Sosok

Ibnu Rusyd Sang Filosof Peletak Tonggak Perbedaan

Nama lengkapnya adalah Abdul Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd. Ia dilahirkan di Cordova Spanyol pada tahun 520 H/1126 M. di Barat, Ibnu Rusyd dikenal dengan nama Averrous. Ia berasal dari kalangan keluarga besar yang dikenal dengan keutamaan dan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ayahnya adalah seorang hakim, dan neneknya yang dengan sebutan “Ibnu Rusyd Nenek” (al-Jaddah) adalah kepala hakim di Cordova.

Lingkungan yang sangat kondusif itulah yang membuat Ibnu Rusyd kecil haus ilmu pengetahuan, ia tumbuh menjadi anak yang memiliki kejeniusan luar biasa. Pada usia anak-anak saat itu, Ibnu Rusyd sudah mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti Al-Qurán, hadis, fiqih, serta mendalami ilmu-ilmu eksak seperti matematika, astronomi, logika, filsafat dan kedokteran. Karena itulah, ketika Ibnu Rusyd tumbuh dewasa, ia terkenal dengan ilmuwan yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Pada mulanya Ibnu Rusyd mendapat tempat yang terbaik di sisi khalifah Abu Yusuf Al-Mansyur, Amir ketiga dinasti Muwahhidun 1184 H. Ia pernah mendapat amanat sebagai Qadhi (hakim) di Sevilla (Spanyol) dan sebagai qadhi qudlat (hakim agung) di Cordova. Namun sayang, karena ajaran filsafatnya banyak ulama yang tidak menyukainya, bahkan ada yang sampai mengkafirkan Ibnu Rusyd. Ada juga sekelompok ulama yang berusaha untuk menyingkirkan dan memfitnah bahwa dia telah menyebarkan ajaran filsafat yang menyimpang dari ajaran Islam. Atas tuduhan itulah, Ibnu Rusyd hingga diasingkan oleh pemerintah ke suatu tempat bernama Lucena. Tidak hanya itu, banyak di antara karya-karya filsafatnya dibakar dan diharamkan untuk dipelajari.

Setelah beberapa orang terkemuka dapat menyakinkan khalifah Al-Mansur tentang kebersihan dari Ibnu Rusyd dari fitnah dan tuduhan tersebut, maka ia baru dibebaskan. Akan tetapi tidak lama kemudian fitnah dan tuduhan seperti semula kembali terulang. Sebagai akibatnya, pada kali ini Ibnu Rusyd diasingkan ke Negeri Maghribi (Maroko). Di sanalah kemudian Ibnu Rusyd menghabiskan sisa-sisa umurnya hingga datangnya ajal menjemputnya pada tahun 1198 M.

Pemikiran Ibnu Rusyd
Ketika kita membaca sejarah Ibnu Rusyd, maka kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih menonjol pada dirinya, yakni pemikirannya di bidang filsafat (estetika, logika, dan filsafat) yang  kita temukan di hampir semua karya-karya tulisannya. Menurutnya, nilai filsafat dan logika itu sangat penting, khususnya dalam mentakwilkan dan menafsirkan Al-Qurán sebagai kitab teks yang selalu membutuhkan artikulasi makna dan bukan artikulasi lafadz.

Ibnu Rusyd melanjutkan, bahwa Islam sendiri tidak melarang orang untuk berfilsafat, bahkan Al-Qurán sendiri dalam banyak ayat memerintahkan umatnya untuk mempelajari filsafat. Menurut Ibnu Rusyd, takwil (penafsiran) dan interprestasi teks dibutuhkan untuk menghindari adanya pertentangan antara pendapat akal dan filsafat serta teks Al-Qurán. Ia memaparkan, takwil yang dimaksud di sini adalah meninggalkan arti harfiyah ayat dan mengambil artimajasinya (analogi) hal ini pula yang dilakukan oleh para ulama klasik periode awal dan pertengahan.

Dalam kaitannya dengan kedudukan Al-Qurán, Ibnu Rusyd membagi manusia menjadi tiga kelompok; awam, pendebat, dan ahli fikir. Untuk kelompok orang awam, Al-Qurán tidak dapat ditakwilkan, karena mereka hanya bisa memahami secara tertulis. Demikian juga bagi kelompok pendebat, takwil sudah diterapkan. Takwil secara tertulis dalam bentuk karya, hanya bisa diperuntukkan bagi kelompok ahli pikir.

Dalam cara pandang itulah takwil atas teks secara benar dapat dilakukan dan dipahami oleh ahli fikir. Pemikiran Ibnu Rusyd ini kemudian dikenal dengan teori perpaduan agama dan filsafat. Sementara itu, menyangkut pemaknaan Al-Qurán, ia berpendapat bahwa Al-Qurán memiliki dua makna, makna batin dan makna lahir.

Berkaitan dengan penciptaan alam, Ibnu Rusyd dengan menganut teori kausalitas (hukum sebab akibat), berpendapat bahwa memahami alam harus dengan dalil-dalil tertentu agar dapat sampai kepada hakikat dan eksistensi alam. Setidaknya ada tiga dalil untuk menjelaskan teori ini. Pertama, dalil inayah (pemeliharaan). Kedua, dalil ikhtira’ (penciptaan). Ketiga, dalil penggerak. Dalil inayah yakni dalil yang mengemukakan bahwa alam dan seluruh kejadian yang ada di dalamnya, seperti siang dan malam, matahari dan bulan, semuanya menunjukkan adanya penciptaan yang teratur dan rapi yang didasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan. Dalil ini mendorong orang untuk melakukan penyelidikan dan penggalian yang terus menerus sesuai dengan pandangan akal pikirannya. Dalil ini pula yang akan membawa kepada pengetahuan yang benar sesuai dengan ketentuan dalam Al-Qurán.

Sedangkan dalil ikhtira’ merupakan asumsi yang menunjukkan bahwa penciptaan alam dan makhluk di dalamnya tampak jelas dalam gejala-gejala yang dimiliki makluk hidup, semakin tinggi tingkatan makhluk hidup itu, semakin tinggi pula berbagai macam kegiatan dan pekerjaannya. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan, sebab apabila terjadi secara kebetulan tentu saja tingkatan hidup ini tidak berbeda-beda. Inilah yang menunjukkan bahwa semuanya ada yang menciptakan dan mengaturnya. Dalil ini sesuai dengan syariat Islam, dimana banyak ayat yang menunjukkan perintah untuk memikirkan seluruh kejadian di alam ini.

Adapun dalil yang ketiga yakni gerak atau disebut juga sebagai penggerak pertama diambil dari aristoteles. Dalil ini mengungkapkan bahwa alam semesta bergerak dengan sesuatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini mengandung penggerak pertama yang tidak bergerak dan berbeda, yaitu Tuhan.

Menurut Ibnu Rusyd, benda-benda langit beserta gerakannya dijadikan oleh Tuhan dari tiada dan bukan dalam zaman. Sebab zaman tidak cukup mendahului wujud perkara yang bergerak, selama zaman itu masih kita anggap sebagai ukuran gerakannya. Jadi gerakan menghendaki adanya penggerak pertama atau suatu sebab yang mengeluarkan dari tiada menjadi ada. Substansinya yang lebih dahulu itu yang memberikan wujud kepada substansi yang kemudian tanpa memerlukan kepada pemberian form (Tuhan) yang ada di luarnya.

Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam bentuk karangan, ulasan, essai dan resume. Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya aslinya sudah tidak ada.

Filsafat Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd seperti yang dipahami oleh orang Eropa pada abad pertengahan; dan filsafat Ibnu Rusyd tentang akidah dan sikap keberagamaannya.

Karya

  • Bidayat Al-Mujtahid (kitab ilmu fiqih)
  • Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran)
  • Fasl Al-Maqal fi Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syari’at (filsafat dalam Islam dan menolak segala paham yang bertentangan dengan filsafat)

Komentari Artikel Ini

comments

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
%d blogger menyukai ini: