Sosok

Jihad Imad Mughniyah

“Alhamdulillah, takdir keluarga ini adalah kesyahidan. Jihad adalah anak terkecil dari Imad.Dia anak yang suka menyimak, serius dalam kehidupan sosialnya tetapi lemah lembut dan suka bercanda dalam kehidupan keluarganya.”

Gerakan perlawanan Libanon pada Sembilan belas Januari memakamkam pejuang mereka yang syahid di Quneitra, Suriah. Salah satu pejuang, Jihad Mughniyah, berusia 25 tahun adalah putra Imad Mughniyah yang syahid dalam sebuah bom mobil di Suriah tahun 2008.Jihad bersama lima pejuang Hizbullah lain dan lima tentara Iran — termasuk Brigadir Jenderal Mohammad Ali Allahdadi — sedang melakukan pengawasan di Mazraat al-Amal saat helikopter Israel menyerang mereka. Sebuah sumber yang dekat dengan Hizbullah menyebutkan gerakan perlawanan itu akan membalas serangan Israel itu dengan balasan “menyakitkan.”

Jihad Imad Mughniyah (25) bukan hanya satu paragraf dalam sebuah buku perlawanan terhadap zionis Israel dan hegemoni AS di kawasan. Ia adalah satu bab utuh dalam sebuah buku tebal tersendiri. Judulnya: Keluarga Mughniyah.

Paman tertuanya, Jihad, gugur sebagai syahid saat hendak menolong sebuah keluarga dari serangan pesawat temput Israel tahun 1984 di Libanon Selatan. Kala itu Jihad Yunior belum lagi lahir di dunia ini. Sepuluh tahun kemudian, pamannya yang lain, Fuad, syahid dalam sebuah ledakan bom yang hendak menyasar ideolog perlawanan Islam Libanon, Sayyid Husein Fadhlullah.

Ayahnya adalah salah seorang paling berjasa terhadap gerakan perlawanan di Libanon dan Palestina. Sejak usia dini, Imad, ayah Jihad, telah memangkul senjata menghadapi keganasan militer Israel di Beirut dan Libanon Selatan. Aksi-aksi heroik Imad telah mengguncang dunia.Tidak kurang dari 42 badan intelijen asing mengincarnya. Beberapa film Hollywood seperti The Jackal konon mengambil sosok misterius Imad sebagai tokoh utama. Nama Imad (atau dikenal juga dengan nama samaran Hajj Ridhwan) kini terpampang dalam jajaran pimpinan Hizbullah.

Ketika akhirnya Imad meraih impiannya menjadi syahid di Suriah tahun 2008, Jihad berjanji akan mengikuti jejak ayahnya. Di hadapan puluhan ribu pelayat yang ingin memberikan penghormatan terakhir untuk Ayahnya, Jihad berpidato:

“Hadirin yang mulia, inilah pertama kali dalam hidupku, aku berdiri di hadapan khalayak ramai untuk mengumumkan dengan bangga dan besar hati bahwa aku adalah Jihad Imad Mughniyah, putra pejuang besar yang namanya selalu disamarkan sebagaimana nama teman-teman seperjuangannya di jalan suci ini. Ayahanda menyamarkan namanya bukan karena takut atau malu, tapi untuk menjaga keselamatan diri dan keselamatan jalan suci yang dipilihnya.

Aku lahir di dekapan dadanya, tumbuh di pangkuannya, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain bersamanya. Sejak kanak-kanak hingga remaja, kami bersama-sama telah melewati begitu banyak tantangan dan rintangan. Sejak hari itu aku tidak pernah melihat Ayahanda kecuali sebagai ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya, membimbing dengan penuh perhatian dan mendidik dengan keseriusan.Tumpukan beban yang harus dipikulnya tak menghalanginya melakukan semua itu.

Untuk pertama kalinya dalam hidup ini aku mengumumkan diri sebagai bagian dari keluarga yang sejak lama telah bergabung dengan kafilah syuhada. Keluarga ini telah menyuguhkan dua pamanku, Jihad dan Fuad. Dan kini ayahku ikut bergabung dalam kafilah itu sebagai syahid…

Wahai Hajj Ridhwan, pejuang sepertimu tidak mungkin mati kecuali sebagai syahid, karena Allah pasti akan mengakhiri hidupmu dengan sesuatu yang paling kau cita-citakan…

Tanggal 11 Desember 2014 silam, keluarga besar Mughniyah mengadakan syukuran keluarga sekaligus acara maulid Nabi di rumah kakeknya dari garis ibu di daerah Ghubayri, Beirut. Para cucu lalu diminta bicara singkat ihwal rencana mereka setahun mendatang. Semua dapat giliran. Saat Jihad—yang baru lulus jadi sarjana bidang manajemen—mendapat giliran, dia bicara terlalu singkat: “Rencanaku akan aku sampaikan pekan depan.” Keluarga besar Jihad pun protes dan menganggap Jihad kurang persiapan. Mereka meledeknya. Canda gurau pun akhinya memenuhi suasana ruang keluarga hari itu.

Ternyata rencana Jihad adalah sebuah inspeksi lapangan untuk melakukan operasi militer di wilayah dataran tinggi Golan, Suriah, yang masih diduduki militer Israel. Persisnya di daerah Quneytra.

Ibu Jihad kini telah menjadi istri dan ibu dari seorang syahid. Manakala beberapa media Libanon menanyakan keadaannya, sang ibu terlihat gembira. Seulas senyum selalu terlihat di bibirnya. Sumber dalam keluarga Jihad menyebutkan bahwa saat kabar kesyahidan Jihad sampai kepada sang ibu, dia justru terlihat tenang dan riang. “Saya takkan bersedih. Saya gembira karena inilah yang dia angan-angankan sejak lama,”  tegas ibunya.

Impiannya bergabung dengan sang ayah dalam kafilah syuhada tak membuat Jihad lalai dari tugas-tugas belajar. Prestasi akademisnya membuktikan bahwa berbagai latihan militer yang dijalaninya sejak beberapa tahun lalu tak menghambat karir intelektualnya. Di kampus, dia dikenal sebagai penggerak dan motivator teman-teman kuliahnya untuk meraih nilai akademis yang terbaik.

Menanggapi kabar kesyahidan cucunya, nenek Jihad berujar: “Alhamdulillah, takdir keluarga ini adalah kesyahidan. Jihad adalah anak terkecil dari Imad. Dia anak yang suka menyimak, serius dalam kehidupan sosialnya tetapi lemah lembut dan suka bercanda dalam kehidupan keluarganya.”

Selamat jalan bintang dari planet para syuhada. Bab kisahmu yang singkat telah kau hidupkan dengan syahadah yang kau idamkan—di tanah penjajahan, menghadapi kanker umat.

Wakil Komandan Umum Garda Revolusi Islam Iran Brigjen Hossein Salami menegaskan bahwa Iran pasti akan membalas darah jenderal Mohammad Ali Allahdadi dan para pejuang Hizbullah Lebanon yang gugur diserang Israel di Quneitra, Dataran Tinggi Golan, Suriah.

“Kami akan membalas, kaum Zionis harus siap-siap menerima pembalasan,” tegas Salami dalam sebuah acara mengenang Jenderal Allahdadi dan syuhada Quneitra, Dia menambahkan bahwa Allahdadi adalah sosok yang tak mengenal batas teritorial dalam upaya memperkuat kubu muqawamah (perlawanan) anti Zionis, dan berbaurnya darah Allahdadi dengan darah syuhada muqawamah Lebanon menjadi bukti bahwa batasan geografis tidak dapat memisahkan identitas sesama Muslim.

“Syahid Allahdadi serta Syahid Jihad Mughniyah dan para sahabat seperjuangan mereka telah membuktikan bahwa jalur kehormatan umat Islam melintas melalui jihad… Kita diciptakan bukan untuk menerima titah dari kaum Yahudi dan Nasrani,” ungkapnya.

Dia mengingatkan bahwa musuh-musuh Islam sudah sekian dekade melakukan penjarahan terhadap kekayaan umat Islam, dan karena itu dunia Islam sekarang sedang bangkit sehingga musuh tak dapat lagi berkeliaran dengan tenang di jalanan.

Menurutnya, Amerika Serikat (AS) dulu dapat menduduki negara Islam manapun dan kapanpun mereka menghendakinya, tapi sekarang mereka tidak dapat berbuat demikian lagi karena perkembangan politik dan kemanusiaan sudah keluar dari kendali AS yang posisinya kian terpojok.

“AS gagal menghalangi kekalahan entitas Zionis dalam empat perang terakhir. AS juga tak dapat melakukan intervensi militer di Suriah, padahal dulu mereka tak dapat menunda pembuktian setiap ancaman yang dilontarkannya,”  kata Salami.

Di bagian akhir kata sambutannya dia menegaskan, “Kami diciptakan bukan untuk tidur nyenyak membiarkan musuh menghabisi putera-puteri kami. Kami akan melakukan pembalasan. Mereka harus menanti pembalasan itu, namun kami akan menentukan waktu dan tempatnya.”

 

Ceramah Jihad Mugniyah-putra Imad Mugniyah-di hari pekan peringatan Syuhadah Pimpinan Hizbullah

(Syaikh Raghib Harb, Sayyid Abbas Musawi dan Haji Imad Mugniyah)

Hadirin yang mulia, inilah pertama kali dalam hdupku, berdiri di hadapan khalayak ramai untuk mengumumkan dengan bangga dan besar hati bahwa aku adalah Jihad Imad Mugniyah, putra pejuang besar yang namanya selalu disamarkan sebagaimana nama rekan-rekan seperjuangannya di jalan suci ini. ayahanda menyamarkan namanya bukan karena takut atau malu, tapi untuk menjaga keselamatan diri dan keselamatan jalan suci yang dipilihnya.

Aku lahir di depan tumpukan senjatanya, besar dipangkuannya, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Sejak kanak-kanak hingga remaja kami bersama-sama telah melewati begitu banyak tantangan dan rintangan. Sejak hari itu, aku tidak pernah melihat ayahanda kecuali sebagai ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya, membimbing dengan penuh perhatian dan mendidik dengan keseriusan, walau banyak beban lain yang harus dipikulnya.

Untuk pertama kalinya dalam hidup ini aku mengumumkan diri sebagai bagian dari keluarga yang sejak lama telah bergabung dengan kafilah syuhada.Keluarga ini telah menyuguhkan dua pamanku, Jihad dan Fouad. Dan kini ayahku ikut bergabung dalam kafilah itu sebagai syahid.

Wahai Haji Imad, pejuang seperti engkau tak mungkin mati kecuali sebagai syahid, karena Allah pasti mengakhiri hidupmu dengan sesuatu yang engkau cita-citakan.

Sekarang, aku ingin berdiri dan berbicara melalui hati kalian yang dipenuhi cinta pada syahid yang tidak pernah kalian kenal namanya, “Ayahku, apa yang engkau tanam sepanjang hidupmu, sudah kau petik buahnya dalam hidupmu sebagai kemenangan, dan di akhirat kelak engkau pasti akan memetik buah keridhaan Allah. Tapi, cintamu yang membara pada masyarakat—yang gembira dan sedihmu senantiasa engkau persembahkan untuk mereka (untuk bangsa yang setia dan penuh perjuangan ini), yang darahmu engkau taburkan demi mereka dan pundakmu engkau berikan untuk  memikul beban-beban mereka—sekali-kali tidak akan pernah padam. Lihatlah, kini mereka berdesak-desakan datang dari segenap penjuru dengan penuh solidaritas dan simpati. Walaupun mereka hanya mengenal namamu dan sejarah perjuanganmu. Mereka juga tidak mengenal kami, kecuali sebagai anggota dari keluargamu.

Ayah, kerinduan dan cinta ini akan panjang, tapi kami akan tetap di sini menunggu pertemuan denganmu.

Kami merindukan hentakan kakimu yang menanamkan tekad dalam hati kami. Kami merindukan kilatan matamu yang menatap ufuk nun jauh di sana. Kami rindu padamu menyusuri jalan yang kami pilih dengan sepenuh hati.

Ayahku, kau selalu tenang dan dermawan dalam hidupmu, sebagaimana dalam kesyahidanmu. Sedangkan kami-anak-anakmu dan teman-teman yang besar dalam madrasah perjuanganmu—akan melanjutkan jalan suci, jalan para nabi dan imam, jalan manusia-manusia yang merdeka dan jiwa-jiwa yang besar, betapa pun besar pengorbanan yang harus kami berikan.

Kami telah melihat dalam hidup yang singkat ini kehinaan orang yang mencari kemuliaan dari orang-orang hina, kerugian orang yang bersandar pada orang-orang lemah, dan kekalahan orang-orang yang berlindung di balik “sarang laba-laba” (Israel). Wahai para martir besar, betapa pun kerasnya terjangan ombak, betapa pun banyaknya kesulitan dan ujian serta betapa pun bertambahnya musuh-musuh yang mengincar, niscaya kami takkan berpaling dari jalan kalian, takkan melupakan pengorbanan kalian dan takkan meninggalkan amanah yang telah kalian jaga dengan darah-darah suci kalian.

Ayah, kami di sini bersama para pengikut al-Husain yang telah menjawab panggilannya. Kami di sini bersamamu wahai ayah besar kami, Abu hadi (Sayyid Hasan Nasrullah), seperti sebelumnya ‘pemimpin syahid’ ini bersamamu. Kami tidak, dan tidak akan pernah peduli apakah mati itu datang kepada kami atau kami yang mendatanginya. Wahai ayahku, kerumunan orang ini sekarang menjadi lebih siap berkorban dan siap menghantam musuh-musuh Allah, musuh-musuh para nabi dan imam dengan kekuatan yang tak mungkin mereka perhitungkan.

Komentari Artikel Ini

comments

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
%d blogger menyukai ini: