseorang bisa melihat diri dan batinnya. Gila jabatan atau cinta kedudukan akan menjadi penghalang diri dengan alam batinnya. Alam batin dan alam lahir akan bangkit menghancurkan dirinya, “Sesungguhnya ia (setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kalian dari tempat yang kalian tak dapat melihatnya.” (QS. Al-A’raf : 27)
Makrifat diri memang menjadi lahan bagi makrifat Tuhan, tapi sumber dari semua makrifat adalah Allah SWT seperti halnya juga bahwa sumber semua kesalahan adalah lupa kepada Allah. Cinta kedudukan dan cinta dunia disebabkan keterlupaan kepada Allah SWT.
(dikutip dari buku : Nabi SAW dalam Al-Quran, Jawadi Amuli)