Irfan & Akhlak

Engkau Telah Membenarkan Mimpimu

Oleh : Ikhlas Budiman

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim pun berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu?’ ia menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’ Tatkala keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya. (nyatalah kesabaran keduanya).

Dan Kami panggillah dia: ‘ Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.’ (Q.S. 37:102-107)

Itulah kisah yang menjadi simbol pengorbanan. Kisah yang menjadi renungan atas sebuah cobaan. Dan kisah yang menjadi bahan ceramah sang khatib di hari raya Idul Adha. Tapi sebelumnya marilah kita berlagak seperti seorang anak kecil yang selalu bertanya mengapa begini dan mengapa begitu. Cukup pada kalimat, kerjalah apa yang diperintahkan kepadamu. Mengapa sang anak tidak mengatakan, kerjakanlah apa yang kau mimpikan.

Sang sufi, Ibnu Arabi dalam kitab Fushushul Hikam-nya menjelaskannya dengan agak unik dari yang lain. Biar lebih agak jelas, atau mungkin sebaliknya, saya mengutip matan Fushushul Hikam yang dirangkaikan dengan syarahnya dari Dawud bin Mahmud al-Qasyhari dalam kitabnya Mathla’ Khushush al-Kalim Fii Ma’aanii Fushush Al-Hikam. Ketahuilah semoga Allah meneguhkan kami dan Anda bahwa Ibrahim al-Khaliil as. berkata pada putranya, “Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.” Mimpi itu adalah alam khayal (imajinasi), namun beliau tidak menakbirkannya.

Artinya mimpi itu berada di alam mitsal muqayyad (alam imajinasi terikat atau terbatas) yang disebut juga dengan khayal (imajinasi). Adapun yang dilihat dalam mimpi itu, kadang sesuai dengan apa yang terjadi secara lahiriah dan kadang tidak seperti itu. Namun jiwa mengetahui suatu makna dari makna-makna kegaiban dengan cara yang tidak ada perantara antara makna-makna itu dan Al-Haq, atau dengan makna-makna yang tercitra pada ruh-ruh yang tertinggi, kemudian makna itu mengenakan bentuk imajinal yang sesuai dengan bentuk-bentuk yang ada di alam imajinasinya.

Dalam hal ini, selayaknya harus ditakbirkan hingga apa yang diinginkan dari bentuk-bentuk yang dilihat dalam mimpi itu bisa diketahui. Sementara itu, Ibrahim belum menakbirkannya, karena para nabi dan orang-orang sempurna lebih banyak menyaksikan perkara-perkara di alam mitsal mutlak (alam imajinasi) yang tidak terbatas).

Setiap apa yang dilihat di alam mitsal mutlak itu pasti benar dan sesuai dengan realitas. Ibrahim mengira bahwa dia menyaksikannya di alam mitsal mutlak, maka itu beliau tidak menakbirkannya, atau Dia mengira bahwa Al-Haq memerintahkannya untuk melakukan hal itu. Alasannya, karena sebagian besar para nabi menerima wahyu dalam mimpi-mimpi mereka, maka itulah Ibrahim membenarkan mimpinya.

Dan itu adalah domba. Ia nampak sebagai bentuk putra Ibrahim as dalam mimpi, maka itu Ibrahim membenarkan mimpinya. Artinya, domba yang menjadi tebusannya. Pada kenyataannya, domba itulah yang diinginkan oleh Allah SWT. Domba itu nampak dalam bentuk Ishaq karena ada kesesuaian yang terdapat di antara domba dan Ishaq. Kesesuian itu adalah penyerahan diri Ishaq mengharapkan keridhaan Allah dan ketaatannya pada hukum-hukumNya. Ibrahim membenarkan mimpi dengan bermaksud menyembelih putranya.

Tuhannya menebusnya dari ilusi Ibrahim-artinya dari sisi ilusinya- dengan sembelihan yang besar. Inilah takbir mimpinya di sisi Allah, sementara beliau tidak merasakan. Artinya, Tuhannya menampakkan apa yang diinginkan di sisi-Nya, yaitu sembelihan besar yang dibentuk oleh imajinasinya melalui keikutsertaan ilusinya dengan bentuk Ishaq. Ibrahim tidak merasa apa yang diinginkan, karena pikirannya lebih dahulu mengikuti kebiasaannya bermimpi di alam mitsal mutlak.

Ketika ilusi memiliki peranan besar dalam setiap apa yang dilihat dalam mimpi, karena ilusi itu adalah kekuatan dalam mengetahui makna-makna partikular. Ibnu Arabi mengatakan, “Dari ilusi Ibrahim”, karena beliau membayangan bahwa apa yang dilihat itu tidak selayaknya ditakbirkan, maka itu dia bermaksud menyembelih putranya.

Manifestasi bentuk (citra) dalam alam imajinasi memerlukan ilmu lain, dengan ilmu itu diketahui apa yang diinginkan oleh Allah dari bentuk itu. Ilmu tersebut tidak bisa diraih kecuali dengan menyingkap bentuk-bentuk halus dari nama-nama Ilahi dan kesesuaian-kesesuain antara nama-nama yang berkaitan dengan nama Al-Bathin (Yang Tersembunyi) dan antara nama-nama yang berada dalam cakupan nama Al-Zhahir (Yang Tampak). Karena Al-Haq hanya memberikan makna-makna melalui bentuk -bentuk dengan hukum kesesuaian yang ada di antara keduanya, bukan secara serampangan saja bagaimana yang diduga oleh orang-orang yang terhijab bahwa imajinasi menciptakan bentuk-bentuk itu secara serampangan, maka itu mereka tidak menakbirkannya dan menyebutnya dengan impian-impian yang kacau. Tetapi sebenarnya yang membentuk itu adalah Al-Haq dari belakang hijab imajinasi, dan apa yang bertentangan hikmah tidak berasal dari-Nya.

Barangsiapa yang mengetahui kesesuaian-kesesuaian yang diantara bentuk-bentuk dan makna-maknanya serta mengetahui tingkatan jiwa-jiwa yang tampak dalam bentuk-bentuk pada imajinasi mereka sesuai dengan makna-maknanya, maka dia akan mengetahui ilmu takbir sebagaimana layaknya. Oleh karena itu hukum-hukum dari bentuk-bentuk itu berbeda-beda jika dinisbahkan pada beberapa individu dalam tingkatan-tingkatan yang berbeda. Penyingkapan ini tidak bisa diraih kecuali dengan manifestasi Ilahi dari hadhrat nama yang menghimpun antara nama Al-Bathin dan nama Al-Zhahir.

Dan Allah berkata pada Ibrahim as. ketika Dia memanggilnya, ‘Wahai Ibrahim kamu telah membenarkan mimpi.’ Artinya, kamu telah menjadikan benar apa yang kamu lihat dalam mimpimu. Dan Dia tidak berkata padanya, ‘Kamu benar dalam mimpi bahwa itu adalah putramu. Artinya, Allah tidak menjadikan dia benar dalam mimpinya bahwa apa yang dilihat itu adalah putranya. Karena dia tidak menakbirkan mimpinya, tetapi mengambil sisi lahiriah dari apa yang dilihatnya, sementara mimpinya itu menuntut untuk ditakbirkan. Karena makna-makna itu tampak dalam bentuk-bentuk indrawi. Makna-makna itu turun pada tingkatan imajinasi.Oleh karena itu Raja Al-Azis (Raja masa Nabi Yusuf) berkata, “Jika kalian menakbirkan mimpi.”(Q.S. Yusuf:43). Makna takbir adalah melewati bentuk yang dilihatnya menuju perkara yang lain. Yaitu yang dimaknakan adalah yang diinginkan dari bentuk itu. Sapi-sapi itu bertahun-tahun di tempat yang gersang dan tempat yang subur. Artinya, yang dimaksud dari bentuk sapi yang kurus itu adalah musim paceklik dan panas, sedangkan yang dimaksud dari bentuk-bentuk sapi yang gemuk adalah musim yang subur dan rezki yang melimpah.

Jika dia benar dalam mimpinya, maka dia akan menyembelih putranya. Karena dia melihat dalam mimpinya bahwa dia menyembelih putranya. Tetapi dia hanya membenarkan mimpinya bahwa itu adalah wujud putranya. Dia bermaksud menyembelihnya. Padahal apa yang ada di sisi Allah adalah sembelihan yang besar yang terlihat dalam bentuk putranya. Artinya, apa yang diinginkan oleh Allah tidak lain adalah seekor sembelihan yang besar.

Pada kenyataannya, domba itu bukanlah sebagai tebusan dari putranya, karena Al-Haq tidak memerintahkan untuk menyembelih putranya kemudian dia menebusnya dengan seekor sembelihan. Al-Haq menjadikan domba itu sebagai tebusan pada alam lahiriahnya karena apa yang terbesit dalam pikiran Ibrahim yang menyatakan itu adalah bentuk putranya.

Indera membentuk seekor sembelihan. Karena itulah yang diinginkan oleh Allah dengan bentuk itu dan imajinasi membentuk putra Ibrahim. Karena yang diinginkan dalam bentuk imajinal adalah makna yang nampak dengan bentuk itu dari makna-makna, bukan dari bentuk-bentuk itu sendiri.

Seandainya dia melihat domba dalam imajinasinya, niscaya dia menakbirkannya dengan putranya, atau dengan perkara lain yang menjadi tuntutan dari bentuk itu, kemudian Ibrahim as mengatakan, “Sesungguhnya ini merupakan cobaan yang nyata.” (Q.S. Al-Shaffat:106) ujian yang nyata dan jelas. Artinya ujian dalam ilmu, Al-Haq SWT menguji Ibrahim as dalam ilmu supaya Dia mengetahui apakah dia (Ibrahim) mengetahui tempat mimpinya yang memerlukan penakbiran atau tidak? karena Dia (Al-Haq) mengetahui bahwa tempat imajinasi memerlukan penakbiran, namun dia (Ibrahim) lengah, maka itu dia tidak menempatkan tempat itu pada yang benar dan membenarkan mimpi karena sebab ini.

Allah SWT mengujinya untuk menyempurnakannya dan menampakkannya makna-makna yang selalu tampak dengan bentuk-bentuk indrawi dan imajinasi. Maka tidak selayaknya bentuk-bentuk itu hanya dipersamakan dengan bentuk-bentuk lahiriahnya saja.Tetapi dia harus mencari apa yang dimaksud dari bentuk-bentuk itu, supaya dia tidak terhijab dengan sisi lahiriah segala sesuatu dari sisi batiniahnya. Akhirnya ilmu batin dan hakikat berlalu darinya. Khususnya ilmu takbir yang sangat bermanfaat bagi para pesuluk dalam suluk mereka. Seluruh cobaan itu juga untuk penyempurnaan dan mengangkat derajat-derajat. (Syarh Fushush Al-Hikam I Dawud bin Mahmud Al-Qasyshari, hal 392-400).

Jika Ismail (menurut Ibnu Arabi dalam ayat itu adalah Ishaq) mengatakan, ‘Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu’, ini seakan-akan beliau lebih mengetahui dari ayahnya. Jawabnya, “Entah”. Yang jelas ini sebuah pemikiran yang ingin nongol di pikiran Anda.

Lalu bagaimana pendapat ulama yang lain? Saya mencoba mengutip dari tafsir al-Mizan karya Allamah Sayyid Muhammad Husayn al-Thabatabai, selanjutnya bandingkanlah dan semoga Anda juga bisa bermimpi.

Maka ketika dia sampai (baligh) berusaha bersamanya (Ibrahim), dia (Ibrahim) pun berkata: Wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu? Artinya, ketika dia sudah dilahirkan, tumbuh dan sudah sampai (baligh) bersamanya. Yang dimaksud dengan sampai berusaha, yaitu usianya sudah balig sebagaimana biasanya dia sudah bisa berusaha untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup. Usia ini disebut juga usia puber. Artinya ketika anak itu menjelang usia dewasa, ayahnya berkata padanya.

Wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Yaitu mimpi Nabi Ibrahim as menyembelih putranya. Firman-Nya, Sesungguhnya aku melihat (Innii araa). Menunjukkan bahwa mimpi ini berulang-ulang terjadi baginya, seperti dalam firman-Nya, Dan raja itu berkata, ‘Sesungguhnya aku melihat’. (Q.S. Yusuf:33)

Firman-Nya, Maka pikirkanlah apa pendapatmu?, yaitu ra’y (pendapat) berarti itikad, dengan kata lain, maka pikirkanlah apa yang aku katakan dan tetapkanlah apa pendapatmu terhadap ini. Kalimat ini merupakan bukti bahwa Ibrahim as memahami dari mimpinya bahwa dia diperintahkan untuk menyembelih yang diperumpamakan baginya dengan sebuah perumpamaan sebagai hasil suatu perintah. Oleh karena itu, beliau meminta pendapat dari putranya tentang mimpinya. Beliau mengujinya dengan apa dia menjawabnya?

Firman-Nya, Dia menjawab:’Wahai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan padamu, Insya Allah kamu akan menemukanku tergolong orang-orang yang sabar’. Inilah jawaban putranya. Ucapanya, Wahai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan padamu. Adalah menampakkan keridhaan dengan penyembelihan yang diucapkan dalam bentuk perintah. Dia mengatakan, “Lakukanlah apa yang diperintahkan padamu”, namun tidak mengatakan, “Sembelihlah aku!” Ini adalah isyarat bahwa ayahnya diperintahkan untuk melaksanakan perintah itu dan taat pada-Nya.

Firman-Nya, Insya Allah kamu akan menemukanku tergolong orang-orang yang sabar. Dia menenteramkan diri ayahnya supaya tidak bersedih hati darinya dan tidak bersikap membangkitkan kesedihan seorang ayah terhadap putranya yang akan berlumuran dengan darahnya. Dia menambahkan ucapanya, Insya Allah, sebagai suatu kesucian di atas kesucian ketika dia mengaitkannya dengan kesabaran. Ini adalah isyarat akan perilakunya dengan sifat yang mulia, yaitu kesabaran yang bukan dari dirinya atau kendalinya ada ditangannya, tetapi kesabaran itu dari pemberian dan anugerah Allah. Jika Dia berkehendak, maka dia akan mencabut kesabaran darinya.

Firman-Nya, Ketika keduanya telah berserah diri, sementara dia (Ibrahim)membaringkannya di atas pelipisnya. Yaitu keridhaan dan penyerahan diri. Tall artinya membaringkan, sedangkan al-jabiin adalah salah satu sisi dahi (pelipis). Adapun huruf lam pada kata, liljabiin untuk menjelaskan pembaringan, seperti firman-Nya, yakhirruuna liladzqani sujjadan (mereka menyungkur atas dagu-dagu sambil bersujud) (Q.S. Al-Isra:107). Artinya, ketika Ibrahim dan putranya telah berserah diri dan ridha pada perintah Allah, maka Ibrahim membaringkan di atas pelipis. Sambungan kalimat dari kata lamma (ketika) itu dimahzufkan sebagai isyarat akan musibah yang besar dan peristiwa yang sangat pahit.

Firman-Nya, Dan Kami memanggilnya: Wahai Ibrahim- kamu sungguh telah membenarkan mimpi itu. Diathafkan (ditambahkan kata “dan”) atas sambungan kata “ketika” yang dimahzufkan. Dan firman-Nya, kamu sungguh telah membenarkan mimpi itu artinya kamu telah menempatkan mimpi itu pada tempat yang benar dan menjadikannya benar. Kamu juga telah melaksanakan perintah yang Kami perintahkan padamu dalam mimpi itu sebagai ujian. Persiapan yang diperintahkan untuk dilakukan sudah cukup sebagai ketaatan pada perintah.

Firman-Nya, Sesungguhnya yang sedemikian itu Kami memberi balasan pada orang-orang yang berbuat baik. -Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Isyarat dengan “kadzalika” (yang sedemikian itu) pada kisah penyembelihan bahwa itu merupakan ujian yang sulit dan cobaan yang dahsyat. Sedangkan isyarat dengan “hadza” (ini) pada kisah itu juga sebagai akibat dari perkara yang besar.

Maknanya, sesungguhnya Kami atas cara ini memberi balasan orang-orang yang berbuat baik, maka Kami menguji mereka dengan ujian-ujian yang sulit dalam bentuk-bentuk yang lembut. Artinya, jika mereka telah menyempurnakan cobaan itu, maka Kami akan memberi balasan pada mereka dengan sebaik-baiknya balasan di dunia dan di akhirat. Apa yang kami ujikan pada Ibrahim adalah merupakan ujian yang nyata.

Firman-Nya, Dan Kami menebusnya dengan seekor sembelihan yang besar. Artinya, Kami menebus putranya dengan seekor sembelihan yang besar, yaitu domba yang dibawa oleh Jibril dari sisi Allah SWT sebagai tebusan atas ujian ini. Yang dimaksud dengan sembelihan yang besar yaitu sifatnya yang agung karena ia berasal dari sisi Allah SWT.

Komentari Artikel Ini

comments

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
%d blogger menyukai ini: