KENISCAYAAN IDEOLOGI
Dengan mempertimbangkan adanya perbedaan esensial antara kehidupan manusia dan kehidupan hewan. Maka dengan perbedaan tersebut kita akan melihat dengan jelas bahwa kehidupan manusia meniscayakan adanya prinsip prinsip atau kaidah–kaidah yang akan mengantarkan manusia untuk sampai kepada kesempurnaan insaniahnya. Prinsip–prinsip ini biasa juga disebut dengan istilah ; “harus(wajib)” dan “tidak harus(tidak wajib)”.
Prinsip “harus” dan “tidak harus” ini terkadang sangat partikular dan barkaitan dengan hal tertentu. Juga terkadang prinsip tersebut bersifat general dan universal. Prinsip “harus” dan “tidak harus” universal ini yang akan membingkai dan menentukan pondasi dasar prilaku– prilaku manusia dan hal inilah yang disebut dengan ideologi.
Sebagai contoh ketika kita mengatakan ; “kita harus berjihad di jalan Allah SWT”, kita melihat bahwa proposisi diatas bersifat umum dan general. Kemudian prinsip selanjutnya “kita harus menggunakan segala potensi untuk berjihad dijalan Allah SWT”, jika kita bandingkan dengan prinsip sebelumnya, prinsip diatas lebih terbatas. Kemudian jika kita melihat prinsip selanjutnya ; “kita harus senantiasa siap siaga dalam medan perang”, prinsip ini adalah turunan dari prinsip sebelumnya akan tetapi ruang lingkupnya sangat terbatas jika dibandingkan dengan prinsip sebelumnya. Jika kita melihat uraian diatas, prinsip pertama disebut dengan Ideologi. Prinsip kedua disebut dengan strategi dan prinsip ketiga disebut dengan taktik.
Kesimpulannya bahwa kehidupan manusia meniscayakan adanya prinsip–prinsip yang akan menentukan arah kehidupan manusia untuk sampai kepada tujuan dan kesempurnaan yang diinginkan. Jika tidak maka kehidupan manusia secara esensi tak ubahnya seperti kehidupan hewan semata.
Hubungan Ideologi dengan Pandangan Dunia
Setelah kami menjelaskan konsep pandangan dunia dan ideologi serta menjelaskan keniscayaan ideologi dalam kehidupan manusia. Selanjutnya, kami akan menjelaskan mengenai hubungan pandangan dunia dengan ideologi.
Tidak diragukan lagi bahwa diantara keduanya memiliki kaitan tertentu. Akan terlihat dengan jelas ketika kita mengatakan bahwa “Allah SWT harus disembah”, proposisi tersebut mengindikasikan sebelumnya kepada kita bahwa Allah SWT itu ada. Oleh karena itu antara “harus” dan “tidak harus” (ideologi) tidak terpisahkan dengan “ada” dan “tidak ada” (pandangan dunia). Bahkan diantara keduanya terdapat hubungan tertentu. Lalu bagaimanakah hubungan diantara keduanya. Tentu saja terdapat perbedaan dalam menjawab pertanyaan tersebut.
Apa yang bisa disimpulkan dalam kesempatan ini bahwa jika kita menerima sebuah ideologi tertentu akan meniscayakan kepada kita untuk menerima pandangan dunia yang sesuai dengan ideologi tersebut. Akan tetapi tidak demikian sebaliknya bahwa jika kita menerima sebuah pandangan dunia tertentu tidak meniscayakan dengan serta merta kita menerima ideologi yang sesuai dengan pandangan dunia tersebut.
Alangkah banyaknya orang yang menerima sebuah hakikat akan tetapi tanggung jawabnya dihadapan hakikat tersebut mereka tidak mengamalkannya. Dalam kata lain, mereka menerima konsep keberadaan akan tetapi mereka tidak tunduk sebagaimana mestinya yang disandarkan kepada sistem keberadaan.
Keniscayaan Pandangan Dunia
Setelah kita mengetahui bahwa ideologi bersandar kepada sebuah pandangan dunia. Kemudian dengan memperhatikan bahwa dalam kehidupan manusia meniscayakan sebuah ideologi tertentu maka dengan sendirinya akan memperlihatkan dengan jelas keniscayaan sebuah pandangan dunia. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa antara ideologi dan pandangan dunia memiliki hubungan atau kaitan yang sangat erat dan keduanya merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia.
Pandangan Al-Quran
Terdapat beberapa ayat dalam Al-Quran yang mengisyaratkan betapa pentingnya ideologi dan pandangan dunia dalam kehidupan seorang manusia. Salah satu ayat diantaranya menjelaskan bahwa orang orang yang tidak memiliki pandangan dunia dan ideologi yang benar didalam Al-Quran dijelaskan bahwa mereka lebih rendah dari binatang.
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللهِ الَّذينَ كَفَرُوا فَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir dan mereka itu tidak beriman.” (Al-Anfal : 55).
وَ لَقَدْ ذَرَأْنا لِجَهَنَّمَ كَثيراً مِنَ الْجِنِّ وَ الْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِها وَ لَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِها وَ لَهُمْ آذانٌ لا يَسْمَعُونَ بِها أُولئِكَ كَالْأَنْعامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولئِكَ هُمُ الْغافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami ciptakan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari bangsa jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi mereka tidak mempergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) mereka tidak mempergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) mereka tidak mempergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-‘Araf : 179).
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذينَ لا يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang-orang yang bisu dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun.” (Al-Anfal : 22).
Ayat – ayat diatas dan ayat lainnya dalam Al-Quran menjelaskan pentingnya pandangan dunia dan ideologi dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hal diatas Al-Quran menjelaskan bahwa nilai hakikat manusia berada pada sejauh mana kebenaran pandangan dunia dan ideologi yang dimilikinya. Orang yang memiliki pandangan dunia yang benarlah yang memiliki nilai dan tentunya disebut dengan mukmin. Sebaliknya bahwa manusia yang tidak memiliki pandangan dunia dan ideologi yang benar maka orang tersebut disebut kafir.
Persoalan – persoalan pandangan dunia
Pertama–tama kita harus mengetahui bahwa persoalan–persoalan yang ada dalam pandangan dunia bertingkat–tingkat, sesuai dengan tingkat nilai dan keurgensiannya. Misalnya persoalan–persoalan seperti surga dan neraka berikut karekteristiknya, malaikat dan pembagiannya, akal non materi beserta lainnya, dll, walaupun persoalan–persoalan tersebut dapat dijelaskan dalam pandangan dunia tauhid, akan tetapi ideologi islami secara logis tidak bersandar pada persoalan–persoalan seperti diatas. Oleh karena itu persoalan seperti tauhid dan ma’ad lebih penting jika dibandingkan dengan persoalan–persoalan diatas. Tapi tentunya bukan berarti bahwa kami menafikan objek persoalan tersebut.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami ingin membahas persoalan–persoalan yang berhubungan dengan pandangan dunia. Dalam kata lain bahwa pembahasan kami ke depan adalah menjelaskan pondasi pandangan dunia yang berkaitan secara langsung dengan pembahasan ideologi. Diantara persoalan tersebut adalah :
1. ONTOLOGI
Tidak diragukan lagi bahwa manusia secara fitrawi mengejar kebahagiaan dan kebaikan. Manusia secara substansi menginginkan kesempurnaan. Di sisi lain manusia mencari kesempurnaan dan kebahagiaan tersebut tidak keluar dari lingkaran eksistensi. Bahkan hal tersebut merupakan kesinambungan dari alam itu sendiri. Dengan kata lain, manusia mengetahui bahwa apa yang menjamin kebahagiaan dirinya tidak di luar dari lingkaran eksistensi itu sendiri. Dari sinilah manusia ingin mengetahui sampai manakah sebenarnya wilayah eksistensi? Apa saja sebenarnya yang meliputi keberadaan? Apakah wujud ini hanya meliputi alam materi saja? Ataukah ada keberadaan di luar alam materi ini? Apakah sama wilayah eksistensi dengan wilayah materi? Atau wilayah eksistensi lebih luas jika dibandingkan dengan wilayah materi?
Setelah persoalan diatas, persoalan lainnya yang muncul bagi manusia bahwa jika kita mengasumsikan bahwa ada keberadaan di luar alam materi ini, lalu yang manakah yang lebih prinsip diantara keduanya? Dan apa hubungan sebenarnya antara alam materi dengan alam di luar materi ini?
2. ANTROPOLOGI
Fitrah manusia yang senantiasa menginginkan kesempurnaan dan kebahagiaan merupakan dasar utama yang akan memunculkan persoalan lain dalam benaknya. Persoalan tersebut adalah persoalan yang berkaitan dengan dirinya ; Apakah kebahagiaan dan kesempurnaan diriku akan terpenuhi di alam materi ini atau ada alam lain yang akan memenuhi kebagiaan dan kesempurnaan diriku? Jika ada alam lain apakah ada jalan untuk sampai di alam sana? Jika ada jalan untuk sampai di sana, bagian manakah dalam diriku yang menjadi perantara untuk sampai disana? Apakah ada yang lain dalam diriku selain dimensi materi yang tidak akan punah di alam materi ini dan akan menghubungkan diriku dengan alam lainnya? Apakah manusia hanya memiliki dimensi materi dan tidak memiliki dimensi lain yang disebut dengan ruh? Jika kita mengasumsikan bahwa manusia tersusun dari jismani dan ruh, persoalan lainnya yang muncul adalah yang manakah yang lebih substansi diantara keduanya dan yang manakah yang akan membentuk hakikat manusia? Terletak pada manakah hakikat kesempurnaan dan kebahagiaan manusia? Apakah kesempurnaan akhir manusia adalah memenuhi kebutuhan jismaninya? Ataukah kebahagiaan dan kesempurnaan akhir manusia adalah memenuhi kebutuhan ruhaniahnya?
Persoalan–persoalan di atas atau persoalan–persoalan semacamnya yang berhubungan dengan hakikat manusia dibahas dalam pembahasan antropologi. Pembahasan tentang manusia merupakan pembahasan kedua dalam pembahasan pandangan dunia akan tetapi persoalan ini akan berujung pada pembahasan ma’ad dimana pembahasan tentang ma’ad merupakan salah satu pembahasan penting dalam pembahasan pandangan dunia.