Dalam penjelasannya Cak Nun menembangkan tembang dandang gulo. Makna tembang dandang gulo tersebut menurut Cak Nun watak Indonesia adalah semut kecil-kecil, hidupnya penuh dengan gotong royong, silaturahimnya sangat tinggi, dan tidak rakus sama sekali. Semut kemana-mana selalu kompak, kalau ketemu selalu salaman cium pipi. Kemanapun dia pergi meninggalkan jejak, agar mempermudah semua semut yang lain untuk mencapai hal yang sama. Semut punya organisasi yang luar biasa, kalau ada semut pengintai menemukan gula, maka ia akan lapor ke ketua semut berapa pasukan yang harus dikirim untuk mengambil gula tersebut. Dan untuk mempermudah pasukan semut dalam menempuh jarak tersebut, semut pengintai selalu meninggalkan jejak, sehingga dengan efisien pasukan semut itu sampai ke tempat gula. Lebih lanjut Cak Nun menjelaskan, bahwa kalau pasukan semut sedang membawa gula dan anda mencegatnya, kemudian ditumpahkan dua kilogram gula di depan mereka. Maka pasukan semut tersebut tidak akan tertarik, mereka akan tetap mengangkut gula yang diangkutnya itu yang menjadi qada dan qadarnya itu. Semut itu tidak bisa dikalahkan. Jangan bilang semut itu kecil, semut itu ya segitu. Terus jangan bikin strategi kebudayaan dan ideologi yang salah untuk mempengaruhi semut supaya mengembangkan diri jadi gajah.
Orang sekarang tidak mengerti bedanya islam sama arab, ndak mampu menguraikan gula dengan manis, api dengan panas. Dipikirnya karena gula itu manis, maka dia marah kepada yang lain yang bukan manis. Karena tidak mampu membedakan gula dan manis, akhirnya bertengkar yang ini ikut capres A, yang ini ikut capres B, gara mempertengkarkan gula dan manis tadi. Orang islam juga gitu, dipikirnya itu islam padahal itu arab. Kalau islam itu intinya adalah menutup aurat, Allah tidak menganjurkan pakailah kain, pakailah blarak. Jadi kita harus bisa bedakan dan mengurai, gula sama manis itu lain, laut sama ombak itu beda. Anda bisa ambil air laut tapi tidak bisa ambil ombaknya. Anda harus bisa membedakan mana manusianya mana dirutnya, mana hamba Allah mana khalifahnya. Semua harus ada penguraian dan kontekstualisasi yang setepat-tepatnya.
Sumber : www.caknun.com