Irfan & Akhlak

Nilai Akhlak dan Amalan Praktis

Buletinmitsal.com – Begitu banyak orang yang kurang berpengetahuan agama, yang ketika ingin meraih maqam dan kesempurnaan spiritual mereka mencari mursyid yang nantinya bisa mengajarkan berbagai wirid dan zikir yang dianggap bisa menyamai suatu perjalanan ruhani (sayr suluk) selama seratus tahun. Dengan khayalan kosong, begitu banyak yang terjatuh dalam kesesatan dan menjadi mangsa para pemburu, sehingga dunia dan akhirat mereka pun hancur.

Tiada sangsi bahwa untuk meraih tujuan dan kesempurnaan manusia, hanya ada satu jalan, yaitu mengamalkan segala petunjuk Allah SWT dan (itu dilaksanakan dengan mengikuti teladan) Nabi SAW. Jalan terbaik dan terdekat juga ada, metode Al-Quran, yang di dalamnya Nabi SAW dan keluarga (Ahlul Bait)nya telah menjelaskannya kepada masyarakat.

Berdasarkan itu, Ayatullah Bahjat—sosok yang dikenal telah berjalan dengan bersandar pada petunjuk Al-Quran dan Ahlul Bait serta amalan-amalan pribadinya hingga meraih tujuan—dalam berbagai nasihat akhlaknya menyuratkan hal tersebut. Ia menyatakan bahwa untuk meraih dan sampai pada kesempurnaannya, manusia harus mengamalkan penjelasan syariat Ilahi.

Syeikh Bahjat menyatakan: Terkadang kita tidak bersungguh-sungguh mengamalkan syariat yang mudah dan jelas, meski kita telah mengetahuinya. Suatu ketika kita menemui para guru ahli makrifat dan akhlak demi memohon (kepada mereka) untuk memberikan zikir yang lebih berat dan keterangan lebih tinggi dari apa yang sepantasnya kita miliki, lalu kita mengerjakan itu. Kita berada di tingkat pertama tapi menginginkan tugas kelas ketujuh! Ini menunjukkan bahwa kita sebenarnya tidak ingin mencapai kesempurnaan dan derajat yang tinggi dengan cara yang benar.

Langkah pertama para wali Ilahi dalam menapaki tingkatan kesempurnaan manusia adalah dengan mengamalkan penjelasan (aturan) syariat, yaitu menjalankan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Hal ini bukanlah pekerjaan sederhana; karena itu, lebih sedikit orang yang meraihnya dan sampai ke tujuan.

Ayatullah Bahjat menyampaikan kisah tentang penyebab diliburkannya pelajaran akhlak Imam Khomeini di Madrasah Faiziah. Ia menukil langsung pernyataan Imam Khomeini, “Aku menyaksikan, pekerjaan ini telah sampai di satu kondisi yang harus mengatakan kepada setiap orang, ‘fulan, janganlah kamu mengerjakan perbuatan itu. Karena itu, aku liburkan pelajaran akhlak (ini).’”

Nasihat Akhlak dan Amal

Nasihat penting Ayatullah Bahjat berkaitan dengan akhlak dan amal, secara singkat dapat dibagi menjadi beberapa bagian, di antaranya:

  1. Meninggalkan Maksiat

Syeikh Bahjat, sebagaimana para pendahulunya dari kalangan saleh (salaf al-shalih)—yang mengambil sumber dari Al-Quran, Rasulullah SAW dan keluarganya dalam setiap pelajaran—meyakini bahwa nasihat terpenting akhlak dan amal adalah menjauhi dosa.

Ketika saya meminta nasihat kepadanya, ia menjawab, “Tidak ada nasihat yang lebih tinggi daripada  ungkapan bahwa seseorang harus berniat sungguh-sungguh untuk tidak melakukan kemaksiatan walau sekali, sekalipun dibanding anugerah umur 100 tahun. Jika kondisi ini benar-benar ditemukannya, Allah akan membantu dan memberikan taufik kepadanya.”

Ia juga berkata, “Jika kita bisa melewati satu hari saja tanpa maksiat (pekerjaan yang tidak diridhai Allah), kita harus bersyukur!”

Ia menambahkan, “Bagi pesuluk, pertama-tama mesti memiliki niat yang kuat untuk meninggalkan kemaksiatan dengan keyakinan dan perbuatan di sepanjang usianya—walau sampai 1.000 tahun—dan shalat pada awal waktu. Cukup itu, dan jalankan janji itu. Semua itu pasti akan mengantarkannya pada maqam yang tinggi.”

Seorang fakih dan arif bernama Mulla Husain Quli Hamadani menulis surat pada seorang ulama Tabriz. Di antara tema yang ditulisnya adalah:

Selain menaati syariat yang mulia—dalam seluruh aspek tingkah laku dan diam—tak ada lagi jalan yang bisa mendekatkan diri kepada Raja yang Mahatinggi. Perjalanan suluk dengan berbagai khurafat para sufi hanya akan menjauhkan diri dari kedekatan dengan-Nya; begitu pula berbagai metode berzikir apa pun, kecuali zikir dan doa yang diajarkan oleh para Imam maksum.

Aku pun hingga kini, memanfaatkan sesuatu yang terpenting dalam mencari kedekatan itu, yakni kesungguhan dan usaha sesempurna mungkin dalam meninggalkan maksiat. Jika pengkhidmatan ini tidak dilakukan, zikir dan pikiran tidak akan memberikan manfaat sama sekali terhadap kondisi hatimu.

Hal tersebut membuat aku mengerti bahwa, seseorang yang mengharapkan kasih sayang Ilahi tetapi dia masih melakukan kemaksiatan, maka itu betul-betul perilaku busuk. Sebab, sangat gamblang bahwa kemaksiatan itu menyebabkan kutukan; sementara kutukan dan kasih sayang tidak pernah bisa berkumpul. Karena itu, cepat-cepatlah menuju tobat hakiki; lalu cepat-cepatlah dalam mendekatkan diri secara sungguh-sungguh.’”

Secara zahir nasihat ini sangat sederhana dan mudah. Namun sesungguhnya, nasihat ini merupakan aturan pelaksanaan termurni dalam melaksanakan laku spiritual guna mencapai tujuan kemanusiaan yang agung dan meraih maqam-maqam kesempurnaan. Allah SWT menunjukkan nasihat ketakwaan bagi manusia, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah.. (QS. An-Nisa [4]: 131).

Jika memang ada jalan terdekat selain jalan ketakwaan, atau ada program yang lebih baik dari takwa untuk melakukan penyucian diri dan merangkai kehidupan, niscaya Allah SWT dan para utusan-Nya menganjurkan wasilah (jalan dan program) tersebut. Kita sering membaca hadis Nabi SAW yang berbunyi, “Apakah aku tidak pernah menunjukkan kepada kalian bagaimana cara mengenali penyakit kalian dan obatnya?! Ketahuilah, penyakit kalian itu adalah dosa dan obatnya ialah memohon ampunan (beristigfar dan bertobat).”

Yang perlu diperhatikan adalah poin “meninggalkan dosa secara mutlak, secara berterusan.” Gigih dalam menjauhi dosa tanpa muraqabah dan zikir secara kontinu tidaklah mungkin. Ketika seseorang bertanya, “Bagaimana cara kita meraih rahasia kebenaran? Dalam meninggalkan yang haram aku tidak menghadapi kesulitan, tetapi jika hanya itu saja yang aku lakukan, kehausanku seakan tidak terobati?”

Syeikh Bahjat menjawab, “Meninggalkan kemaksiatan secara terus-menerus itu terikat dengan muraqabah dan tazakkur yang kontinu. Muraqabah dan tazakkur itu saling terikat satu sama lain dengan ketercapaian tujuan agung yang dimungkinkan.”

  1. Menunaikan Shalat Wajib di Awal Waktu

Nasihat kedua Syeikh Bahjat yang sering ditekankan dalam berbagai pernyataan ialah pentingnya menunaikan shalat wajib pada awal waktu. Pada kesempatan pertemuan khusus, 1370 HS, ia menukil satu nasihat dari gurunya, “Siapa saja yang menunaikan shalat wajib pada awal waktu setiap hari, maka dia akan mencapai berbagai maqam spiritual; jika tidak, laknatlah aku!

 

Begitu juga dalam pertemuan lain, 1348 HS, ia mengulang kembali hasil penukilan dari gurunya dan menambahkan keterangan sebagai berikut, “Tunaikanlah itu secara baik.” Jadi, jelas sekali bahwa anjuran shalat pada awal waktu itu juga harus menghadirkan hati.

Dasar pernyataan Ayatullah Qadhi yang begitu meyakinkan itu menunjukkan bahwa kesempurnaan manusia itu berhubungan dengan shalat pada awal waktu dengan kehadiran hati. Hal itu berkaitan dengan firman Allah SWT.

 

Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah lebih besar keutamaannya… (QS. Al-Ankabut [29]: 45).

 

Ayat ini dengan jelas mengumumkan bahwa shalat tidak hanya dapat mencegah perbuatan buruk dan membawa manusia naik ke puncak ketakwaan, tetapi juga memberi pengaruh dan keberkahan yang besar dalam membangun kehidupan.

Maka, semakin sempurna shalat seorang pesuluk, akan semakin luas kesempatan meraih derajat ketakwaan yang lebih tinggi hingga sampai ke puncak keyakinan dan makrifah syuhudi, tujuan tertinggi manusia.

 

Pernyataan Ayatullah Bahjat itu merupakan pengalaman pribadinya dalam meniti perjalan spiritual, yaitu “selalu patuh dan terikat dalam menuaikan shalat pada awal waktu .” Turunnya taufik Ilahi dan sampainya seseorang ke tujuan tertinggi itu berhubungan dengan kesempurnaan shalat.

 

  1. Kehadiran Hati saat Shalat

Saya bertanya, “Apa jalan untuk menghadirkan hati ketika shalat?”

Syeikh Bahjat menjawab, “Dua pekerjaan yang saling bersanding. Pertama, pelaku shalat hendaknya tidak memperhatikan was-was setan atau keraguan yang menghampirinya. Kedua, jika dalam shalat ia bisa berkonsentrasi, upayakanlah jangan sampai memerhatikan selain Allah SWT.”

 

Kemudian Syeikh Bahjat menjelaskan, “Setan menginginkan agar manusia tidak memerhatikan Allah dengan kesadarannya. Ketika manusia secara sadar tidak memerhatikan selain Allah SWT, maka setan akan meninggalkannya.”

Dalam pertemuan lain, ia kembali menjelaskan hal tersebut dengan penekanan yang berbeda. Ia berkata, “Argumentasi atas masalah ini hanya dapat diketahui oleh orang yang mengamalkan dan meraih hasilnya. Setan pun tidak akan menerima orang yang menyembah tanpa kesadaran.”

 

Menjauhi Perkataan dan Perbuatan tak Bermanfaat untuk Kekhusyukan Shalat

 

Syeikh Bahjat meyakini bahwa perkara yang bisa mendatangkan kekhusyukan dan berpengaruh dalam shalat adalah menjauhi senda gurau. Kali ini berargumentasi dengan ayat, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. (QS. Al-Mukminun [23]: 1-3)

 

Syeikh Bahjat meyakini bahwa rahasia meraih kekhusyukan dalam shalat itu berada pada perilaku menjauhi perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, sebagaimana firman Allah di atas. Peranan menjauhi perkataan dan perbuatan tidak berguna dalam menghasilkan kekhusyukan begitu kuat. Jika si muslim tidak menjauhi perbuatan tersebut, shalatnya tidak akan pernah khusyuk.

 

Kehadiran Hati, Membutuhkan Pengobatan

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah saat pertemuan kami pada 1376 HS, saya memintanya untuk mendoakan saya supaya bisa menghadirkan hati ketika shalat. Ia menjawab, “Obat, bukan doa!”

Pernyataan beliau memberikan isyarat bahwa doa tanpa program dan usaha tidak akan menghasilkan sesuatu, mesti itu bukan berarti doa tidak berdampak. Berdasarkan nasihat dan petunjuk Ayatullah Bahjat, mematuhi beberapa poin untuk meraih kehadiran hati dalam shalat begitu berpengaruh, yaitu: (1) Selalu melaksanakan shalat wajib pada awal waktunya; (2) Tidak memerhatikan kelalaian yang di luar kendali; (3) Tidak menghilangkan konsentrasi secara ikhtiar; dan (4) Menjauhi perbuatan dan perkataan yang tidak bermanfaat. (Bersambung….) (Sumber: Buku “Mata Air Kearifan” oleh Muhammad Reysyahri)

 

Komentari Artikel Ini

comments

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
%d blogger menyukai ini: