Pandangan Dunia

Risalah Pandangan Dunia (36)

Faktor keenam ; Mencari Kemuliaan dan Kekuasaan

Di antara manusia yang ada, terdapat manusia tertentu yang memiliki karekteristik yang khas dimana sebagian manusia lainnya tidak memilikinya. Misalnya jika seseorang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dan atau memiliki kekuatan jasmani yang lebih besar dari yang lain maka dengan potensi dan kekuatan tersebut, dapat  dimanfaatkan untuk mendominasi lainnya serta mengambil keuntungan dari dominasi tersebut.

Di saat para penindas menyaksikan orang-orang lemah menaati mereka yaitu menaati aturan-aturan yang mereka buat, baik itu dalam bentuk perintah maupun larangan, akhirnya para penindas tersebut berkeinginan untuk menyatakan dirinya sebagai anak-anak Tuhan dan memiliki maqam kedekatan dengan Tuhan. Dengan jalan ini, mereka dapat menarik keimanan dan kecenderungan keyakinan masyarakat kepada dirinya sehingga para penindas dapat mendominasi mereka lebih besar lagi. Tidak cukup sampai di sini saja, para penindas tersebut lambat laun melangkah lebih jauh lagi dengan mengangkat dirinya sebagai Tuhan sehingga memerintahkan orang-orang lemah tersebut untuk menyembahnya. Pada kondisi seperti ini, masyarakat akan berada di bawah pengaruhnya dan di bawah dominasi mereka dan selanjutnya orang-orang memberikan maqam tertentu padanya. Contoh yang paling baik berkenaan dengan hal ini adalah Firaun. Berkenaan dengan Firaun, Quran mengabadikan  perkataannya dalam surah An-Naziat : 24 “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” Dalam surah Az-Zukhruf : 54, “Maka Firaun meremehkan kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.”

Di sini kita bisa meyaksikan bagaimana dominasi kekuatan orang-orang seperti Firaun dapat membuat masyarakat menjadi musyrik sehingga menghalangi manusia untuk menyembah Tuhan yang hakiki dan memiliki keyakinan tauhid yang hakiki.

Faktor Ketujuh ; Mutrafin

Dalam masyarakat terdapat kelompok yang disebut dengan mutrafin. Salah satu penyebab munculnya kelompok ini yaitu adanya kecenderungan terhadap kemusyrikan. Kelompok ini memiliki kekuatan materi dan harta serta kekayaan yang berlimpah. Karena itu mereka dipenuhi dengan kenikmatan-kenikmatan material. Namun ketika persoalan tauhid dan penghambaan datang, mereka tidak ingin hal tersebut menjadi penghalang atas kenikmatan-kenikmatan yang mereka rasakan. Oleh karena itu, mereka mengetahui bahwa kedua hal tersebut adalah suatu hal yang bertentangan. Maksudnya jika manusia memiliki kecenderungan kepada tauhid dan manusia hanya tunduk kepada Allah SWT serta hanya menyembah kepada Allah SWT, tentu akan menganggu kekuasaan para penindas tersebut dan juga akan mengancam kapital mereka. Berdasarkan hal ini mereka berusaha agar mereka juga bisa menguasai pusat-pusat peribadatan dengan membuat ritual-ritual yang dapat menghalangi perkembangan pemikiran dan kesadaran masyarakat. Mereka memasukkan ritual dan keyakinan yang tidak punya sandaran syariat dan bahkan membuat berhala yang memposisikan sejajar dengan Tuhan sehingga masyarakat ragu tentang akidah tauhid.

Sebagai contoh pada priode Sasania, mereka yang duduk dalam pemerintahan dengan menduduki maqam tertentu, berusaha mengontrol pusat-pusat agama dengan menentukan dan menunjuk siapa yang akan menjadi ruhaniawan pada tempat agama tersebut. Dengan demikian mereka dapat mengeksploitasi dan mengendarai masyarakat bahkan dapat mengontrol agar tidak terjadi protes terhadap mereka.

Berdasarkan hal ini pula, Quran juga mengisyaratkan bahwa mereka yang berada pada garis terdepan dalam memusuhi para Nabi, sebagian dari mereka adalah yang memiliki kekuasaan dan harta yang berlimpah. Quran menyebut mereka dengan ‘mala’ dan ‘mutraf’ sebagaimana dalam surah Saba’ : 34 “Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” Cara lainnya kelompok ini dalam menentang para Nabi dan ajakan tauhid adalah dengan menyandarkan keyakinannya pada orang-orang sebelumnya, pada ayah mereka dan nenek moyang mereka. Mereka enggan meninggalkan kemusyrikan dan kekufuran mereka, bahkan mereka mengajak yang lain agar mengikuti keyakinan orang-orang terdahulu. Persoalan ini juga dijelaskan oleh Quran dalam surah Az-Zukhruf : 22 “Bahkan mereka berkata, “Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.”

Faktor Kedelapan ; Taklid pada Keyakinan Nenek Moyang

Taklid pada orang-orang sebelumnya dan nenek moyang sebelumnya dijadikan alat oleh para penguasa dan pemilik modal. Hal tersebut juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kemusyrikan dalam masyarakat. Sebagian besar dari orang-orang musyrik yang bodoh menganggap orang-orang yang mengajak untuk meninggalkan keyakinan nenek moyang mereka sebagai salah satu bentuk penghinaan terhadap mereka. Mereka sama sekali enggan untuk meninggalkan keyakinan-keyakinan batil mereka. Quran juga menjelaskan dalam beberapa tempat faktor-faktor tersebut dan Quran menjelaskan bahwa hal tersebut sebagai salah satu faktor adanya keyakinan batil dan musyrik. Beberapa ayat berikut ini menjelaskan beberapa faktor tersebut.

Dalam surah Al-Baqarah : 170 “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan oleh Allah”, mereka menjawab, “(Tidak)! Tetapi, kami hanya mengikuti apa yang telah kami temukan dari (perbuatan-perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga) meskipun nenek moyang mereka itu tidak memahami suatu apa pun dan tidak mendapat petunjuk?

Dalam surah Al-Maidah : 104 “Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.” Mereka menjawab, “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?”

Berkenaan dengan ajakan Nabi Ibrahim as dalam melawan kemusyrikan dan penyembahan berhala pada zamannya, Quran menjelaskan hal tersebut dalam surah Al-Anbiya : 52-53 “(yaitu) ketika ia berkata kepada ayah dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?” Mereka menjawab, “Kami mendapati nenek moyang kami menyembahnya.

Begitu juga dengan interaksi ajakan Nabi Nuh as terhadap mereka, secara terang menunjukkan bahwa taklid kepada keyakinan nenek moyang merupakan faktor utama terjadinya kemusyrikan. Dalam surah Al-Mukminun : 23-24 “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak berhenti (menyembah berhala)?”. Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab, “Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Kami belum pernah mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu.”

Berkenaal dengan hal di atas, Quran juga menceritakan bagaimana perkataan Firaun dalam menjawab ajakan Nabi Musa as, dalam surah Al-Qashash : 36 “Maka tatkala Musa datang kepada mereka dengan (membawa) mukjizat-mukjizat Kami yang nyata, mereka berkata, “Ini tidak lain hanyalah sihir yang dibuat-buat dan kami belum pernah mendengar (seruan yang seperti) ini pada nenek moyang kami dahulu.”

Selain dari beberapa ayat di atas, terdapat juga beberapa ayat lainnya yang menjelaskan persoalan ‘taklid terhadap orang tua dan nenek moyang’ sebagai faktor penyebab syirik di dalam masyarakat.                   

Diterjermahkan dari Buku : “Ămuzesy-e ‘Aqâ‘id” Tim Penulis : Mohsen Gharaveyân, Mohammad Reza Ghulâmî, Sayed Mohammad Husain  Mirbâqerî).

Komentari Artikel Ini

comments

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
%d blogger menyukai ini: