(Beliau termasuk seorang ulama dan faqih terkenal kota Qom yang semasa hidupnya mengajar pada jenjang Bahtsul Kharij fiqih di Hauzah Ilmiah Qom. Beliau adalah ulama yang terkenal karena kezuhudan dan irfannya.)
Umat Islam di dunia khususnya mazhab Ahlul Bait dalam mengamalkan hukum Islam harus merujuk pada seorang Mujtahid. Para mujtahid ini dikenal sebagai Marja’. Salah seorang marja’ yang berpengaruh itu adalah Ayatullah Uzma Muhammad Taqi Bahjat.
Wiladah (Kelahiran)
Ayatullah Bahjat lahir pada 1915 M (1334 H) di kota Fuman daerah Gilan Iran. Ayahnya, Karbala Muhammad Bahjat adalah seorang pribadi yang jujur dan dipercaya dan terkenal dengan sifat penolongnya di daerah itu. Hal ini memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan Ayatullah Bahjat kemudian.
Tahshilat (Studi)
Ayatullah Bahjat merampungkan pelajaran-pelajaran tingkat ibtida’iyahnya dari keluarganya sendiri, kemudian ia meneruskan pelajaran agamanya dan adabiyat Arab di kota kelahirannya (Fuman). Ayatulah Bahjat menyelesaikan sekolah dasarnya di tempat kelahirannya tersebut, dan di sini pula ia mendapatkan pendidikan dasar agama hingga tahun 1922. Kemudian Ayatullah Bahjat melanjutkan ke kota suci Qum setelah menyelesaikan pelajaran bahasa Arab. Ayatullah Bahjat hanya tinggal sebentar di Qum, kemudian ia pindah ke kota suci Karbala di Irak dan menghadiri kuliah-kuliah yang diberikan Sayyid Abul Qasim al-Khu’i. Pada 1933, Ayatulllah Bahjat pergi ke Najaf untuk menyelesaikan pelajarannya, Ayatullah Bahjat mengikuti kuliah-kuliah Akhund Khurasani. Sesudah menyelesaikan kuliah Ayatullah Dia’ al-Iraqi dan Ayatullah Mirza Na’ini, Di samping mendalami ilmu-ilmu agama ia pun menyibukkan dirinya dengan Tazkiyatu al-Nafs-nya. Dan pada tahun 1352 HQ ia pindah ke kota Najaf Asyraf, Irak. Di kota ini ia menekuni pelajaran-pelajaran tingkat tinggi hauzah kepada guru-guru besar yang terkenal pada masa itu. Ayatullah Bahjat kemudian belajar pada Ayatullah Hajj Syaikh Muhammad Husayn al-Gharawi. Dari kuliah-kuliah di Najaf ini, Ayatullah Bahjat mendapatkan manfaat yang besar dari kuliah Ayatullah Uzma Hajj Sayyid Abul Hasan al-Isfahani dan Hajj Syaikh Muhammad Kazim Shirazi. Selain mempelajari ilmu fiqh dan ushul fiqh, Ayatullah Bahjat mempelajari juga buku “al-Isharat” karya Ibnu Sina dan al-Asfar al-Arba’a karya Mulla Shadra Shirazi dibawah bimbingan Sayyid Husain al-Baadkoube’i. Pada 1944, Ayatullah Bahjat kembali ke Iran dan menjadi murid Ayatullah Uzma al-Kouhkamar’i, disamping mengikuti kuliah fiqh dan ushul fiqh pada Ayatullah Boroujerdi.
Semangat Belajar
Ayatullah Bahjat adalah murid yang rajin, serius dan penuh semangat dalam belajar.Ia tidak mempunyai kesibukan lain selain belajar dan muthala’ah. Kitab hadits “Safinatul Bihar” yang terdiri dari beberapa jilid besar adalah hasil karyanya yang bekerja sama dengan rekannya al-Marhum H.Syaikh Abbas al-Qummi Qs (penulis kitab doa Mafatihul Jinan). Dalam pelajaran Ushul Fiqh (Kifayah), ia banyak mengisykal (menyanggah) penjelasan-penjelasan gurunya; Ayatullah Syahrudi, yaitu murid al-Marhum Syaikh Ahmad al-Khurasani. Pernah terjadi pada suatu hari, Ayatullah Bahjat mengisykal dan menyanggah keterangan gurunya tersebut. Pada malam harinya sang guru itu mengkaji kembali catatan-catatan yang ia tulis sewaktu ia belajar pada Ayatullah Ahmad al-Khurasani tersebut sembari mempelajari isykalan-isykalan yang dilontarkan olehnya (Ayatullah Bahjat). Akhirnya ia pun memahami dan mengakui bahwa sebenarnya kebenaran itu berada pada Ayatullah Bahjat. Keesokan harinya, murid-murid dan teman-temannya yang memang belum mengetahui kenyataan yang sebenarnya mencemoohnya karena keberaniannya mengisykal sang guru besar dan mereka menganggap hal semacam itu adalah perbuatan lancang dan dinilai tidak beradab. Lagi pula ketika itu Ayatullah Bahjat Hf adalah murid yang paling muda. Ketika sang guru memasuki kelas yang berupa masjid, ia melihat murid-muridnya sedang merendahkannya. Ketika itulah ia berkata: “Diamlah kalian semua dan tenanglah. Janganlah kalian mengejek dan mengganggu Agha. Perhatikanlah, saya akan menjelaskan masalahnya!”. Dengan serta merta seluruh murid-murid dalam ruangan masjid itu diam dengan penuh tanda tanya. Sang guru besar itu pun mulai melanjutkan ucapannya dan berkisah: “Tadi malam saya mengkaji kembali catatan-catatan pelajaran saya yang pernah saya pelajari pada al-Marhum Syaikh Ahmad al-Khurasani, ternyata memang kebenaran itu berada pada teman kalian ini (Syaikh Bahjat).” Setelah peristiwa dan kejadian tersebut sang guru pun memuji kesungguhan dan kecerdasannya dan semua teman-teman sekelas menjadi segan padanya.
Tazkiyatun Nafs
Ayatullah al-‘Uzma al-‘Arif Syaikh Bahjat senantiasa melazimkan dan menyibukkan diri dengan pensucian jiwa dan masalah-masalah ruhaniah. Di sisi lain ia pun amat disiplin dan kuat dalam melakukan tahajjud dan beribadah, seakan-akan ia tidak mempunyai kegiatan lainnya selain beribadah dan dzikir.
Tidak Ternodai
Ayatullah al-‘Uzma Syaikh Muhammad Taqi Bahjat memang tidaklah diragukan lagi. Ayatullah Bahjat adalah merupakan pribadi zahid yang sangat menonjol yang dikenal dengan kedalaman ilmu, kemulian, kearifan dan keutamaannya. Ia mempunyai daya tarik maknawiyah dan hakikat batiniah yang luar biasa. Sebesar atom pun ia tidak ternodai oleh materi dan gemerlap dunia. Bukan hanya dalam benak, pikiran dan ucapan, bahkan dalam sikap dan amal perbuatan sehari-harinya tidak ternodai sama sekali dengan gemerlapnya godaan dunia. Ia hidup dalam keadaan yang sangat sederhana, baik dalam makan, pakaian dan lainnya. Bahkan hingga wafatnya ia masih tetap tinggal di rumahnya yang sudah tua dan sangat sederhana, yaitu di salah satu jalan, gang buntu di kawasan Qum. Banyak simpatisannya yang menawarkan rumah yang lebih bagus dan layak untuk tempat tinggalnya sebagai seorang Ulama dan Marja’. Akan tetapi ia menolaknya dan merasa cukup dengan apa yang ada. Salah seorang mujtahid besar berkata tentang kebesarannya: “Ayatullah Bahjat, tidak bisa dikatakan sebagai manusia yang penuh takwa. Akan tetapi ia adalah “esensi takwa” itu sendiri.”
Ibadat
Hubungan kokoh kepada Allah SWT, zikirnya yang terus menerus, nawafil dan melek malamnya sangat mempunyai pengaruh dan banyak memberikan pelajaran buat kita semua. Jamaah shalat Ayatullah Bahjat sepanjang tahun adalah merupakan jamaah yang cukup menarik perhatian, semarak dan penuh kekhusyu’an. Banyak pelajar luar negeri dan tentara sukarelawan (basiji) di samping juga masyarakat kota Qum dan luar Qum yang ikut serta melakukan shalat jamaah di masjidnya. Shalat jamaah yang penuh dengan maknawiah dan ruhaniah itu kadang kala diselingi oleh suara isak tangis dan aliran air mata kesedihan serta lengkingan suara dukanya yang sangat mengharukan jamaahnya dan merupakan ciri khas tersendiri baginya dan jamaahnya. Ruh-ruh sebagian jamaah shalatnya pun ikut naik terbang ke angkasa maknawiah mengikuti sang imam. Tidaklah berlebihan kalau kita katakan bahwa acara shalat berjamaah semacam ini hampir tidak kita dapati di tempat-tempat lainnya.
Hubungan Dengan Imam Khomeini
Imam Khomeini mempunyai perhatian khusus terhadapnya. Ketika serombongan jamaah Majlis Khubaro’ (tim ahli) berkunjung ke rumah Imam Khomeini untuk meminta saran-saran, nasihat dan bimbingan yang bersifat akhlaki kepada Imam, maka Hadhrat Imam menyarankan mereka agar mengunjungi rumah Ayatullah Bahjat. Pergilah rombongan itu menuju ke rumahnya. Pada mulanya Ayatullah Bahjat menolak permintaan mereka, namun karena mereka mendesak terus akhirnya terpaksa ia menerimanya juga. Kisah lainnya yang bersumber dari salah seorang murid Imam Khomeini mengatakan bahwa: ketika Hadhrat Imam telah dibebaskan dari penjara oleh rezim Pahlevi, ia memasuki kota suci Qum, yaitu pada tahun 1341 Hsy. Ketika itu hampir semua rumah di kota Qum merayakan bebasnya Imam dengan acara bersyukur kepada Allah SWT. Pada waktu itu, rumah Imam setiap hari tidak pernah sepi dari jamaah yang ingin bersilaturrahmi dan bertabarruk kepadanya. Tidak ketinggalan pula bahwa Ayatullah Bahjat turut serta bersama jamaah lainnya yang sering berkunjung ke rumah Imam tersebut. Seperti biasanya -ketika itu- Ayatullah Bahjat selalu berdiri di depan pintu salah satu kamar Imam demi menghormati orang-orang yang masuk. Ketika ada yang mengatakan kepadanya: “Sebaiknya Antum masuk saja ke dalam dan duduk di sana, karena tidak layak orang mulia seperti Antum ini berdiri menghormati orang-orang di sini”, ia menjawab: “Demi menghormati Hadhrat Imam sudah seharusnya aku berdiri di sini untuk beberapa saat lamanya selama beberapa hari, barulah setelah itu aku akan kembali.” Hal ini menunjukkan, betapa nampak sifat tawadhunya kepada Imam. Salah satu ucapan Imam tentang ketinggian dan kemuliaan derajat Ayatullah Bahjat adalah: “Dia (yaitu Ayatullah Bahjat) telah mampu menjalani maut ikhtiyari, yaitu satu kekuatan yang tinggi di mana ia mampu melepaskan ruhnya dari jasadnya kapan saja ia kehendaki lalu mengembalikannya lagi jika ia menginginkannya.” Inilah ciri dan sifat seorang ulama yang senantiasa mengikuti jejak langkah Imam Ali.
Hubungan dengan Pemimpin Islam Ayatullah al-‘Uzma Sayyid ‘Ali Khamene’i Hf
Kehadiran Pemimpin Revolusi Islam dan para petinggi lainnya di rumah Ayatullah Syaikh Muhammad Taqi Bahjat dan hubungan mereka dengannya yang terus berlangsung adalah merupakan ikatan maknawi yang begitu kokoh dan penting serta berharga. Hal ini pun menunjukkan betapa Hadhrat Ayatullah Sayyid Ali Khamene’i menaruh perhatian besar kepadanya sebagaimana gurunya Imam Khomeini. Semoga kiranya Yang Maha Kuasa senantiasa mencurahkan rahmat dan inayah-Nya kepadanya dan orang-orang yang berusaha mengikuti jejak langkahnya.
Ayatullah Misbah Yazdi mengatakan:
Terkadang Ayatullah Bahjat menyampaikan cerita sambil mengutip satu hadis yang membuat kami terheran-heran. Mengapa beliau begitu bersikeras menyampaikan masalah yang sudah jelas dan gamblang bagi kami seperti masalah keimamahan Imam Ali yang sering diingatkan beliau sebelum memulai kuliah. Kami benar-benar heran dan bertanya-tanya apakah kami meragukan keimamahan Imam Ali sehingga beliau begitu bersikeras menyampaikan pelbagai argumen keimamahan Imam ali kepada kami. Kami sedikit tidak puas dengan apa yang beliau lakukan. Karena kami berpikiran, mengapa beliau tidak menjelaskan akhlak dan spiritual yang benar-benar kami butuhkan.
Namun ketika kami menginjak usia 50 atau 60 tahun barulah kami pahami sejumlah poin yang beliau sampaikan sekitar 40 tahun lalu mengenai keimamahan Imam Ali dan hal ini sangat membantu kami. Seakan-akan pada waktu itu akan ada masalah yang bakal terjadi di masa depan yang bakal dilalaikan atau diragukan orang. Seandainya beliau tidak memperhatikan masalah ini, kami tidak punya motifasi untuk mempelajarinya, bahkan poin-poin yang disampaikan oleh beliau sekitar 40 tahun lalu dalam catatan yang saya miliki mengenai masalah akidah atau lainnya masih sering saya manfaatkan.
Ayatullah Sayyid Mohammad Hossein Tehrani dalam buku Anwar Al-Malakut menulis:
Ayatullah Meshkini mengatakan, Ayatullah Bahjat dari sisi keilmuan (baik dalam bidang fiqih dan ushul fiqih) berada dalam posisi yang tinggi di antara fuqaha Syiah. Hujjatul Islam Wal muslimin Amjad mengatakan, Beliau dalam tingkat keilmuan berada dalam posisi yang sangat tinggi. Seorang faqih yang sangat besar dan saya percaya semestinya para mujtahid mengikuti kuliah beliau agar memahami sejumlah masalah dan memahaminya. Memang benar demikian adanya bahwa pelajaran kharij harus disampaikan seperti yang dilakukan oleh Ayatullah Bahjat tidak seperti mereka yang hanya pandai mengutip pendapat ulama dan merasa cukup dengan itu
Mengajar dan Karya-Karya
Sudah lebih dari puluh tahun ia aktif mengajar Fiqih dan Ushul Fiqih untuk tingkat tinggi (Bahtsul Kharij). Banyak para mujtahid yang hidup pada saat ini (tahun 2003 M) adalah murid-muridnya. Kini, telah lebih dari lima puluh tahun beliau mengajar pada jenjang tinggi ilmu fiqih dan ushul. Beliau yang dikenal zahid dan arif ini lebih memilih untuk mengajar di rumah sendiri demi menghindari ketenaran yang dapat merusak keikhlasan seseorang.Karya-karyanya berupa buku dan artikel telah banyak ditulis dalam bahasa Arab dan Persia. Ayatullah Al-Uzhma Muhammad Taqi Bahjat termasuk salah seorang marja’ taqlid zaman ini.Demikianlah Ayatullah Bahjat, seorang alim besar dan wali Islam, yang kehadirannya memberikan dimensi spiritual bagi orang yang bertemu dengannya.
Guru-guru:
1. Ayatullah al-‘Uzma Agha H.Sayyid Abul Hasan al-Isfahani.
2. Ayatullah al-‘Uzma Agha H.Syaikh Diya’uddin al-Iraqi.
3. Ayatullah al-‘Uzma Agha H.Syaikh Mirza al-Na’ini.
4. Ayatullah al-‘Uzma Agha H.Syaikh Muh. Husein al-Ghurawi.
5. Ayatullah al-‘Uzma Agha H.Syaikh Muh. Kazim al-Syirazi.
6. Ayatullah al-‘Uzma Agha H.Syaikh Mirza Ali Qadhi al-Tabrizi.
7. Ayatullah al-‘Uzma Agha H.Sayyid Muh. Hujjat Kuhkamari.
8. Ayatullah al-‘Uzma Agha H.Sayyid Husein Badkube’i.
9. Ayatullah al-‘Uzma Agha H.Sayyid Husein al-Thabathaba’i (Semoga rahmat Ilahi atas mereka semua).
Berikut ini adalah sebagain dari tulisan-tulisan dan karyanya, antara lain:
1. Satu paket kitab Ushul Fiqh.
2. Ulasan (syarah) kitab al-Makasib Syaikh al-Anshari.
3. Kitab al-Thaharah.
4. Satu paket kitab al-Shalat.
5. Syarah kitab Dzakhiratu al-‘Uqba al-Marhum Kumfani.
6. Satu paket kitab Fiqih 10 jilid (berbahasa Farsi).
7. Ulasan (syarah) kitab Manasik al-Haj Syaikh al-Anshari.