Oleh : Syaikh Husain Mazhahiri
Sebagian orang bertanya, “Mengapa doaku tidak diperkenankan, padahal aku berdoa kepada Allah SWT untuk diberi rezeki—misalnya—siang dan malam.”
Di sini, Allamah Thabathaba’i, penulis kitab tafsir al-Mizan mengatakan, “Sesungguhnya doa diperkenankan, namun kebanyakannya tidak sesuai dengan sangkaan kita, melainkan sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Terkadang kita berdoa kepada Allah SWT supaya diberi rezeki yang banyak, atau dikaruniai anak laki-laki. Atau dengan kata lain, kita berdoa sesuai dengan kemauan kita, bukan sesuai dengan kepentingan-kepentingan fitri kita, padahal seharusnya doa sejalan dengan kenyataan, bukan dengan khalayan. Bisa saja harta yang banyak itu akan merusak kita dan menjauhkan kita dari agama, sementara kita tidak mengetahui itu; padahal Allah SWT mengetahui itu. Dan Dia tidak menginginkan sesuatu bagi kita kecuali kebaikan. Allah SWT mengetahui bahwa maslahat si Fulan menuntut dia untuk tetap dalam keadaan fakir dan hidup tanpa harta yang banyak. Allah mengetahui bahwa agamanya akan lebih baik dalam keadaan ini, dibandingkan jika sekiranya dia diberi rezeki yang banyak. Akan tetapi, jika Allah melihat bahwa sekiranya si Fulan diberi anak laki-laki maka agamanya akan menjadi sempurna, atau keadaannya akan menjadi lebih baik, maka pasti Allah pun memberinya anak laki-laki. Al-Quran al-Karim telah menyinggung masalah ini secara ringkas namun penuh manfaat.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal sesuatu itu amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 216)
Pada ayat yang lain Allah SWT juga berfirman dengan makna yang sama:
Mungkin saja kamu tiak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak pada sesuatu itu. (QS. An-Nisa : 19)
Sesuatu yang bukan berada di dalam manfaat kita tidak akan terjadi, lalu kemudian kita pun menyangka bahwa doa yang kita panjatkan tidak memberikan hasil apa-apa.
Apa-apa yang di dalamnya terkandung manfaat bagi kita, maka dengan cepat akan terlaksana setelah doa. Inilah yang ditetapkan oleh Allah SWT atas kita. Dia lebih mengetahui kemaslahatan hamba-hamba-Nya yang tidak mampu mengenal kebaikan. Banyak dari mereka yang berdoa dengan sesuatu yang buruk, tanpa menyadarinya. Akan tetapi Zat yang Maha Kuasa-lah yang menetapkan dan menentukan diperkenankannya doa yang kita panjatkan setiap hari.
Salah satu masalah yang penting di dalam doa ialah tidak adanya pemaksaan terhadap suatu permintaan. Para Imam Ahlul Bait memulai doanya dengan mentauhidkan Allah SWT, menyebutkan sifat-sifat-Nya, dan menyebutkan rahmat dan kasih sayang-Nya yang meliputi segala sesuatu, dan tidaklah mereka menyebut hajat mereka kecuali di akhir doa. Inilah yang dapat kita rasakan pada doa Kumail bin Ziyad, yang terdapat di dalam kitab Mishbah al-Mutahajjad. Doa ini dimulai dengan kata-kata. “Ya Allah, aku bermohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu, dengan kekuatan-Mu yang dengannya Engkau taklukkan segala sesuatu, dan yang dengannya menunduk segala sesuatu, dan yang dengannya menunduk segala sesuatu, dan yang dengannya merendah segala sesuatu, dan dengan keagungan-Mu yang mengalahkan segala sesuatu.”
Dan doa ini terus berlanjut dalam bentuk seperti ini, hingga seseorang mengemukakan sebagian besar sifat-sifat dan nama-nama Allah SWT, untuk memberikan perhatian yang besar kepada doa dan Zat yang doa ditujukan kepada-Nya, yang tidak lain adalah Allah Azza Wajalla. Setelah itu barulah orang yang berdoa menyebutkan hajatnya, setelah sebelumnya bersumpah kepada Allah SWT atas nama para nabi dan para rasul-Nya, dan juga Nabi Penutup SAW dan para Imam Ahlul Bait, sehingga orang yang berdoa dapat merasakan kelezatan doa, yang mana Allah SWT senang melihat hamba-Nya dalam keadaan demikian, “Ktakanlah, ‘Tuhanku tidak akan mengindahkan kamu, melainkan kalau ada doamu,’” (QS. Al-Furqan : 77)
Jika Allah SWT tidak memperkenankan doa yang kita panjatkan, maka janganlah kita berputus asa dari rahmat Allah SWT, karena putus asa terkadang bisa sampai kepada batas kekufuran.
Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhya tidak berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang yang kafir. (QS. Yusuf : 87)
Adapun sebab yang kedua tidak dikabulkannya doa adalah perbuatan dosa dan maksiat kepada Allah SWT. Dia tidak ubahnya seperti dinding yang menghalangi antara seorang hamba dengan Tuhannya. Rasulullah SAW telah bersabda, “Barangsiapa memakan satu suap dari makanan yang haram, maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh malam …”
Betapa indah apa yang disebutkan di dalam doa Kumail bin Ziyad—semoga rahmat Allah tercurah atasnya—di mana di dalam doa itu seorang Muslim mengatakan, “Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang meruntuhkan penjagaan. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang mendatangkan bencana. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang merusak nikmat. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang merintangi doa. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang menurunkan bencana.”
Juga pada permulaan munajat sya’baniyyah disebukan, “Ya Allah, dengarlah doaku manakala aku berdoa kepada-Mu, dan dengarlah seruanku manakala aku menyeru-Mu.” Arti ungkapan ini ialah, Ya Allah, sukseskanlah aku di dalam menyingkap tabir penghalang yang menghalangi di antara permohonanku dan Engkau, dan di antara aku dan Engkau. Yaitu tidak lain adalah hijab yang dibuat oleh dosa dan maksiat. Inilah yang disebut dengan bab penyerupaan al-ma’qul (sesuatu yang bersifat akli) dengan al-mahsus (sesuatu yang bersifat inderawi).
Atas dasar ini kita dapat mengetahui bahwa terkabulnya sebuah doa mempunyai syarat-syarat tertentu, yang salah satunya adalah menjauhi perbuatan maksiat dan hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT. Oleh karena itu, selayaknya kita memulai doa kita dengan tobat dan memohon ampun, supaya kita mampu mengangkat tirai yang menghalangi doa bisa naik ke atas. Tidak mengapa juga kita mengungkapkan tobat pada pertengahan atau akhir doa. Inilah yang dapat kita saksikan di dalam munajat sya’baniyyah, doa makarimul akhlaq, dan doa Kumail.
Jadi, yang menjadi sebab tidak dikabulkannya doa adalah diri kita sendiri, dan juga maksiat serta dosa yang kita lakukan. Kita harus menjauhi semua hal yang diharamkan oleh Allah SWT, baik berupa menyakiti orang lain, makan makanan yang haram, maupun hal-hal yang lain. Imam Muhammad al-Baqir berkata, “Sungguhnya jika seorang laki-laki memperoleh suatu harta yang haram, maka tidak diterima ibadah haji, umrah, dan silaturahmi darinya.”
Walhasil, jika kita ingin doa kita dikabulkan di sisi Allah SWT maka kita harus menjauhi perbuatan dosa dan maksiat, menjaga hak-hak orang lain, tidak bersikap takabur kepada manusia, tidak tertipu harta dan kekayaan yang ada pada kita, dan harus banyak memuji Allah atas besarnya kebaikan yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita, dengan pujian yang memang merupakan hak-Nya. Kita juga harus berpegang teguh kepada apa-apa yang terdapat di dalam kitab-Nya yang mulia, dan kepada apa-apa yang diucapkan Rasulullah SAW dan Ahlul Baitnya, supaya kita dapat menyampaikan doa hingga tingkatan-tingkatan pokoknya, agar diterima dan diridhai oleh Allah SWT.
Adapun sebab ketiga yang menghalangi diperkenankannya doa ialah, apa yang terlintas di dalam hati bertolak belakang dan tidak sesuai dengan kata-kata doa yang sedang kita ucapkan. Amirul Mukminin Ali Kw berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW melihat seorang laki-laki yang mmembelakangi keningnya. Melihat itu Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang berusaha mengalahkan Allah maka Allah pasti mengalahkannya, dan barangsiapa yang menipu Allah maka pasti Allah menipunya. Janganlah sama sekali engkau bergeser dari tanah dengan keningmu, dan jangan pula engkau mengubah penciptaanmu.’”
Imam Ali berkata, “Sesungguhnya makhluk yang paling dibenci oleh Allah SWT ialah dua orang laki-laki. Yaitu seorang laki-laki yang Allah serahkan urusan dirinya kepadanya, sehingga dia menyimpang dari jalan Allah SWT, dan tergila-gila dengan bid’ah dan doa yang sesat. Dia menjadi fitnah bagi orang-orang yang terpesona kepadanya, dan menyebabkan orang-orang yang berada di belakangnya tersesat dari petunjuk …”
Barangsiapa hatinya penuh dengan dosa, maka hatinya tidak ubahnya menjadi seperti tempat tidur setan. Dia tidak bisa mengosongkan satu tempat pun di dalam hatinya untuk Tuhan. Mungkin saja seseorang berdoa, sementara hatinya penuh dengan dosa, sehingga doanya pun tidak diperkenankan, disebabkan dirinya penuh dengan maksiat yang mencegah turunnya rahmat Allah kepada dirinya. Adapun hati yang diperuntukkan untuk sesuatu apa pun kecuali untuk perintah-perintah Allah SWT, maka dia dapat mengatakan, “Aku datang ke hadapan Engkau Ya Allah.” Dengan begitu, dia menjadi manusia yang bahagia dengan masuknya cahaya Allah ke dalam hatinya.
Saya memberikan contoh di sini, dengan maksud supaya pmbicaraan saya menjadi jelas. Jika salah seorang dari anda melemparkan wadah ke laut, niscaya dengan cepat anda menyaksikan wadah itu penuh dengan air. Akan tetapi jika dia menutup wadah itu terlebih dahulu dengan penutup yang kuat, lalu kemudian baru melemparkannya ke laut, niscaya anda akan melihat bahwa wadah itu kosong dari air. Dengan kata lain, tidak ada satu tetes air pun masuk ke dalamnya, meskipun wadah itu dibiarkan tetap berada di dalam laut selama setahun penuh. Adakah anda berpikir bahwa penyebab tidak masuknya air ke dalam wadah adalah kikirnya laut dari air, atau penyebabnya adalah penutup kuat yang mencegah masuknya air ke dalam wadah?
Demikian juga halnya anda masuk ke dalam sebuah kamar yang di dalamnya tidak tedapat jendela kecuali hanya satu pintu yang menjadi tempat anda masuk ke dalam kamar itu. Lalu anda mengunci pintu itu. Setelah itu anda menyaksikan bahwa anda tengah berada di dalam kegelapan yang pekat. Apakah ketika itu anda dapat menyalahkan matahari karena tidak memasukkan cahayanya kepada anda?
Jadi, anda harus membuka pintu kamar, dan menjadikannya sebagai jendela. Dengan begitu, baru anda dapat menyaksikan masuknya cahaya matahari kepada anda.
Jadi, kesalahan itu berasal dari kita dan bukan dari air laut atau kamar. Hati yang tidak mengenal kesucian tidak ubahnya seperti kamar yang tidak memiliki jendela.
Dapat juga hasud menjadi salah satu hal yang menghalangi doa. Hasud adalah salah satu faktor yang merusak hati. Karena, hasud adalah pangkal dari sifat-sifat yang buruk, dan buah dari hasud ialah kesengsaraan dunia dan kesengsaraan akhirat. Orang yang hatinya dikuasai oleh hasud, niscaya Allah SWT mencegahnya dari rahmat-Nya dan juga dari dikabulkannya doanya. Amirul Mukminin Ali Kw berkata, “Hasud adalah perangai yang rendah dan musuh negara. Hasud adalah gunting iblis yang paling besar. Hasud merintangi jiwa, hasud adalah seburuk-buruknya penyakit, aib yang paling jelek, dan perasaan yang memberatkan. Tidaklah orang yang hasud dapat terobati kecuali apabila harapannya telah sampai terhadap orang yang dihasudinya.”
Banyak riwayat Ahlul Bait Nabi SAW yang mengatakan bahwa orang yang berdusta manakala dia berdusta, maka keluarlah bau busuk dari mulutnya, dan bau busuk itu terus naik ke langit, sehingga para malaikat terganggu dengan bau busuk itu, dan mereka melaknat si pemiliknya. Apakah mungkin orang seperti ini akan dikabulkan doanya? Sebaliknya, orang yang berpuasa, yang terkadang kita tidak kuat mencium bau mulutnya, mereka mempunyai bau yang harum di alam malakut. Sesungguhnya doa mereka diterima dan dikabulkan, disebabkan kosongnya hati mereka dari maksiat, dan disebabkan keteguhan mereka dalam memegang apa-apa yang terdapat di dalam Kitab Allah SWT dan juga sunah para wali-Nya.
Perlu disebutkan di sini, bahwa usaha untuk berdoa dan memulai dalam masalah ini, tidak sunyi dari pengaruh-pengaruh positif bagi jiwa, dan juga ganjaran—meskipun tanpa disertai dengan pengabulan doa. Karena—secara umum—kata-kata doa dapat melembutkan hati, dan dapat membantu seorang Muslim untuk memahami kalimat-kalimat dan ungkapan-ungkapan yang dia ucapkan tatkala berdoa.
Imam Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq berkata dari kakeknya, Rasulullah SAW yang mengatakan, “Sesungguhnya aku menyukai seorang laki-laki dari kamu, yang jika dia berdiri mengerjakan shalat fardhu dia menghadap Allah dengan hatinya, dan tidak menyibukkan hatinya dengan urusan dunia. Tidaklah seorang Mukmin menghadap Allah dengan hatinya di dalam shalat, kecuali Allah pasti akan mendatanginya dengan wajah-Nya, dan juga mendatanginya dengan hati orang-orang mukmin yang mencintainya, setelah terlebih dahulu Allah Azza Wajalla mencintainya.”
Ya Allah, karuniakanlah kepada kami taufik dan ketaatan, kejauhan dari maksiat, dan pengabulan doa. Ya Allah, datangilah kami dengan wajah-Mu yang mulia, halangi dari kami kekuatan bala, dan selamatkanlah kami dari bencana yang sekonyong-konyong. Ya Allah, tolonglah kami dari hilangnya kenikmatan dan dari tergelincirnya kaki; singkapkanlah dari kami kesulitan zaman, palingkanlah dari kami penghalang-penghalang urusan, datangkanlah kepada kami tali kelana keselamatan dan bawalah kami kepada tempat kemuliaan. Ya Allah, singkapkanlah bala dan bencana-Mu, wahai Zat yang Maha Pengasih di antara yang pengasih, dengan nama Muhammad dan keluarga Muhammad yang suci.