Kisah & Hikmah

Gemerlapnya Cahaya Tuhan

Abu Habib Hartsamah bin A’in, dahulu adalah wakil dari pemerintahan Ma’mun dan pencinta kepada Imam Ridha as, dia berkata: Telah tersebar isu di dalam istana Ma’mun bahwa Imam Ridha meninggal dunia, tetapi saya ragu dengan kebenaran berita ini, saya lalu pergi ke istana untuk mencari kebenaran dan kepastian isu tersebut. Di antara para pembantu Ma’mun, terdapat seorang pembantu bernama Shabih Dailami yang telah menjadi orang yang di yakini dan kepercayaan Ma’mun. Ketika dia melihat saya, berkata: Wahai Hartsamah kamu tahu bahwa saya telah menjadi orang kepercayaan dan menjabat kepala di istana Ma’mun. Saya berkata: Benar. Shabih Dailami berkata: Saya mempunyai sebuah cerita ajaib. Dari penjagaan malam yang lalu, Ma’mun mendesak saya beserta tiga puluh orang dari para pengawal khusus serta para pemegang rahasia istana untuk menghampirinya. Ketika kami telah hadir di hadapannya,  di sekeliling ruangan telah tersedia beberapa lilin dan obor yang menyala, malam bagaikan hari dan di hadapan Ma’mun telah siap beberpa pedang yang tajam dan berkilau, dan juga terlihat racun. Dia lalu memanggil kami satu persatu dan mengambil sumpah dan janji kami kemudian berkata: ” Sumpah dan janji ini wajib bagi kalian dan sedikitpun tidak boleh menyalahinya atau tidak boleh salah mulai dari tangan sampai kaki dan apa saja yang saya perintahkan kalian harus mengerjakannya!” Kamipun bersumpah dan mengucapkan janji dan kami semua berkata: Taat kepada amir al-mu’minin bagi kami adalah wajib dan pada saat itu dia memberi perintah kepada kami untuk mengolesi racun pada pedang masing-masing dan berkata: ” Pada saat ini juga kalian pergi kerumah Ali ibn Musa Al-Ridha as dan kepunglah dia lalu cincanglah tubuhnya dengan pedang kalian dan satukanlah darah,rambut, daging dan tulangnya. Kalian harus menyembunyikan perintah ini dan janganlah memberitahukannya kepada siapapun. Dan upah dari khidmat ini adalah saya akan memberikan hadiah kepada kalian semua sepuluh kantong uang dan sepuluh permaisuri cantik yang menyuburkan dan kalian akan menjadi orang terdekat saya sepanjang hidup.”

Kami serentak berangkat ke rumah Imam Ridha as sesuai dengan perintah, Kami melihat Imam as di atas pembaringannya, dan kami mengepungnya, kami menyerang dan mencincang tubuhnya, kemudian kami membersihkan darah pedang kami di atas pembaringan beliau, kemudian kami kembali ke tempat Ma’mun dan memberikan kabar tentang terbunuhnya Imam as dan kami telah banyak bersumpah sesuai dengan perintah tersebut.

Ma’mun berterima kasih kepada kami dan mengizinkan untuk beristirahat. Saya menemui Ma’mun pada pagi hari dan melihat dia berpakaian hitam dengan maksud berkabung atas kepergian Imam as – dia meninggalkan rumah dengan kepala dan kaki telanjang. Saya lalu menyertainya di depan pintu, ketika kami telah sampai ke bilik kecil Imam as, tiba-tiba terdengarlah suara beliau di telinga kami, Ma’mun bergetar dan berkata kepada saya: ” Cepatlah masuk ke bilik kecil itu dan bawalah berita kepadaku!”  Saya memasuki bilik kecil itu dan saya melihat Imam as dalam keadaan sehat sempurna dan sibuk beribadah, Imam as menengok kepada saya dan berkata: Wahai Shabih! { Yuriduuna an yuthfiuu nurallahi biafwaahihim wa ya’baa Allahu illa an yutimma nuurahu walau karihal kaafiruun }[1] ” Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak meyukai.”  Kemudian berkata: { Demi Tuhan! Kecurangan mereka (musuh) tidak akan merugikan kami sampai waktu ajal akan menjemputnya.}  Shabih berkata: Saya kembali dan memberitahukan keselamatan Imam as kepada Ma’mun dengan perasaan malu dia kembali kerumahnya. Setelah mendengar berita yang mengejutkan itu Hartsamah berkata kepada Shabih: Dengan mendengar kabar keselamatan maulaku Imam Ridha as saya bersyukur kepada Tuhan dan segera menenmui Imam as, beliau berkata: ” Janganlah kamu beritahu kepada orang tentang topik ini kecuali jika hatinya terpencar dengan cahaya iman dan berwilayah kepada kami.”  Saya berkata: Baiklah, wahai mawlaku!

Komentari Artikel Ini

comments

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
%d blogger menyukai ini: