Oleh : Syaikh Husain Mazhahiri
Sesungguhnya yang paling utama di antara keutamaan ialah bertafakkur pada ayat-ayat Allah SWT, yang mana pahala yang menyertainya sedemikian besarnya sebagaimana yang disebutkan di dalam beberapa riwayat,
“Bertafakkur sesaat lebih baik dari ibadah setahun.”
Artinya, bahwa manakala seseorang tenggelam sesaat di dalam bertafakkur tentang dari mana dia datang? Kenapa dia datang? Dan kemana dia akan pergi? Dengan menyadari bahwa dirinya berada di hadapan Allah SWT, berada di hadapan Rasulullah SAW, berada di hadapan para manusia suci, maka pahala yang akan diterimanya menyamai pahala ibadah selama setahun. Tenggelam sesaat di dalam bertafakkur tentang dunia dan akhirat, tentang keadaan diri dan keadaan manusia, maka pahalanya menyamai pahala ibadah setahun.
Dengan kata lain, pahala seseorang yang mengerjakan shalat di masjid siang dan malam, dan begitu juga puasa yang dikerjakannya di siang hari, yang keseluruhannya dilakukan selama setahun penuh, maka secara total nilainya setara dengan bertafakkur sesaat di bulan Ramadhan atau di bulan lainnya.
Imam Khomeini berkata di dalam kitabnya al-Arba’in, “Bertafakkur sesaat lebih baik dari beribadah selama enam puluh tahun, dari beribadah selama tujuh puluh tahun.”
Dari sini dapat kita ketahui bahwa penyebutan kata ‘setahun’ dan ‘enam puluh tahun’ hanya merupakan sebuah contoh dan ini artinya bahwa banyaknya pahala yang menyertai saat seseorang bertafakkur tidak ada seorang pun yang dapat mengetahuinya kecuali Allah SWT.
Di samping itu, kebahagiaan manusia bergantung kepada pikiran dan perhatian. Jika sekarang manusia mampu menundukkan ruang angkasa, maka sesungguhnya Al-Quran Al-Karim telah mengisyaratkan mungkinnya seluruh langit dieksplorasi, namun itu hanya dapat dilakukan dengan menggunakan pikiran. Allah SWT berfirman,
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan
Untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi.” (QS. Luqman : 20)
Artinya, wahai manusia, kalian bukan hanya memiliki kemampuan untuk memanfaatkan langit, melainkan kalian juga memiliki kemampuan untuk memanfaatkan seluruh alam ini.
Pada ayat yang lain Al-Quran Al-Karim mengisyaratkan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan dengan para malaikat,
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami mialah Allah’,
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih. Dan gembirakanlah mereka dengan
(memperoleh) surge yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah
pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat.” (QS. Fushshilat : 30-31)
Orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah”, dan meneguhkan diri mereka atas perkataan ini, artinya mereka bertafakkur, dan mereka sadar, maka oleh karena itu turunlah para malaikat kepada mereka dan berkata, supaya jangan takut dan jangan sedih. Para malaikat berkata kepada mereka, “Kami inilah yang akan menolongmu di dalam menghadapi kesulitan-kesulitanmu dan yang akan meringankan kamu di dalam menghadapi maut, dan kami lah pelindung-pelindungmu di dunia dan di akhirat.
Orang yang mampu melakukan campur tangan pada ruang angkasa dan alam makhluk ini hanyalah seorang manusia yang sempurna, yang berpikir tentang dasar perjalanan tersebut.
Selain itu, Al-Quran Al-Karim meminta kita untuk berpikir, dan bahkan Al-Quran Al-Karim sangat menekankan sekali tentang hal ini,
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah,
zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu
pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab : 41-42)
Dari Abi Abdillah yang berkata :
“Tidak ada sesuatu pun kecuali baginya ada batas tempat dia berhenti
kecuali zikir. Karena sesungguhnya bagi zikir tidak ada batas dan tempat
berhenti. Allah SWT telah mewajibkan beberapa kewajiban, yang manakala
seseorang telah melaksanakannya maka itulah batasnya. Adapun batas
puasa Ramadhan ialah manakala seseorang telah melaksanakannya maka
itulah batasnya. Adapun batas ibadah haji ialah manakala seseorang
telah menunaikannya. Kecuali zikir kepada Allah, karena Allah SWT tidak
ridha dengan zikir yang sedikit dan Allah SWT juga tidak menetapkan batas
tempat berhentinya. Kemudian Abi Abdillah membacakan ayat ini, Hai orang-
orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.’”
Bagian lain yang perlu mendapat perhatian ialah, bahwa tujuan dari semua ibadah sebagaimana yang dikehendaki Al-Quran Al-Karim ialah mencapai derajat zikir. Yaitu sampai kepada maqam tafakkur.
Jika shalat merupakan percakapan dengan Allah SWT, yang bertujuan agar sampai kepada peringkat pikir dan zikir, maka demikian juga halnya dengan puasa bulan Ramadhan.ibadah fisik, ibadah finansial dan ibadah hati, semuanya diperintahkan kepada manusia dengan tujuan supaya manusia sampai kepada peringkat pikir dan peringkat zikir.
Allah SWT berfirman dalam surah Thaha,
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku,
maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.”
(QS. Thaha : 14)
Kata-kata “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku” artinya ialah, wahai manusia, hancurkanlah berhala. Wahai manusia, janganlah anda mengikuti hawa nafsu, janganlah anda mengikuti setan. Wahai manusia, janganlah anda mengerjakan dosa di dalam hidup ini, kerjakanlah shalat dan puasa, tunaikanlah khumus dan zakat, pergilah melaksanakan ibadah haji dan jihad, lakukanlah amar makruf dan nahi mungkar dan jadilah anda orang yang ber-tawalli dan ber-tabarri. Kenapa semua ini diperintahkan, “….dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”, semua ini diperintahkan supaya manusia sampai kepada peringkat zikir dan peringkat pikir.
Oleh karena itu, bisa ditegaskan bahwa keutamaan yang penting bagi manusia, yang mana keutamaan-keutamaan lainnya bergantung kepadanya, dan yang karenanya diwajibkan seluruh ibadah, ialah berpikir dan bertafakkur.
Banyak yang menukilkan bahwa wasiat guru akhlak dan guru besar kita, Allamah Thabathaba’i kepada semua, manakala beliau tengah dijemput maut ialah :
“Merenung! Merenung! Dan merenung!
Demikian juga Imam Khomeini berulang-ulang selalu mengatakan dan berwasiat, supaya kita menyediakan waktu untuk bertafakkur, merenung dan tenggelam di dalam perenungan, dari waktu siang dan malam kita. Dan berusaha menyadari bahwa sesungguhnya kita senantiasa berada di hadapan Allah SWT.
“Merenung! Merenung! Dan merenung!