(Mendahulukan kehendak Tuhan, Dari Kehendak pribadiNYA)
Marilah kita simak bagaimana Emha Ainun Nadjib menggambarkan perjuangan dan keteguhan hati Nabi Ibrahim :
Sudah berulang kali bangun dan terbanting
Merenung dan mencarilah hamba sebagai Ibrahim
Menatapi laut, bulan, bintang dan matahari
Sampai gamblang bagi hamba… Allah yang sejati
Jadilah hamba pemuda pengangkat kapak
Menghancurkan berhala sampai luluh lantak
Hamba lawan jika pun Fir’aun sepuluh jumlahnya
Karena api sejuk membungkus badan hamba
Ibrahim Muda tumbuh dalam keteguhan keyakinan, ia melangkah keluar dengan dorongan untuk mendakwahkan kebenaran disetiap tempat, ia menentang pendapat umat. Disetiap pasar, ia kabarkan berita yang benar. Selain itu Ibrahim mengajari kita arti yang paling tulus dari cinta, yaitu menerima setiap pemberian kekasihnya. Bukalah seorang pecinta sejati sebelum ia menikmati setiap anugerah yang datang dari pujaannya.
Dalam buku yang berjudul “Muhammad Sang Nabi” – Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail, karya Omar Hashem, dikatakan bahwa nama Ibrahim berasal dari dua suku kata, yaitu ib/ab (إب) dan rahim (راهيم). Jika disatukan maka nama itu memiliki arti “ayah yang pemurah.”
Ibrahim bin Azzar bin Tahur bin Sarush bin Ra’uf bin Falish bin Tabir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Syam bin Nuh. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama Faddam, A’ram, yang terletak di dalam kawasan kerajaan Babilonia. Pada 2.295 SM. Kerajaan Babilon waktu itu diperintah oleh seorang raja yang bengis dan mempunyai kekuasaan yang absolut dan zalim, ia bernamaNamrudz bin Kan’aan. ia memiliki 2 orang putra yang dikemudian hari menjadi seorang nabi, yaitu Ismail dan Ishaq. Sedangkan Yaqub adalah cucu dari Ibrahim.
Tempat kelahiran pembawa panji tauhid ini adalah Babilon. Para sejarawan telah menyatakan negeri itu sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Mereka telah mencatat banyak riwayat tentang keagungan dan kehebatan peradaban wilayah itu. Sejarawan Yunani kenamaan, Herodotus (483-425 SM), menulis, “Babilon dibangun di sebuah lapangan persegi-panjang setiap sisinya 480 km, sehingga kelilingnya 1.920 km.
Menurut kitab Qishashul Anbiya karya Ibnu Katsir, Hajar adalah seorang putri bangsa Qibthi(Mesir). Masih dalam buku berjudul Qishashul Anbiya, disebutkan bahwa istri Ibrahim yang terkenal hanya dua, sementara masih ada dua lainnya yang kurang terkenal. Daftar lengkapnya adalah:, Sarah, Hajar, Qanthura, Hajun. Dari Qanthura binti Yaqthan lahir enam orang anak, yakni Madyan, Zamran, Saraj, Yaqsyan, Nasyaq, dan yang keenam belum sempat diberi nama. Dari Hajun binti Amin lahir lima orang anak, yakni Kisan, Sauraj, Amim, Luthan, dan Nafis.
Nabi Ibrahim, pelopor tauhid, dilahirkan di masa pemerintahan Namrud putra Kan’an. Walaupun Namrud menyembah berhala, ia juga mengaku sebagai tuhan (dewa). Dengan memanfaatkan kejahilan rakyat yang mudah percaya, ia memaksakan kepercayaannya kepada mereka. Mungkin nampak agak ganjil bahwa seorang penyembah berhala mengaku pula sebagai dewa. Namun, Al-Qur’an memberikan kepada kita suatu contoh lain tentang kepercayaan ini. Ketika Musa mengguncang kekuasaan Fir’aun dengan logikanya yang kuat dan menguak kebohongannya dalam suatu pertemuan umum, para pendukung Fir’aun berkata kepadanya, “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?” (QS, Surah al-A’raf, 7:127). Telah termasyhur bahwa Fir’aun mengaku sebagai tuhan dan biasa menyerukan, “Aku adalah tuhanmu yang tertinggi.” Namun ayat ini menunjukkan bahwa ia juga seorang penyembah berhala.
Dukungan terbesar yang diperoleh Namrud datang dari para astrolog dan penenung yang dipandang sebagai orang-orang pintar di zaman itu. Ketundukan mereka ini membuka jalan bagi Namrud untuk memanfaatkan kaum tertindas dan kalangan bodoh. Selain itu, sebagian famili Ibrahim, misalnya Azar yang membuat berhala dan juga memahami astrologi, termasuk pengikut Namrud. Ini saja sudah merupakan halangan besar bagi Ibrahim, karena di samping harus berjuang melawan kepercayaan umum itu, ia juga harus menghadapi perlawanan kaum kerabatnya sendiri. Namrud telah menerjunkan diri ke dalam laut kepercayaan takhayul. Ia telah membentangkan permadani untuk pesta dan minum-minum ketika para astrolog membunyikan lonceng bahaya pertama seraya mengatakan, “Pemerintahan Anda akan runtuh melalui seorang putra negeri ini.” Ketakutan laten Namrud bangkit. Ia bertanya, “Apakah ia telah lahir atau belum?” Para astrolog itu menjawab bahwa ia belum lahir. Ia kemudian memerintahkan supaya diadakan pemisahan antara perempuan dan laki-laki-di malam yang, menurut ramalan para astrolog, kehamilan musuh mautnya itu akan terjadi. Walaupun demikian, para algojonya membunuh anak-anak laki-laki. Para bidan diperintahkan untuk melaporkan rincian tentang anak-anak yang baru lahir ke suatu kantor khusus.
Pada malam itu juga terjadi kehamilan Ibrahim. Ibunya hamil dan, seperti ibu Musa putra ‘Imran, ia merahasiakan kehamilan itu. Setelah melahirkan, ia menyelamatkan diri ke suatu gua yang terletak di dekat kota itu, untuk melindungi nyawa anaknya tersayang. Ia meninggalkan anaknya di suatu sudut gua, dan mengunjunginya di waktu siang atau malam, tergantung situasi. Dengan berlalunya waktu, Namrud merasa aman. Ia percaya bahwa musuh tahta dan pemerintahannya telah dibunuh.
Ibrahim menjalani tiga belas tahun kehidupannya dalam sebuah gua dengan lorong masuk yang sempit, sebelum ibunya membawanya keluar. Ketika muncul di tengah masyarakat, para pendukung Namrud merasa bahwa ia orang asing. Terhadap hal itu, ibunya berkata, “Ini anak saya. Ia lahirsebelum ramalan para astrolog.” (Tafsir al-Burhan, I, h. 535).
Ketika keluar dari gua, Ibrahim memperkuat keyakinan batinnya dalam tauhid dengan mengamati bumi dan langit, bintang-bintang yang bersinar, dan pohon-pohonan yang hijau. Ia menyaksikan masyarakat yang aneh. Dilihatnya sekelompok orang yang memperlakukan sinar bintang dengan sangat tolol. Ia juga melihat beberapa orang dengan tingkat kecerdasan yang bahkan lebih rendah. Mereka membuat berhala dengan tangan sendiri, kemudian menyembahnya. Yang terburuk dari semuanya ialah bahwa seorang manusia, dengan mengambil keuntungan secara tak semestinya dari kejahilan dan kebodohan rakyat, mengaku sebagai tuhan mereka dan menyatakan diri sebagai pemberi hidup kepada semua makhluk dan penakdir semua peristiwa. Nabi Ibrahim merasa harus mempersiapkan diri untuk memerangi tiga kelompok yang berbeda ini.
Nabi Ibrahim disebut sebagai bapak para Ambiya karena keturunan nabi Ibrahim banyak yang menjadi Nabi. Ibrahim adalah pemimpin yang tranformatif yang selalu optimis dan maju di tengah sukunya yang masih menyembah patung. “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.”(QS al Mumtahanah :4).Ayat diatas adalah perkataan Ibrahim kepada kaumnya yang menunjukkan ketegasanya dalam bertauhid.
Nabi Ibrahim telah melakukan metode ilmiah dalam mencari Tuhannya. Dia mempergunakan akal sehat dalam mencari Tuhan, dia mengingkari sesembahan umatnya yaitu berhala karena secara akal berhala tidak dapat mendatangkan manfaat maupun mudharat. Akhirnya dengan pengalamanya mencari Tuhan ia menemukan bahwa Tuhannya adalah Tuhan pemilik alam semesta ini, dan Tuhan itu Esa, karena kalu Tuhan lebih dari satu akan terjadi kekacauan.
Pada masa Nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari satu Tuhan dan menganut paganisme. Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil nabi Ibrahim a.s. sering melihat ayahnya membuat patung-patung tersebut, lalu dia berusaha mencari kebenaran agama yang dianuti oleh keluarganya itu.
Nabi Ibrahim yang sudah bertekad ingin memerangi kesyirikan dan penyembahan berhala yang berlaku di dalam kaumnya ingin mempertebal iman dan keyakinannya lebih dulu, untuk menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin mangganggu pikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Ia memohon kepada Allah: “Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati.” Allah menjawab permohonannya dengan berfirman: Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?.” Nabi Ibrahim menjawab:“Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala-ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan hati dan agar semakin tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu.”
Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekorburung, lalu setelah memperhatikan dan meneliti bagian-bagian tubuh burung itu, ia memotongnya menjadi berkeping-keping, mencampur-baurkannya, dan kemudian tubuh burung yang sudah hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di empat puncak bukit yang berbeda dan berjauhan. Setelah dikerjakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah itu, diperintahkan-Nya Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak tubuhnya dan terpisah jauh setiap bagian tubuhnya itu.
Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh dan bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya. Lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah keinginan Nabi Ibrahim untuk menenteramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau menentangnya, dan hanya kata “Kun Fayakun”, maka terjadilah apa yang Dikehendaki-Nya.
BAB BARU DALAM KEHIDUPAN IBRAHIM
Pengadilan di Babilonia memutuskan membuang Ibrahim dari negeri itu. Beliau pun meninggalkan tempat kelahirannya, lalu pergi ke Mesir dan Palestina. Amaliqa, yang menguasai wilayah-wilayah itu,menyambutnya dengan hangat dan memberikan kepadanya banyak hadiah, satu di antaranya adalah seorang budak perempuan bernama Hajar.
Istri Ibrahim, Sarah, belum melahirkan anak hingga saat itu. Oleh karena itu, ia menyarankan Ibrahim supaya kawin dengan Hajar, dengan harapan kiranya beliau diberkati seorang putra, yang akan menjadi sumber kebahagiaan dan kesenangan mereka. Perkawinan dilangsungkan, dan Hajar kemudian melahirkan seorang putra yang diberi nama Ismai’l. Itu terjadi jauh sebelum Sarah hamil dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Ishaq. (Lihat Sa’d as-Su’ud, hal. 41-42;). Setelah beberapa waktu, sebagaimana diperintahkan Allah, Ibrahim membawa Isma’il dan ibunya, Hajar ke selatan (Mekah), dan menempatkan mereka di suatu lembah yang tak dikenal. Lembah ini tak berpenghuni, dan hanya kafilah dari Sunah ke Yaman dan sebaliknya yang memasang tenda di sana. Bila tidak ada kafilah, tempat ini benar-benar sepi dan hanya merupakan hamparan pasir membakar sebagaimana bagian-bagian tanah Arab lainnya.
Tinggal di tempat yang mengerikan itu sungguh sulit bagi seorang perempuan yang telah melewatkan hari-harinya di negeri Amaliqa. Terik gurun yang membakar dan anginnya yang amat sangat panas memberikan bayangan kematian di hadapan mata. Ibrahim sendiri sangat prihatin atas kenyataan ini. Sementara memegang kendali hewan tunggangannya dengan maksud mengucapkan selamat tinggal kepada istri dan anaknya, air matanya mengalir, dan ia berkata kepada Hajar, “Wahai.Hajar! Semua ini dilakukan menurut perintah Yang Mahakuasa, dan perintah-Nya tak dapat dilawan. Bersandarlah pada rahmat Allah, dan yakinlah bahwa Ia tak akan menistakan kamu.” Kemudian Ibrahim berdoa kepada Allah dengan penuh khusyuk, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dan buah-buahan kepada penduduknya yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.” (QS, al-Baqarah, 2:126).
Ketika sedang menuruni bukit, Ibrahim menengok ke belakang dan berdoa kepada Allah untuk mencurahkan rahmat-Nya kepada mereka. Walaupun perjalanan tersebut tampak sangat sulit dan susah, di kemudian hari terbukti bahwa hal itu mengandung makna yang amat penting. Di antaranya adalah pembangunan Ka’bah yang memberikan dasar yang agung bagi para penganut tauhid untuk mengibarkan panji penyembahan kepada Allah Yang Esa di Arabia, dan merupakan fundasi gerakan keagamaan yang besar, yang akan mendapat bentuk di kemudian hari, yaitu gerakan besar yang beroperasi di negeri ini melalui pengunci segala nabi.
BAGAIMANA TERJADINYA SUMBER AIR ZAM-ZAM
Ibrahim mengambil kendali hewan tunggangannya. Dengan air mata, ia memohon diri kepada tanah Mekah, Hajar, dan putranya. Tetapi, tak berapa lama kemudian, makanan dan minuman yang dapat diperoleh si anak dan ibunya habis, dan air susu Hajar pun kering. Kondisi putranya mulai merosot. Air mata mengucur dari ibu yang terasing itu dan membasahi pangkuannya. Dalam keadaan amat bingung, ia bangkit berdiri lalu pergi ke bukit Shafa. Dari sana ia melihat suatu bayangan dekat bukit Marwah. Ia pun lari ke sana. Namun, pemandangan palsu itu sangat mengecewakannya. Tangisan dan keresahan putranya tercinta menyebabkan ia lari lebih keras ke sana ke mari. Demikianlah, ia berlari tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah untuk mencari air, tetapi pada akhirnya ia kehilangan semua harapan, lalu kembali kepada putranya.
Si anak tentulah telah hampir sampai pada nafasnya yang terakhir. Kemampuannya meratap atau menangis sudah tiada. Namun, justru pada saat itu doa Ibrahim terkabul. Ibu yang letih lesu itu melihat bahwa air jernih telah mulai keluar dari bawah kaki Isma’il. Sang ibu, yang sedang menatap putranya dan mengira ia akan mati beberapa saat lagi, merasa sangat gembira melihat air itu. Ibu dan anak itu minum sampai puas, dan kabut putus asa vang telah merentangkan bayangannya pada kehidupan mereka pun terusir oleh angin rahmat Ilahi.(lihat Tafsir al-Qummi, hal. 52;).
Munculnya sumber air ini, yang dinamakan Zamzam, sejak hari itu, membuat burung-burung air terbang di atasnya, membentangkan sayapnya yang lebar sebagai penaung kepala ibu dan anak yang telah menderita itu. Orang-orang dari suku Jarham, yang tinggal jauh dari lembah ini, melihat burung-burung yang beterbangan ke sana ke mari itu. Mereka lalu menyimpulkan bahwa telah ada air di sekitarnya. Mereka mengutus dua orang untuk mengetahui keadaan itu. Setelah lama berkeliling, kedua orang itu sampai ke pusat rahmat Ilahi itu. Ketika mendekat, mereka melihat seorang wanita dan seorang anak sedang duduk di tepi suatu genangan air. Mereka segera kembali dan melaporkan hal itu kepada para pemimpin sukunya. Para anggota suku itu segera memasang kemah mereka di sekitar sumber air yang diberkati itu, dan Hajar pun terlepas dari kesulitan dan pahitnya kesepian yang dideritanya. Isma’il tumbuh sampai dewasa sebagai pemuda yang ramah. Ia pun mengadakan ikatan perkawinan dengan wanita suku Jarham. Dengan demikian, ia beroleh dukungan dan menjadi anggota masyarakat mereka. Oleh karena itu, dari sisi ibu, keturunan Isma’il berfamili dengan suku Jarham.
Nabi Ibrahim as. juga diperintahkan Allah Yang Mahakuasa untuk melaksanakan suatu perjalanan ke Mekah, untuk mendirikan Ka’bah guna menarik hati orang yang beriman tauhid . Al-Qur’an menyatakan bahwa menjelang hari-hari terakhir Ibrahim, Mekah telah tumbuh menjadi sebuah kota, karena, setelah menyelesaikan tugasnya, ia berdoa kepada Allah, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala.” (QS Ibrahim, 14:35). Dan ketika tiba di gurun Mekah, ia berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa.” (QS al-Baqarah, 2:126).
Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan kita kekuatan untuk selalu mendahulukan kehendak Tuhan di atas seluruh keinginan hawa nafsu kita. Hanya dengan itulah kita bisa memperoleh ketentraman.
hal yang mengangkat kedudukan Ibrahim dan menyukseskan usahanya
adalah kesabaran dan ketabahannya.
————————————–