Buletinmitsal.com – Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Hamas mengungkapkan empat strategi gerakan perlawanan Palestina menghadapi rezim Zionis Israel.
Setelah Presiden AS, Donald Trump meluncurkan rencana rasis, Kesepakatan Abad pada 28 Januari 2020, rezim Zionis semakin agresif melancarkan ekspansi pendudukan di wilayah Palestina. Benjamin Netanyahu dan Benny Gantz yang membentuk kabinet koalisi Israel pada akhir April, sepakat untuk menganeksasi sebagian wilayah Tepi Barat dan memasukkannya sebagai wilayah pendudukan yang dimulai 1 Juli mendatang.
Menghadapi plot rasis ini, Ismail Haniyeh mengungkapkan empat strategi utama dalam melawan rezim Zionis.
Pertama, keluar dari Kesepakatan Oslo dan mengakhiri komitmen berdasarkan perjanjian ini. Langkah tersebut juga dilakukan oleh tokoh-tokoh Palestina lainnya, termasuk Mahmoud Abbas, Kepala Otoritas Palestina, juga Perdana Menteri Otonomi Palestina di Ramallah, Mohammad Shtayyeh yang disampaikan langsung kepada rezim Zionis. Kesepakatan abad dan rencana pencaplokan sebagian besar wilayah Tepi Barat menunjukkan kegagalan strategi kompromi dengan rezim Zionis. Penarikan diri dari Kesepakatan Oslo menandai akhir dari setiap kompromi dengan Israel.
Kedua, Hamas melancarkan proyek perlawanan komprehensif terhadap rezim Zionis dengan memperkuat solidaritas rakyat, media, politik, ekonomi dan perlawanan bersenjata. Ketika terjadi kesepakatan antara tokoh-tokoh Palestina untuk mengakhiri Perjanjian Oslo, maka kesepakatan ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat gerakan perlawanan.
Faktanya, kondisi rezim Zionis rentan terhadap perlawanan bersenjata Palestina. Perlawanan bersenjata, khususnya dalam satu dekade terakhir telah meningkatkan daya pertahanan kelompok-kelompok perlawanan Palestina. Dalam situasi saat ini, perlawanan bersenjata menjadi oposisi praktis terhadap kesepakatan abad, karena salah satu sumbu penting dari kesepakatan abad adalah pelucutan senjata total Palestina. Perlawanan bersenjata juga bisa mencegah rezim Zionis mengejar rencana pendudukannya, terutama disertai dengan beraakhirnya Kesepakatan Oslo.
Ketiga, mempertimbangkan kembali struktur Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sehingga mencakup semua kelompok nasional dan Islam di Palestina. Strategi ini berarti membangun kembali pemerintahan persatuan nasional Palestina. Jika diimplementasikan, maka proposal ini bisa menjadi salah satu konsekuensi penting dari kekuatan persatuan nasional Palestina melawan plot rasis kesepakatan abad. Sejauh ini, kelompok-kelompok Palestina telah menunjukkan konsensus mereka dalam menentang kesepakatan abad. Oleh karena itu, jika mereka bergerak ke arah pembentukan pemerintahan persatuan nasional, maka posisi Palestina akan semakin kuat dalam menghadapi rezim Zionis.
Keempat, pembentukan koalisi regional dengan dimensi Arab-Islam dalam membela Palestina. Sebenarnya, langkah ini harus dilaksanakan oleh aktor-aktor non-Palestina, tetapi tampaknya sulit untuk dijalankan karena beberapa negara Arab justru berupaya melakukan normalisasi hubungan dengan rezim Zionis. Meskipun demikian, pembentukan koalisi regional untuk membela Palestina tidak harus terdiri dari semua negara Arab, tetapi negara-negara Muslim yang menentang Kesepakatan Abad bisa bergabung dalam koalisi ini demi memperkuat barisan pembela Palestina.
sumber: parstoday