Sosok

Biografi Ayatullah Muhsin Qiraati

Menurut Islam ulama itu ada beberapa kategori ulama yang lebih sibuk dengan kepentingannya sendiri tapi ada juga ulama ideal yaitu sosok dan figur yang terus selain sebagai pemandu umat di saat yang sama ia juga aktif dan memiliki kesadaran social dan politik di zamannya. Seorang ulama umat adalah ulama yang ikut berkiprah terjun untuk mengatasi segala beban penderitaan umat.

Ayatullah Mohsen Qiraati lahir di iran pada tahun 1946 dari keluarga yang taat beragama. Ia adalah tipe ulama yang bersahaja dan merakyat, tapi meskipun demikian ia memiliki ciri khas seoang mubalig yang benar-benar menguasi forum.

Tokoh yang dikenal karena kuliah-kuliah agamanya. Hampir 15 juta orang lebih lebih setiap minggunya menyaksikan kuliah-kuliah tafsir al-Quran yang sangat menyegarkaan jiwa.

Dalam karir akademiknya Muhsin Qiraati banyak belajar dari beberapa Ayattullah ternama seperti ayatulah Sayid Ridha Ghulfaegani yang pernah memberi nasihat agar lebih memberi fokus kepada anak-anak muda yang kehausan akan ilmu pengetahuan.

Setelah menyelesaikan seluruh pelajaran dasar (muqadimah) di kota kelahirnya Kasyan, ia berhijrah ke kota Qom dan belajar selama 15 tahun dari tingkat satuh hinga tingal level kharij. Qiraati juga pernah belajar selama satu tahun di Masyhad dan satu tahun di Najaf abad dan Isfahan.

Figur lain yang sangat mempengaruhi kehidupan beliau adalah sosok Imam Khomeini. Ia mulai mengenal Imam sejak tahun 1964 melalui surat-surat dan ceramah-ceramah imam dalam rangka menyelamatkan masyarakat islam Iran dari cengkeraman Rezim syah dan boneka-boneka Amerika serikat.

Surat-surat Imam dari perancis digambarkan Qiraati seperti kampak nabi Ibrahim yang dapat menghancurkan patung-patung berhala abad ini , Karena itu Imam juga mendapat gelar Ruhullah.

Bagi Qiraati Imam Khomeini adalah wasiat Tuhan di muka bumi yang akan memberi rahmat kepada seluruh manusia. Karena Imam melihat semua kalangan dengan pandangan yang sama

Beliau juga adalah seorang mubalig yang sangat mencintai anak-anak muda dan itu tak lepas dari misinya sebagai mubalig. Ia merasa itu adalah panggilan Ilahi dan ia merasa bahwa tablig itu harus dinikmati oleh semua kalangan.

Ayatulah ini juga telah menghasilkan berbagai karya di antaranya kitab Ushuludin dalam lima jilid, tafsir an-Nur 12 jilid, Ensiklopedia salat 10 jilid, tentang Haji, Ammar makruf nahi-munkar, Tafsir anak muda surah Yusuf, tafsir anak muda surah al-Ankabut, surah al-Isra, tafsir anak muda surah Luqman, tafsir anak muda surah al-Hujurat, tafsir anak muda surah Yasin, tentang Dosa,dsb

Qira’ati pernah bercerita tentang ayahnya yang hingga mencapai usia 45 tahun masih belum diberkati anak. Padahal ia ingin sekali memiliki anak. Kemudian ia pergi ke Mekkah dan memohon di hadapan Kabah. Ia ingin agar jika dikarunia anak, kelak ia akan menjadi seorang muballigh. Lalu ketika dia pulang, Allah Swt memberikannya 12 anak dan semuanya menjadi muballigh, termasuk Qira’ati sendiri. “Saya sekarang bisa berada di negeri Indonesia di hadapan Anda sekalian berkat ayah saya yang menangis di hadapan ka’bah”, katanya di hadapan jamaah seminar. Qara’ati melanjutkan pembicaraannya. Menurutnya, Muballigh yang baik harus lolos syarat moral.

Ayatullah Muhsin Qiraati adalah figur alim yang tidak suka dengan basa-basi dan tidak suka dengan segala macam protokoler yang kaku dan menghalangi keakraban dengan umatnya. Ia juga mashur sebagai mubalig yang mendakwahkan kehatia-hatian dalam pemanfaatan baitul mal. Karena itu tidaklah heran kalau sebagian besar perjalannya dilakukan sendirian tanpa membawa ajudan.

Yang istimewa darinya adalah kecintaan yang mendarah daging kepada al-Quran. Itu disempurnakan dengan kefasihannya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran di sela-sela kuliah-kuliah umum.

Peranan para ulama di tengah-tengah masyarakat Iran dari dulu hingga saat ini dan terutama di zaman imam Khomeini dan Ali Khamenei, tidak mungkin diabaikan dari panggung sejarah. Mereka dengan segala kesulitan di tengah-tengah masyarakat yang sebagiannya masih sekuler terus berusaha menghidupkan ajaran-ajaran islam dengan segala metode. Para ulama di bawah kepempimpinan Imam Khomeini menjadi ujung tombak dari sebuah misi islam yang hadir dalam setiap kancah perjuangan. Diantara sekian ribu ulama yang turut menghidupkan revolusi dan menjaga semangatnya adalah Muhsin Qiraati seorang murid imam yang mewarisi sifat tidak bisa tinggal diam atas segala problema umatnya.

Qira’ati lalu menceritakan sebuah cerita lain yang menurutnya sangat penting. Pada saat peperangan antara Irak dan Iran, ada seorang ulama bernama Abu Thuraby yang ditawan oleh Saddam selama 10 tahun dan dia adalah pemimpin dari 100 ribu tawanan yang ada di Irak.

“Saya pernah belajar bersama-sama beliau. Saya ingin mengetahui bagaimana seorang ruhani menjadi pemimpin dari 100 ribu tawanan”, ujar Qira’ati. Ini cerita yang sangat penting dalam hidupnya, yang perlu diceritakan kepada orang lain, bahkan mungkin layak untuk dibuatkan film.

Qira’ati melanjutkan ceritanya. Ada sebuah mobil palang merah datang untuk melihat para tawanan dan mereka datang kepada Abu Thuraby. Palang merah ini bertanya tentang apakah ada penyiksaan dari Saddam kepada para tawanan. Namun beliau tidak menjawab karena di situ ada seorang kolonel tentara yang berdiri mengawasi mereka. Setiap kali mereka bertanya tentang itu kepadanya beliau tidak menjawab. Akhirnya mereka meninggalkan tempat itu.

Si kolonel yang mengawasi tersentuh hatinya dan menghampiri Abu Thuraby. Dia berkata, “Saya sendiri yang menyiksa Anda. Saya sendiri yang dulu memaku kepala Anda.”

Tahukah Anda apa yang dikatakan Abu Thuraby? Beliau menjawab, “Kenapa saya tidak katakan pada mereka tentang penyiksaan itu, karena palang merah ini adalah Kristen dan Anda adalah seorang Muslim. Karena dalam al-Quran dikatakan, jangan pernah menceritakan kepada orang kafir yang dengannya Anda merasakan kebaikan-kebaikan mereka.”

Kolonel itu merasa tersentuh dan berkata, “Saya malu kepada Anda dan malu kepada Al-Quran. Anda seorang mullah yang luar biasa. Al-Quran benar-benar telah melebur pada diri Anda.” Si Kolonel itu kemudian bertanya, “Karena Anda telah berbuat seperti itu kepada palang merah tadi, lantas apa yang harus saya perbuat kepada Anda? Dulu saya menyiksa Anda, sekarang saya ingin melakukan sesuatu yang luput dari pandangan Saddam. Apa yang harus saya lakukan untuk Anda?”  Abu Thuraby lantas menjawab, “Saya hanya minta satu hal. Izinkan saya bertemu dengan 100 ribu anak muda tawanan-tawanan Iran.”

Si Kolonel itu kemudian bekerja sama dengan Abu Thuraby dan menjadi mata-mata beliau di tengah tentara-tentara Saddam. Abu Thuraby lalu menyusun program pembinaan untuk tawanan anak-anak muda ini. Dia memberikan bimbingan tahfiz Quran, tafsir Quran, bahasa Inggris, Nahjul Balaghah, retorika, dan selama 10 tahun ia menjadi pemimpin mereka. Hal itu karena ayat yang dibacakan olehnya kepada si kolonel tadi.

Qara’ati berkata, agama Islam memiliki daya tarik tersendiri. Imam Ridha as pernah berkata, “Seandainya seluruh manusia mengetahui betapa manisnya agama ini, niscaya mereka akan masuk Islam”.

Qara’ati lalu bercerita tentang pengalamannya. Di Iran, ia biasa berceramah di hadapan ribuan orang. Suatu waktu, terdapat anak-anak kecil persis berada di bawah mimbarnya. Pada waktu itu beberapa orang perwira penting datang pada acara itu. Pimpinan majelis lalu mengangkat anak-anak kecil untuk tempat duduk para perwira. Qara’ati melihat hal tersebut dari atas mimbar dan menurutnya hal itu adalah kemunkaran. Beliau berkata bahwa ia harus mengatakan hal tersebut.

Menurut Qara’ati, seandainya dalam sebuah majelis ada seorang anak yang duduk lalu ia dipindahkan untuk tempat shalat seorang presiden, maka shalat presiden itu tidak akan diterima oleh Allah Swt. Lalu, Qara’ati berhenti berbicara dalam acara itu dan berkata selamat datang kepada para penguasa negeri Iran seraya mengatakan bahwa mereka telah merampas hak dari anak-anak kecil. Mendengar itu, mereka berdiri dan mencari tempat yang kosong. Qara’ati lantas mempersilahkan anak-anak kecil tadi untuk kembali duduk di tempatnya semula.Inilah salah satu contoh dari perkataan Imam Ridha di atas, bahwa seandainya mereka mengetahui manisnya agama ini tentu mereka akan masuk Islam.

Komentari Artikel Ini

comments

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
%d blogger menyukai ini: