Pandangan Dunia

Risalah Pandangan Dunia (4)

Persoalan Pengetahuan

Sampai saat ini kita telah membahas hubungan antara pandangan dunia dengan ideologi. Jika kita perhatikan dengan seksama, persoalan pengetahuan menjadi persoalan penting dalam seluruh pembahasan sebelumnya. Bahkan persoalan pengetahuan sering menjadi pertanyaan penting dan menjadi objek pembahasan khusus yang melahirkan pembahasan epistemologi. Oleh karena itu perlu kiranya kita membahas persoalan tersebut di sini walaupun secara ringkas. Kemudian untuk pembahasan detailnya kami persilahkan untuk merujuk pada buku–buku epistemologi.

Konsep Pengetahuan

Kata pengetahuan atau kata lainnya yang sepadan dengannya – seperti kata ilmu – adalah sebuah kata yang sering kita jumpai dalam keseharian kita. Kata tersebut tentunya sering diucapkan oleh setiap orang. Namun apakah ada orang yang mempertanyakan apa sebenarnya yang dimaksud dengan pengetahuan? Apakah sebelumnya tidak pernah anda persoalkan sama sekali? Kira–kira apa jawaban anda terhadap pertanyaan ini?

Pada hakekatnya konsepsi ‘pengetahuan’ adalah sebuah konsepsi yang badihi. Karena itu  ‘pengetahuan’  tidak membutuhkan definisi apapun. Bahkan bisa dikatakan kita tidak mungkin mendefinisikan pengetahuan secara hakiki. Hal ini disebabkan bahwa kita akan mendefinisikan sesuatu  pada objek yang tidak kita ketahui. Dalam artian bahwa jika kita ingin mendefinisikan ‘pengetahuan’ berarti pada hakikatnya kita tidak mengetahui konsepsi ‘pengetahuan’ itu sendiri. Padahal sebagaimana kita ketahui makna kata ‘pengetahuan’ itu sendiri sudah jelas bagi kita sebelum kita definisikannya.

Oleh karena itu usaha para Ilmuan dalam mendefinisikan ilmu atau pengetahuan dalam pembahasan mereka, dikarenakan mereka ingin menjelaskan ruang lingkup pengetahuan dalam fakultas pengetahuan yang akan mereka bahas. Mereka mencoba menjelaskan lebih detail ruang lingkup pengetahuan yang akan dibahas, termasuk mishdaq dari pengetahuan tersebut.  Misalnya dalam ilmu logika dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ilmu atau pengetahuan adalah ‘hadirnya sebuah gambaran sesuatu ke dalam benak kita’. Hal ini menjelaskan bahwa ruang lingkup yang dibahas dalam ilmu logika adalah ilmu hushuli dan bukan ilmu hudhuri.

Kita ketahui bersama bahwa definisi di atas tentang ilmu bukanlah definisi yang hakiki. Akan tetapi definisi di atas hanya menjelaskan maksud dari kata pengetahuan jika dikaitkan dalam pembahasan ilmu logika. Tentunya ada banyak definisi lainnya yang diungkapkan oleh Filosof dalam menjelaskan makna dari pengetahuan. Namun jika kita mencoba mendefinisikannya bahwa yang dimaksud dengan ilmu adalah : “hadirnya objek itu sendiri dalam benak kita” atau “hadirnya gambaran sebuah objek dalam benak kita” atau “hadirnya konsep universal dalam benak kita”. Penjelasan secara panjang lebar akan kami jelaskan pada pembahasan ilmuhushuli dan ilmu hudhuri.

Ilmu Hushuli dan Ilmu Hudhuri

Sepanjang hidup kita tentunya kita mengetahui serangkaian pemikiran–pemikiran dan juga hal–hal lainnya yang ada di sekitar kita. Bahkan boleh jadi pengetahuan kita akan hal tersebut semakin bertambah. Kita mengetahui dan mengenal berbagai hal di sekitar kita mulai dari individu–individu hingga benda–benda. Selain dari hal tersebut, kita pun mengetahui kondisi–kondisi yang ada dalam diri kita seperti takut, sedih, bahagia dan lain–lain, termasuk pemikiran–pemikiran yang kita yakini. Terkadang kita juga memahamkan kepada orang lain apa–apa yang ada dalam diri kita.

Tidak satupun dalam diri kita yang bisa mengingkari fenomena di atas. Dalam kata lain keberadaan ilmu dan pengetahuan termasuk perkara yang bersifat badihi. Jika ada orang yang mencoba mengingkari pada hakikatnya mereka mengingkari kondisi internal mereka sendiri dan lari dari sebuah realitas yang nyata.

Kaum skeptis yang mengingkari segalanya tidak pernah mengingkari keberadaan mereka sendiri. Artinya mereka mengetahui keraguan mereka. Oleh karena itu kita tidak mungkin meragukan keberadaan ilmu karena ilmu kita terhadap keraguan adalah salah satu bentuk pengetahuan.

Dari sini timbul sebuah pertanyaan bahwa apakah seluruh pengetahuan kita memiliki  jenis yang sama? Maksudnya apakah pengetahuan kita seperti takut, lapar adalah sama seperti pengetahuan kita terhadap apa–apa yang ada di disekitar kita? Jika kedua pengetahuan di atas berbeda, dimanakah letak perbedaannya?

Untuk menjawab persoalan ini kami ingin menjelaskan bahwa pengetahuan dan persepsi kita bisa kita dapatkan melalui dua cara atau metode. Sebagian pengetahuan tersebut kita dapatkan melalui perantara dan sebagiannya tanpa adanya perantara. Ilmu tanpa perantara adalah sebuah pengetahuan yang secara langsung mempersepsi realitas tersebut. Maksudnya bahwa segala eksistensi realitas tersebut hadir dalam diri kita. Pengetahuan ini disebut dengan ilmu hudhuri, contohnya adalah pengetahuan kita terhadap diri kita dan kondisi–kondisi internal diri kita. Ketika kita merasakan lapar pada hakikatnya kita telah mengetahui sebuah realitas tanpa adanya perantara. Kita mengetahui realitas sebagaimana realitas itu sendiri. Oleh karena itu dalam istilah ilmu hudhuri kata yang digunakan adalah ‘kehadiran’. Akan tetapi sebagian besar dari pengetahuan kita bukan pengetahuan hudhuri. Maksudnya bahwa kita mengetahui realitas eksternal kita melalui perantara alam mental kita. Jika kita amati bagaimana pengetahuan ( ilmu hushuli ) tersebut kita dapatkan, pertama–tama kita bersentuhan dengan sesuatu melalui gambarannya, dan oleh karena gambaran tersebut merupakan sebuah refleksi akan realitas eksternal maka dengan demikian kita mengetahui realitas eksternal tersebut melalui gambarannya. Pembahasan di atas jika kita ingin menganalogikan dengan baik, kita bisa menganalogikannya dengan gambar atau bentuk yang ada pada cermin. Ketika kita menyaksikan diri kita dalam sebuah cermin, kita mengetahui bahwa peran cermin hanyalah sebagai perantara. Oleh karena itu, hampir tidak pernah kita melihat cermin sebagaimana cermin ketika kita melihat wajah kita dalam cermin. Bahkan boleh jadi kita melupakan cermin tersebut. Hal ini dikarenakan peran cermin hanyalah sebagai perantara yang melaluinya kita bisa menyaksikan realitas diri kita atau realitas lainnya. Pada umumnya kita tidak pernah menyadari kehadiran cermin tersebut dan hal inilah yang membuat kita berpikir bahwa seolah–olah kita bersentuhan langsung dengan realitas eksternal. Oleh karena itu pengetahuan kita terhadap hal–hal seperti di atas adalah melalui perantara dan kita tidak mungkin bersentuhan secara langsung. pengetahuan seperti ini disebut dengan ilmu hushuli. Dalam pembahasan selanjutnya kami akan mengutarakan karekteristik kedua pengetahuan tersebut.

Karekteristik Ilmu Hushuli dan Ilmu Hudhuri

Masing–masing dari kita pasti pernah merasakan lapar, haus, sedih, bahagia, sakit, bahagia dan bahkan kita merasakannya berkali–kali. Sebagaimana yang telah kami ungkapkan sebelumnya bahwa persepsi–persepsi di atas adalah tanpa perantara dan hadir dalam diri kita. Apakah anda pernah meragukan pengetahuan–pengetahuan yang bersifat hudhuri? Ketika anda merasakan kebahagiaan atau sakit apakah anda pernah menanyakan dalam diri anda sendiri bahwa apakah perasaan ini benar–benar terjadi atau perasaan ini salah ataukah perasaan tidak memiliki realitas hakiki? Jelas, tidak seorang pun yang meragukan persepsi–persepsi hudhuri ini. Tidaklah mungkin seorang merasakan kebahagiaan akan tetapi pada hakikat  sebenarnya dia sedih atau dia merasa senang namun pada hakikatnya dia sakit!

Oleh karena itu ‘benar’, adalah salah satu karekteristik dari ilmu hudhuri. Rahasia atau faktor yang menyebabkan mengapa ilmu hudhuri bebas dari kesalahan adalah bahwa dalam ilmuhudhuri tidak terdapat perantara antara subjek dengan objek. Sebagaimana yang telah kami ungkapkan sebelumnya bahwa objek yang diketahui hadir seluruh keberadaannya dalam diri kita. Pengetahuan hudhuri adalah kehadiran itu sendiri. Jika ‘benar’ adalah karekteristik ilmu hudhuri maka ‘kemungkinan terjadinya kesalahan’ adalah karekteristik dari ilmu hushuli.

Berdasarkan definisi tentang ilmu hushuli yang telah kami ungkapkan sebelumnya bahwa pengetahuan kita terhadap realitas–realitas di luar diri kita adalah melalui gambaran yang ada di alam mental kita. Dalam artian bahwa ketika salah satu dari persepsi kita menangkap sesuatu, yang hadir dalam alam mental kita adalah gambaran dari sesuatu tersebut, dimana gambaran tersebut menjadi perantara antara subjek dengan objek realitas eksternal. Dengan kata lain kita melihat realitas eksternal melalui gambarannya atau bentuknya yang terekam dalam benak kita dan kita meyakini bahwa gambaran tersebut sesuai dengan realitas eksternalnya. Oleh karena tidak adanya hubungan secara langsung antara subjek dengan objek (realitas eksternal) maka jiwa (yang mempersepsi) berhubungan dengan realitas eksternal dengan menggunakan salah satu bentuk yang ada dalam benak kita. Disinilah awal mula adanya kemungkinan terjadinya kesalahan dalam ilmu hushuli. Jika dalam beberapa situasi terjadi kesalahan seperti kesalahan pada pendengaran, penglihatan, rasa dll, hal ini disebabkan karena adanya ketidaksesuaian antara alam mental kita dengan realitas eksternal. Misalnya biasa kita saksikan adanya garis lurus akan tetapi pada kondisi tertentu bentuknya bengkok atau fatamorgana yang jika dilihat dari kejauhan seolah–olah ada air atau hal–hal lainnya yang membuat ambiguitas dalam persepsi kita.

Kesimpulannya bahwa ilmu hushuli adalah sebuah ilmu yang kita dapatkan melalui perantara. Ketika kita mencoba menyesuaikan antara gambaran alam mental kita dengan realitas eksternal maka disinilah dimungkinkan terjadinya kesalahan. Oleh karena itu kemungkinan terjadinya kesalahan tidak mungkin kita ingkari bahkan kita sering bersentuhan dengan kesalahan–kesalahan tersebut. Berbeda dengan ilmu hudhuri, ilmu hudhuri bebas dari kemungkinan terjadinya kesalahan dikarenakan tidak adanya perantara.

Karekteristik yang lain dalam ilmu hudhuri adalah bersifat subjektifitas. Maksudnya bahwa ilmuhudhuri didapatkan secara personalitas dan tidak dapat ditransfer kepada orang lain. Belajar dan mengajar dalam kehidupan sehari–hari manusia adalah merupakan sebuah keniscayaan dan budaya. Akan tetapi proses ini tidak dapat dilaksanakan melalui ilmu hudhuri karena proses pemindahan pengetahuan kepada orang lain adalah melalui makna dan konsep dimana keduanya adalah masuk dalam kategori ilmu hudhuri. Oleh karena itu sebagaimana yang kami jelaskan sebelumnya bahwa perasaan lapar, sakit, senang, bahagia dan seluruh perasaan jiwa internal yang kita rasakan, kita bisa memahamkan perasaan tersebut kepada orang lain melalui konsep–konsep dan makna–makna yang merupakan metode dalam ilmu hushuli.

Kita dapat menggunakan makna dan konsep yang ada di alam mental kita dan dengan hal tersebut kita bisa memahami maksud dari perkataan orang lain. Tentunya proses ini hanya bisa dilakukan dengan pendekatan ilmu hushuli. Karena kita bisa memahami maksud perkataan orang lain melalui perantara kata–kata dan makna–makna. Misalnya ketika kita lapar, kita bisa memahamkan kepada orang lain melalui makna kata lapar. Tapi tentunya lapar sebagaimana lapar yang kita rasakan secara hudhuri tidak mungkin kita transfer kepada orang lain. karena eksistensi lapar itu sendiri hanya ada dalam jiwa kita.

Kesimpulannya bahwa setiap orang yang mendapatkan ilmu melalui hudhuri hanya dengan ilmuhushuli mereka bisa memahamkan kepada orang lain. Kesimpulan lain yang bisa kita ambil dari penjelasan yang telah kami sampaikan bahwa ‘dapat dipindahkan kepada yang lain’ merupakan salah satu karekteristik dari ilmu hushuli. Hal ini  dikarenakan sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa ilmu hushuli terdapat perantara dan karena itu lebih banyak menggunakan konsep–konsep. Oleh karena itu ilmu hushuli adalah sebuah ilmu yang juga bisa ditransfer dalam bentuk tulisan. Sehingga melalui ilmu hushuli pun proses belajar dan mengajar bisa terlaksana. Kebanyakan ilmu kita adalah ilmu hushuli, oleh karena itu ketika kata ilmu hadir dalam benak kita maknanya lebih banyak mengarah kepada ilmu hushuli. (Bersambung…)

Komentari Artikel Ini

comments

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
%d blogger menyukai ini: