“Menyediakan fasilitas bagi pengungsi tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Hanya satu yang bisa menyelesaikan konflik di Irak, kelompok pengacau asing yang berdatangan ke dalam negeri kami harus angkat kaki, dan pergi dari Irak.”
pameran foto dengan tema “Perang di Irak dan sekitarnya” yang terselenggara di Paris ibu kota Perancis pada hari terakhir, kamis [10/9] mendapat perhatian besar dari pengunjung yang sebagian besar berasal dari warga Paris sendiri. Jumlah pengunjung di hari terakhir membludak berkali-kali lipat untuk melihat jepretan hasil fotografer para jurnalis perang yang hadir langsung di lokasi konflik.
Pameran tersebut, ditutup oleh Presiden Perancis yang sengaja hadir di hari terakhir pelaksanaan pameran. Francois Hollande dalam penyampaiannya dihadapan ribuan pengunjung pameran mengatakan kesiapan pemerintah Perancis untuk memberikan pelayanan dan penampungan untuk pengungsi Suriah.
Dalam acara tersebut, Presiden Perancis tersebut juga mengadakan dialog dengan Jinan Badil, perempuan Irak dari suku Yazidi, penulis buku, “ISIS dan Malapetaka Perempuan”, yang juga hadir dalam acara tersebeut.
Hollande berkata, “Saya sudah membaca buku karya anda, dan sangat memberi pengaruh pada diri saya. Saya optimis, dan juga yang lain akan menjadi saksi, bahwa perlakuan zalim dan kejahatan terhadap perempuan akan berakhir.”
“Sampaikan kepada komunitas anda, Perancis akan menjadi diantara negara yang terdepan untuk membantu dan memberi perlindungan kepada para korban di Irak. Kami akan menyediakan pengungsian bagi para pengungsi. Dan Perancis sangat siap untuk itu.” tegasnya.
“Bahkan pemerintah Perancis siap menjadikan pengungsi Irak maupun Suriah untuk dijadikan warga tetap dan menetap selamanya di Perancis dan menjadi warga negara yang memiliki hak-hak yang sama sebagaimana yang lain.” Tambahnya.
Namun Jinan Badil memberikan jawaban mengejutkan. Dalam tanggapannya mengatakan, “Menyediakan fasilitas bagi pengungsi tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Hanya satu yang bisa menyelesaikan konflik di Irak, kelompok pengacau asing yang berdatangan ke dalam negeri kami harus angkat kaki, dan pergi dari Irak.”
“Saya meminta kepada anda, jangan menganggap menyediakan tempat pengungsian dan menerima kami di negeri anda akan mengakhiri penderitaan dan kesengsaraan kami. Memberi suaka bukanlah solusi. Jika setiap Yazidi berpikir seperti itu, maka kami akan kehilangan warisan kami, negara kami. Karena masalah Irak, bukanlah masalah ratusan ribu orang yang tidak punya tempat tinggal dan membutuhkan belas kasihan untuk ditampung dan diayomi. Masalah kami, adalah datangnya orang-orang bersenjata yang tidak kami kenali, kemudian masuk menjarah dan menimbulkan bencana yang tidak ada habisnya bagi kehidupan kami. Mereka telah merampas kebahagiaan dan harapan kami untuk hidup di negeri sendiri.” katanya, yang ditujukan kepada Presiden Perancis.
“Saya hidup dalam cengkraman dan kebengisan ISIS selama 3 bulan, dan semua pengalaman pahit yang saya rasakan, saya tulis dalam buku ini. Saban hari saya saya melihat betapa ISIS mempertontonkan kekejian dihadapan mata saya, dan semua bentuk penyiksaan yang paling sadis sekalipun telah mereka lakukan. Dan kalian diam saja melihat dan mendengar realitas itu?”. tegasnya.
“Permintaan kami hanya satu, seriuslah mengusir ISIS, keluarkan mereka dari negeri kami. Dan kembalikan kami kepada tanah air kami. Kembalikan kami pada kehidupan kami yang sebelumnya, yang damai dan aman. Hanya itu permintaan kami.” tambahnya lagi.
Disebutkan, Perancis adalah salah satu negara yang tergabung dalam pakta militer bersama AS untuk menghadapi ISIS, namun sampai saat ini, tidak ada langkah riil yang dilakukan Perancis dalam menghentikan sepak terjang ISIS di Suriah dan Irak. Perancis diantara negara Eropa yang menyatakan bersedia menampung pengungsi dari Suriah dan Irak. Konflik berkepenjangan di Suriah dan Irak sejak tahun 2011 telah memakan korban jiwa ratusan ribu orang dan menciptakan jutaan pengungsi.
Jinan Badel, 19 tahun, menjadi tawanan ISIS pada musim panas 2014 lalu selama 3 bulan sampai ia berhasil melarikan diri. Ia berasal dari komunitas Yazidi, diantara komunitas tertua di dunia, yang tradisi kepercayaannya terjaga dari 4 ribu tahun lalu. Jinan berhasil melarikan diri dari ISIS dalam keadaan hamil 3 bulan, yang kemudian diselamatkan oleh tentara Kurdi yang menemukannya tidak berdaya setelah berjalan kaki selama 5 jam. Pengalamannya yang mengerikan selama menjadi tawanan ISIS ditulisnya dalam sebuah buku lewat bantuan wartawan Thierry Oberle. Ia saat ini menetap di Paris dan sering menjadi pembicara dalam konferensi Internasional mengenai korban kekerasan etnis dan agama.
Sumber : www.id.abna24.com