Falsafah tidak boleh dipisahkan daripada matematika, sains, dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai
dan untuk menguasainya seseorang itu perlu menggunakan masa mudanya dengan sepenuhnya.
Apabila umur semakin meningkat, kekuatan fisik dan mental akan turut mengalami kemerosotan.
(Ibnu Haitsam)
Tanggal 22 Muharam tahun 354 Hijriah di Negeri Basrah bertepatan dengan 965 M, Abu Ali Hasan bin Haitsam Bashri, yang terkenal dengan nama Ibnu Haitsam, seorang ilmuwan terkemuka muslim, terlahir ke dunia di kota Basrah, Irak. Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham atau Ibnu Haitham. Beliau adalah seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penelitian mengenai cahaya, dan telah memberikan banyak inspirasi pada ahli sains Barat, seperti Roger Bacon dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop juga kamera obscura.
Karya penulisan Ibnu Haitsam yang terpenting berjudul “al-Manazir” yang terdiri dari 7 makalah mengenai keistimewaan cahaya. Terjemahan kitab ini dalam bahasa Latin pada abad pertengahan memberi pengaruh besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Barat .
Dalam kalangan cerdik pandai di Barat, beliau dikenali dengan nama Alhazen. Ia memulai pendidikan awalnya di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat dengan pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau melanjutkan pengajian dan menumpukan perhatian pada penulisan.
Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di sana beliau telah mengambil kesempatan melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran dan Saluran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar. Hasil daripada usaha itu, beliau telah menjadi seorang yang amat mahir dalam bidang sains, falak, matematik, geometri, pengobatan, dan falsafah.Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat. Malahan kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi asas kepada pengajian pengobatan modern mengenai mata.
Ibnu Haitsam merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penelitian. Beliau merupakan orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai cahaya. Beberapa buah buku tentang cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antara lain Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.
Menurut Ibnu Haitsam, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19o di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan hilang apabila matahari berada di garis 19o ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga telah berhasil menerangkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya. Ibnu Haitsam juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar, dari situ ditemukanlah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para ilmuwan di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia. Lebih menakjubkan, Ibnu Haitsam telah menemukan prinsip isi padu udara sebelum seorang ilmuwan yang bernama Trricella yang mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian.
Ibnu Haitsam juga telah menemukan kewujudan tarikan gravitasi sebelum Issaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Haitsam mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah mengilhami para ilmuwan Barat untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa pada penemuan film yang kemudian disambung-sambung dan dipertunjukkan kepada para penonton sebagaimana yang kita lihat pada masa kini.
Selain sains, Ibnu Haitsam juga banyak menulis mengenai falsafah, logik, metafisik, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Beliau turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu. Penulisan falsafahnya banyak tertumpu pada aspek kebenaran dalam masalah yang menjadi perdebatan. Beliau juga berpendapat bahwa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu, semua dakwaan kebenaran wajar untuk diragukan dalam menilai semua pandangan yang sebelumnya sudah ada. Jadi, pandangannya mengenai falsafah sangat menarik untuk disoroti.
Bagi Ibnu Haitsam, falsafah tidak boleh dipisahkan dari matematika, sains, dan ketuhanan. Ketiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai, dan untuk menguasainya seseorang harus memaksimalkan masa mudanya untuk mempelajarinya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat, kekuatan fisik dan mental akan turut mengalami kemerosotan.
Ibnu Haitsam membuktikan pandangannya bahwa beliau begitu bergairah mencari dan mendalami ilmu pengetahuan pada usia mudanya. Maka beliau berhasil menulis banyak buku dan makalah. Di antara buku hasil karyanya:
- Al-Jami’ fi Usul Al-Hisab,yang mengandung teori-teori ilmu matematika dan Analisa Matematika.
- Kitab Al-Tahlil wa Al-Tarkib,mengenai ilmu geometri.
- Kitab Tahlil Al-Masa’il Al-Adadiyah,tentang algebra.
- Maqalah fi Istikhraj Simat Al-Qiblah,mengupas tentang arah kiblat.
- Maqalah fima Tad’ullaih,mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak, dan
- Risalah fi Sina’at Al-Syi’r,mengenai teknik penulisan puisi.
Peletak Dasar Penciptaan Kamera
Prinsip-prinsip dasar pembuatannya telah dicetuskan oleh al-Haitsam seorang sarjana Muslim, sekitar 1.000 tahun silam, tepatnya pada akhir abad ke-10 M. Diakui atau tidak kamera merupakan salah satu penemuan dan karya manusia yang terbilang sangat fenomenal. Melalui kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa.Teknologi kamera kini dikuasai Jepang dan negara Barat.
Peletak prinsip kerja kamera itu tak lain dan tak bukan adalah Ibnu Haitsam. Dia adalah fisikawan Muslim terkemuka di era kekhalifahan. Salah satu karya Al-Haitsam yang paling monumental adalah ketika bersama muridnya, Kamaluddin berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika Al-Haitsam mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitsam membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.
Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ruang gelap. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Istilah kamera obscura yang ditemukan Al-Haitsam pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 M – 1630 M).Terinspirasi kamera obscura dari Al-Haitsam, pada tahun 1827 Joseph Nicephore Niepce di Prancis mulai menciptakan kamera permanen. Sekitar 60 tahun kemudian George Eastman lalu mengembangkan kamera yang lebih canggih pada zamannya. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.
“Kamera obscura pertama kali dibuat oleh ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),”ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz’s perspective.
Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitsam pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitsam mulai mengganti lubang bidik lensa dengan lensa (camera). Penggunaan lensa pada kamera obscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535–1615 M). Joseph Kepler (1571 – 1630 M), meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip ini digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitsam, pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura.
Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827. Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Haitsam dengan baik sekali dan George Eastman lah yang menciptakan kamera kodak. Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai al-Haitsam mampu mengubah peradaban dunia.
Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika ‘Bapak Optik’ dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, al-Haitsam mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat. Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, al-Haitsam mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat. .
Secara detail, Al-Haitsam pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian al-Haitsam itu kemudian dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kaca mata.
Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada al-Haitsam, yang selama hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia. Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan Muslim.
Secara serius al-Haitsam mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Dalam salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen – begitu dunia Barat menyebutnya – juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Al-Haitham pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi.